Clara membanting pintu mobil begitu sudah turun saat sampai di rumah. Nanda begitu terkejut dan tak habis pikir kenapa Clara bisa bersikap seperti ini. Dia menatap sang adik yang sedang berjalan masuk rumah. “Kamu sudah ….” Rihana ingin menyapa putrinya itu, tapi sayangnya Clara mengabaikan. Clara memilih berjalan begitu saja, seolah sang mama tidak terlihat padahal berpapasan. Nanda melihat Clara yang tak menyapa sang mama, hingga Rihana menoleh ke Nanda yang baru saja masuk. “Bukankah kamu tadi pergi bersama Sashi? Kenapa pulang bareng Clara? Di mana Sashi?” tanya Rihana karena tak melihat menantunya pulang. Nanda memilih merangkul sang mama, lantas mengajak duduk dulu untuk menjelaskan. Rihana bingung tapi juga cemas karena Nanda tak langsung membalas. Nanda menceritakan yang terjadi dengan Clara ke Rihana saat mereka sudah duduk bersama. “Apa Hazel baik-baik saja?” tanya Rihana karena tentunya tahu siapa Hazel. “Dia baik, hanya lecet karena jatuh saja. Tapi sepertinya Cla
“Dapat salam dari Opa.” Sashi langsung menyampaikan pesan sang opa begitu sampai di rumah Rihana. Nanda hanya melirik sang istri yang baru saja pulang. Sang istri janji bertemu kakeknya sebentar, tapi sampai berjam-jam. Bahkan Sashi baru saja pulang saat jam menunjukkan pukul delapan malam. Sashi menoleh Nanda karena tidak ada balasan dari pria itu. Dia melihat suaminya hanya diam sambil memberikan tatapan yang kurang nyaman. “Kenapa menatapku begitu? Ada yang aneh?” tanya Sashi keheranan. “Tidak ada,” jawab Nanda kemudian membaringkan badan sambil menarik selimut. Sashi menaikkan satu sudut alis melihat sikap Nana. Kenapa pria itu terlihat aneh baginya. Dia pun memilih mengabaikan, lantas ikut berbaring di ranjang sebelah sisi Nanda. Sashi mencoba memejamkan mata, mengabaikan Nanda karena sudah biasa pria itu cuek kepadanya. Baru saja beberapa menit matanya terpejam, Sashi mendengar Nanda bicara. “Kamu izin pergi berapa menit?” tanya Nanda masih memunggungi Sashi. Sashi membu
“Datanya sudah bertahun-tahun lamanya, kemungkinan bisa sudah hilang atau tertimbun. Mau bertanya ke guru yang pernah mengajar di sini, sebagian besar guru di sini sudah diganti atau pensiun. Jadi begini saja, saya akan mencoba meminta tolong orang untuk mencari datanya, tapi juga butuh waktu untuk itu. Jika Anda bersabar, saya akan bantu mencarikan.”Nanda mengguyar rambut ke belakang mengingat ucapan guru di sekolahnya dulu. Memang benar sudah banyak guru dan staff yang diganti, sebab itu Nanda tak ada yang kenal sama sekali.Kini Nanda sedang dalam perjalanan ke perusahaan. Dia berharap pihak sekolah bisa mencarikan data gadis kecil yang dulu membawa foto keluarganya, serta sekarang disinyalir sebagai SEA.“Anda ada pertemuan satu jam lagi, Pak. Saya sudah menyiapkan berkasnya di meja.” Lukas langsung menyambut Nanda dengan sederet pekerjaan.“Akan kulihat,” balas Nanda singkat masih dengan terus mengayunkan langkah.“Anda dari mana sampai datang terlambat?” tanya Lukas lagi karena
“Biarkan aku langsung bicara dengannya. Tidak apa jika harus lewat telepon, asal bisa memintanya menjual lukisan itu.” Nanda datang lagi ke galeri saat jam makan siang. Dia masih tidak terima tak bisa mendapatkan lukisan keluarganya. “Tidak bisa. Nona sudah bilang jika tak ingin menjualnya,” ujar wanita itu sudah mulai pusing menghadapi Nanda. “Kamu tidak tahu betapa berharganya lukisan itu untukku. Biarkan aku bicara dengannya, aku yakin dia akan memberikannya,” kata Nanda lagi. Wanita itu menggelengkan kepala menolak. Dia tetap takkan percaya dengan ucapan Nanda, apalagi sampai membiarkan pria itu bicara langsung dengan SEA. “Tidak bisa, Anda tidak bisa memaksa. Jika Anda membuat keributan di sini, saya terpaksa memanggil polisi,” ancam wanita itu. Nanda begitu terkejut karena diancam. Dia benar-benar harus memutar otak untuk mencari cara lain agar bisa mendapatkan lukisan itu. “Begini, katakan ke SEA, aku akan membeli semua lukisan yang ada di galeri, asal dia mau menjual luk
Nanda sangat terkejut melihat Sashi yang seperti ingin menangis, apalagi bola mata istrinya itu sudah berkaca dengan pelupuk mata yang sudah membentuk sebuah bendungan.“Aku tidak bermaksud membentakmu,” ucap Nanda dengan lembut, kedua tangan terulur ingin menyentuh lengan Sashi, tapi diurungkan dan langsung ditarik kembali karena gerakan tubuh Sashi yang seperti ingin menolak.“Tadi apa kalau bukan bentak?” Sashi mencoba untuk menahan diri agar tak menangis, tapi dia tetap kesal karena Nanda membentaknya.“Mommy dan Daddy saja ga ada yang membentakku, tapi kamu berani membentakku! Siapa kamu?” Sashi murka karena kesal.Nanda menyadari jika sudah salah. Dia menatap Sashi yang sedang kesal juga ingin menangis.“Maaf, aku tidak sengaja.” Nanda mencoba mengalah kali ini agar tidak ada keributan.Sashi cukup terkejut mendengar Nanda meminta maaf, tapi hal itu tentunya tak membuat Sashi langsung luluh dan memaafkan.“Aku memang salah karena bertemu dengan Bumi, tapi bukan berarti kamu bisa
“Kenpa matamu merah?” tanya Bintang saat Sashi baru saja sampai di rumah.Sashi sangat terkejut mendengar pertanyaan sang mommy sampai melirik Nanda yang terlihat tenang, dia pun langsung menjawab dengan sebuah alasan.“Oh, tadi kemasukan debu,” jawab Sashi sambil berpura mengedip-ngedipkan mata beberapa kali.“Naik mobil kok kemasukan debu?” Bintang merasa aneh.“Tadi waktu turun, Mom. Pas turun anginnya agak kencang, jadi ada debu masuk mata,” ujar Sashi menjelaskan agar sang mommy tidak curiga lagi.Bintang merasa aneh karena kemasukan debu bisa membuat mata putrinya begitu merah. Dia pun sampai menatap Sashi dan Nanda bergantian.“Ya sudah, nanti kasih obat tetes mata. Ayo masuk, kalian akan menginap, kan?” tanya Bintang mencoba mengabaikan agar Sashi dan Nanda tidak merasa canggung.“Iya, Mom. Besok aku sudah mulai kerja, jadi berpikir untuk menginap dulu malam ini,” jawab Sashi.Bintang senang putrinya mau menginap. Dia merangkul Sashi sambil sesekali mengusap kepala.Nanda berj
Nanda berbaring memandang langit-langit kamar Sashi. Dia diam tanpa suara sebelum akhirnya menoleh dan melihat punggung Sashi.Nanda mendengar pembicaraan Sashi dan Aruna, saat istrinya itu keluar dari kamar Aruna, Sashi langsung pergi ke kamar tanpa menyapanya, bahkan berbaring di ranjang dengan posisi miring sejak tadi.“Kamu baik-baik saja?” tanya Nanda karena cemas Sashi tak bergerak sama sekali sejak tadi.Nanda menoleh ke Sashi karena tak mendapat jawaban dari istrinya itu. Dia melihat punggung Sashi tanpa berani menengok wajah sang istri.“Kamu butuh teman bicara?” tanya Nanda lagi. Dia tahu jika Sashi tak mungkin langsung tidur.Masih tak ada jawaban dari Sashi, hingga tiba-tiba Nanda melihat kedua pundak Sashi yang bergetar hebat. Tentu saja Nanda sangat terkejut melihat hal itu, dia pun langsung meraih pundak Sashi dan mencoba membalikkan wanita itu ke arahnya.Benar dugaannya, Sashi tidak tidur tapi menangis. Semua yang dikatakan Aruna sedikit keterlaluan, membuat siapa pun
Sashi membuka kelopak mata ketika merasakan hangat sinar matahari yang mulai menembus kaca jendela. Dia melihat matahari sudah menyinari jendela hingga menembus gorden yang terpasang di sana.Hingga Sashi melihat telapak tangan besar di hadapannya, menyadari tangan siapa yang menyelinap di bawah lehernya, hingga kini menopang kepalanya.Sashi pun perlahan menggeser posisi berbaring, lantas menghadap ke Nanda yang masih memejamkan mata. Dia ingat semalam pria itu terjaga, memastikannya tidur dengan nyenyak sebelum ikut masuk ke alam mimpi.“Dia tak menyebalkan saat tidur,” gumam Sashi dalam hati.Meski dalam kondisi memejamkan mata, semalam Sashi bisa merasakan jemari besar pria itu mengusap keningnya berulang kali, membuatnya nyaman hingga bisa tidur dengan nyenyak setelah menangis cukup lama.Tersadar jika sejenak mengagumi pria di hadapannya itu. Sashi pun akhirnya memilih untuk bangun membersihkan diri. Hari ini dia harus mulai bekerja lagi setelah ambil cuti menikah.“Bagaimana in