“Na.” Bastian menatap Nana masih dengan rasa tak percaya. Nana terduduk di jalanan. Dia menangis lagi setelah mengungkap kehamilannya. “Aku hanya sedang bingung, aku butuh mempersiapkan diri untuk mengatakan ini ke semua orang,” ucap Nana di sela isak tangis. Bastian benar-benar tak menyangka akan hal ini. Dia pun merasa salah karena sudah berpikiran buruk soal Nana. Bastian pun lantas memeluk Nana untuk menenangkan. “Maaf kalau sudah membentakmu. Jujur aku benar-benar takut jika kita dipisahkan,” ujar Bastian sambil mengusap punggung Nana dengan lembut. Nana menangis sesenggukan, menyembunyikan wajah dalam dekapan Bastian dengan air mata yang membanjiri wajah. Cukup lama mereka dalam posisi seperti itu, hingga akhirnya Bastian mengajak Nana untuk bangun. “Sudah lebih baik?” tanya Bastian sambil mengusap wajah Nana yang basah. Nana hanya mengangguk sambil mengatur emosinya agar tidak terus menangis. “Kita pergi,” ajak Bastian sambil menggandeng tangan Nana karena hari yang su
Nanda masih belum beristirahat meski waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Dia masih terus memikirkan serta mencemaskan kondisi Nana, apalagi sekarang sang adik sedang dalam kondisi hamil. “Kalian pergi ke mana?” Nanda benar-benar frustasi karena belum mengetahui keberadaan adiknya. Hingga ponsel Nanda berdering, pesan dari Lukas terpampang di layar. [Terpantau Bas dan Nana baru saja menarik uang di salah satu anjungan tunai mandiri di luar kota.] Nanda langsung menegakkan badan membaca pesan itu. “Luar kota? Mereka benar-benar berniat kabur?” Nanda benar-benar tak habis pikir dengan keputusan Nana dan Bastian. [Pastikan mereka di mana, atau menginap di mana. Lalu biarkan saja, selama mereka tak bergerak pergi.] Nanda pun mengirimkan pesan lagi, lantas mendapat balasan dari Lukas. Nanda menghela napas kasar, hingga sedikit lega karena setidaknya tahu di mana posisi Bastian dan Nana sekarang. Dia pun akhirnya bisa beristirahat dengan tenang. Nanda kembali ke kamar, melihat
“Aku akan segera ke sana.” Nanda mengakhiri panggilan dan bangun dengan ekspresi wajah panik. Sashi pun bingung dengan apa yang terjadi hingga membuat suaminya buru-buru bangun seperti itu. “Apa yang terjadi?” tanya Sashi. Nanda menoleh Sashi, hingga kemudian menjawab, “Mama dibawa ke rumah sakit karena tak sadarkan diri dan sempat jatuh.” Sashi sangat terkejut mendengar jawaban Nanda. Dia pun segera mengganti pakaian untuk ikut Nanda melihat keadaan Rihana di rumah sakit. Mereka pergi ke rumah sakit secepatnya, lantas pergi ke IGD karena Rihana masih di sana. “Dokter Sashi.” Zidan langsung menyapa saat melihat Sashi di sana. Sashi langsung membalas sapaan Zidan, sedangkan Nanda memasang wajah tak senang. “Kenapa datang ke IGD, apa ada yang sakit?” tanya Zidan. “Mamaku dibawa ke sini karena jatuh dan pingsan, apa kamu yang memeriksanya?” tanya Sashi menjelaskan. Zidan langsung bisa menangkap maksud ucapan Sashi, lantas melirik Nanda yang terus menggenggam telapak tangan Sas
“Maaf, apa kalian tidak bisa duduk di meja lain?” tanya Bastian sopan. Dia tidak ingin ada masalah di sana. Dua pria itu menoleh, lantas salah satunya berkata, “Makan saja, kami tidak akan menganggu kalian.” Bastian dan Nana saling pandang, hingga keduanya seolah memiliki pemikiran yang sama. “Ada yang menyuruh kalian mengawasi kami?” tanya Bastian hati-hati. Dia hanya merasa aneh jika tiba-tiba ada dua pria tampang preman mendekati mereka, tapi keduanya terlihat sopan. Dua pria itu saling tatap, hingga salah satunya mengangguk seperti memberi isyarat. “Pak Nanda yang menyuruh kami. Beliau akan datang, jadi meminta kami memastikan kalian tidak pergi lebih jauh lagi,” jawab salah satu pria itu jujur. Bastian dan Nana sangat terkejut, tidak menyangka Nanda bisa menemukan mereka secepat ini. Bastian hendak bergerak, tapi pria yang duduk di sampingnya langsung menahan sandaran kursinya, membuat Bastian akhirnya memilih diam. “Kami tidak akan menyakiti kalian, tugas kami hanya menj
“Non, mau ke rumah sakit?” tanya pembantu ketika melihat Clara yang menuruni anak tangga. “Iya,” jawab Clara singkat. “Kalau gitu nitip makanan buat Tuan. Tadi Tuan bilang suruh kirim makanan ke rumah sakit, kalau Non Clara mau ke sana, minta tolong bawakan sekalian,” ujar pembantu itu hati-hati. Dia tahu betul bagaimana temperamen Clara, sehingga takut jika Clara malah menganggapnya sedang mengatur dan memerintah karena minta tolong. “Mana makanannya, aku bawakan,” kata Clara. Pembantu itu tersenyum mengangguk, lantas berkata jika akan menyiapkannya dengan cepat. “Mbok, aku mau tanya.” Pembantu itu berhenti melangkah karena mendengar ucapan Clara. “Ada apa, Non?” tanya pembantu. “Apa benar Kak Bas dan Nana kabur? Berdua?” tanya Clara yang tak tahu kejadian di rumah, hanya mendengar secara tak sengaja beberapa pembantu mengatakan itu. Pembantu itu kebingungan, tapi akhirnya jujur dengan menjawab sambil menganggukkan kepala. Clara benar-benar tak menyangka, selain dirinya yan
Bastian dan Nana saling lirik, keduanya benar-benar tak bisa kabur karena dijaga dua pria yang sejak tadi menahannya. “Sampai kapan kalian akan menahan kami duduk di sini? Apa kalian merasa tidak sungkan dengan pemilik warung karena sudah duduk di sini hampir berjam-jam,” ujar Bastian karena mulai lelah hanya duduk saja di sana. “Kami sudah membayar kursi ini, jadi bebas mau duduk di sini sampai berjam-jam tak masalah. Kalian tidak akan ke mana-mana, sampai Tuan Nanda datang,” ujar pria yang menjaga Bastian dan Nana. Bastian mendengkus frustasi karena ditahan di sana, hingga melirik Nana yang terlihat gusar. “Ada apa, Na?” tanya Bastian yang membuat dua orang pria bersama mereka langsung menoleh bersamaan ke Nana. “Aku merasa mual,” jawab Nana sambil membungkam mulut. Bastian membulatkan bola mata lebar mendengar jawaban Nana, lantas menoleh ke pria yang ada di samping mereka. “Nana butuh ke kamar kecil karena mual, apa kalian tetap akan menahannya di sini?” Bastian mulai panik
“Sekeras-kerasnya Mama, dia tetap sangat menyayangi kalian, terutama kamu Na. Kenapa kamu malah membuat Mama seperti ini, hanya karena kamu takut kepadanya. Apa Mama pernah memukul atau membentakmu saat kamu melakukan kesalahan, tidak bukan? Lalu kenapa kalian harus seperti ini?” Bastian dan Nana sangat terkejut mendengar ucapan Nanda. Mereka benar-benar tak menyangka jika Rihana sampai sakit. Nanda menatap bergantian Bastian dan Nana untuk melihat reaksi keduanya. Nana meremas jemari, hingga bulir kristal bening mulai luruh dari kelopak mata. “Aku tidak bermaksud membuat Mama seperti ini, aku hanya takut dia kecewa. Sedangkan Mama tidak mau di antara kita ada yang saling suka. Aku benar-benar hanya takut dia kecewa dengan hubungan kami,” ucap Nana sambil terisak. Bastian langsung menggenggam telapak tangan Nana yang gemetar. “Kecewa itu pasti, Na. Tapi dengan sikap kalian yang begini, apa Mama tidak akan tambah kecewa? Setidaknya, bisakah kalian membicarakan masalah ini dengank
“Nanda belum menemukan Nana dan Bas?” tanya Rihana sambil menatap Melvin yang duduk di kursi samping ranjang. Melvin menghela napas kasar mendengar pertanyaan istrinya itu, lantas menjawab, “Sudah, mereka sedang dalam perjalanan pulang.” Hari sudah malam, tapi Nanda belum muncul di sana membuat Rihana mulai cemas. “Kalau mereka datang, jangan terlalu keras kepada mereka. Aku tahu kamu kesal dan marah, tapi juga tetap pikirkan perasaan mereka juga. Aku pun kecewa, tapi semua sudah terjadi,” ujar Melvin mengingatkan. Rihana hanya diam mendengarkan ucapan Melvin tanpa membalas. Saat keduanya baru saja membahas soal anak mereka, pintu ruangan terbuka dan terlihat Nanda yang masuk ke sana. Rihana hanya diam tanpa ekspresi, sedangkan Melvin langsung berdiri, begitu juga dengan Sashi yang langsung menyambut suaminya. “Masuklah!” perintah Nanda sambil membuka lebar pintu. Nana dan Bastian pun melangkahkan kaki masuk ruangan itu. Terlihat jelas Bastian yang menggenggam erat telapak tan