“Jadi memang ibu kandung Sashi hamil saat masih muda. Ibunya pun tak memberitahu ayah Sashi soal kehamilan itu, hingga saat Sashi berumur 4 tahun, barulah ayahnya tahu kalau ternyata ada Sashi karena hubungan di luar nikah.”Nanda menemui Melvin, lantas menjelaskan apa yang terjadi soal status Sashi.Melvin pun mengembuskan napas kasar, hingga kemudian bertanya, “Apa Sashi tahu soal berita itu? Apa dia baik-baik saja? Mamamu mencemaskannya.”“Dia belum tahu, Pa. Dia sekarang berada di klinik, dan aku sudah meminta Lukas untuk memperingatkan semua orang agar tak ada satu pun yang membahas soal berita itu jika tak ingin dapat sanksi dariku,” jawab Nanda.“Mungkin aku egois dan menggunakan kuasa untuk membuat semua orang diam, tapi ini cara terbaik untuk menjaga perasaan Sashi. Dia sudah terlalu banyak memendam masalah sendirian, jadi aku berharap dia tak lagi memikirkan masalah ini,” ujar Nanda lagi menjelaskan.Melvin mengangguk-angguk, hingga kemudian membalas, “Ya, tidak apa sekali-k
Sashi berada di klinik seperti biasa. Tidak ada yang banyak dilakukan karena di sana akan melayani jika memang ada karyawan yang sakit, selama tak ada yang datang, Sashi hanya akan berdiam diri atau mengajak Lani mengobrol.Sashi menatap Lani yang terlihat sibuk, padahal apa yang dikerjakan tampak berulang dan terus diulang, membuat Sashi keheranan dengan apa yang dilakukan oleh asistennya itu.“Lani.” Sashi memanggil Lani yang sedang sibuk sendiri.Lani terkejut mendengar panggilan Sashi, hingga langsung menatap dokter muda itu sambil tersenyum canggung.“Iya, Dok. Ada apa?” tanya Lani mencoba menutupi keterkejutannya.“Kenapa kamu terkejut seperti itu?” tanya Sashi keheranan.Lani mengulum bibir karena panik mendengar pertanyaan Sashi. Sejak tadi dia berusaha menyembunyikan masalah berita yang dilihatnya di sosial media dan juga di web. Apalagi grup khusus karyawan di sana sudah mengumumkan jika tak ada satu pun staff yang boleh membahas berita itu di perusahaan.“Tidak, Dok. Saya s
“Nanti berkas ini ajukan dulu ke Pak Nanda,” ucap Bastian sambil berjalan masuk lobi. Dia baru saja bertemu klien membahas proyek pembangunan sebuah gedung.Hingga saat baru saja menginjakkan kaki di lobi, Bastian sangat terkejut melihat Lani dan dua staff lain berkelahi. Dia pun membentak dengan suara lantang, sampai semua orang yang ada di sana terkejut dan langsung diam sambil menunduk.Bastian menatap satu persatu yang terlibat dalam perkelahian itu, hingga dia mengajak ketiganya untuk bicara di ruangan khusus.“Jelaskan, apa yang terjadi?” Bastian duduk memandang Lani dan dua staff yang berdiri di depannya.Dua staff itu hanya menunduk takut, sedangkan Lani melirik dengan rasa kesal yang bercokol di dada.“Ada apa, Lani? Katakan jika ada masalah, bukan malah berkelahi di lobi hingga menjadi tontonan staff lain!” Suara Bastian agak tinggi karena tak habis pikir dengan tingkah ketiganya.“Saya yang mulai perkelahian, Pak. Saya tidak terima mereka menjelek-jelekkan Dokter Sashi,” uj
“Ini semua data yang Anda minta, Pak.” Asisten Owen memberikan tablet pintar ke Owen.Owen menerima tablet pintar itu, lantas membaca artikel yang tertulis di sana.“Apa perusahaan kita juga menyebar berita ini?” tanya Owen saat melihat berita tentang Sashi.“Sepertinya ada, Pak,” jawab asisten sedikit ragu.“Suruh take down, larang jurnalis kita mengeluarkan berita apa pun soal Sashi dan keluarganya!” perintah Owen sambil memberikan tablet pintar itu ke asistennya.“Baik, Pak. Saya akan segera laksanakan,” balas asisten, “apa ada yang lain lagi, Pak?”“Tidak, itu saja. Peringatkan semua staff untuk tidak menayangkan berita soal Sashi, lalu carikan berita dari artis papan atas atau pengusaha yang sedang naik daun, atau skandal yang belum pernah ditayangkan!” perintah Owen begitu tegas.“Baik, saya mengerti.” Asisten Owen pun undur diri dari ruangan pria itu.Owen berpikir sejenak, berita sejak pagi yang beredar membuatnya sedikit cemas. Dia mengambil ponsel lantas menghubungi Sashi, t
“Iya, Pa. Papa tenang saja, pokoknya aku akan menjaga Mama, serta memastikan Mama tidak ke mana-mana, juga tidak melihat berita. Jadi Mama mau aku ajak nonton drama korea, bolehkan?” Aruna sedang bicara dengan Langit lewat panggilan telepon. Dia mendapat tugas untuk menjaga Bintang agar tidak melihat berita yang beredar. Aruna sendiri sudah tahu soal berita itu. Dia sangat menyayangkan tindakan orang yang sudah sangat jahat membuat berita itu. “Terserah kamu, yang terpenting mamamu tidak melihat berita itu,” ucap Langit dari seberang panggilan. Aruna langsung melebarkan senyum, hingga kemudian membalas, “Siap!” Aruna mengakhiri panggilan, lantas pergi mencari Bintang yang ternyata berada di kamar. “Ma.” Aruna masuk tanpa mengetuk pintu. “Ada apa, Run?” tanya Bintang sambil merapikan baju yang dikenakan. “Mama mau ke mana? Kok berpakaian rapi begitu?” tanya Aruna keheranan. Bintang menoleh Aruna, lantas menjawab, “Mama mau belanja bulanan. Banyak stok dapur habis, sabun dan yang
Bintang menghentikan langkah mendengar ucapan Clarisa, Aruna sendiri panik karena wanita yang ditabraknya membahas soal berita.“Ma, sudah jangan didengar. Kita pergi saja!”Jika tadi Aruna menggebu-gebu ingin melawan Clarisa, kini dirinya memilih mengajak sang mama menghindari pertengkaran.Bintang tak mendengarkan ucapan Aruna. Dia membalikkan badan hingga menatap ke Clarisa yang tersenyum mencibir.“Kenapa? Kamu pikir tidak ada yang tahu soal berita yang beredar?” Clarisa mengira jika Bintang bersikap biasa untuk menutupi masalah beredarnya berita itu.“Apa maksudmu? Berita apa, hah?” Bintang maju dengan tatapan tajam ke Clarisa.Clarisa melihat tatapan Bintang yang bingung dan penasaran, hingga menebak jika Bintang belum tahu soal berita itu.“Oh, jadi kamu belum tahu. Sayang sekali, padahal berita itu heboh di web dan sosmed,” ucap Clarisa semakin senang bisa membuat Bintang marah.“Ma, sudah. Kita pergi saja!” Aruna mencoba membujuk agar Bintang mau pergi meninggalkan Clarisa.“
“Kamu sakit? Kenapa tidak makan?” tanya Nanda saat melihat Sashi yang hanya mengaduk makanannya.Sashi langsung memandang ke Nanda, lantas menggelengkan kepala.“Hanya tiba-tiba merasa tidak nafsu makan. Entahlah.” Sashi memasukkan makanan ke mulut setelah menjawab pertanyaan Nanda.Sashi sendiri masih bingung, haruskah dia bertanya langsung soal berita itu, atau menunggu sampai suaminya itu jujur.Nanda keheranan karena Sashi bersikap tak seperti biasanya. Dia pun cemas jika Sashi sudah melihat berita yang beredar, belum lagi tadi ada perkelahian yang melibatkan asisten Sashi, tak menutup kemungkinan istrinya tahu.“Apa ada yang sedang kamu pikirkan sampai tidak nafsu makan?” tanya Nanda memastikan apalah Sashi sudah tahu atau belum soal berita itu.“Tidak ada, mungkin karena sedang datang bulan, makanya moodku sedikit buruk,” jawab Sashi lantas melebarkan senyum.Nanda pun akhirnya percaya dengan yang dikatakan Sashi. Dia tak lagi bicara karena takut membuat mood Sashi semakin buruk
Nanda pergi menemui seseorang yang menghubunginya. Dia awalnya tidak ingin menemui, tapi karena apa yang dibahas menyangkut soal masalah Sashi, membuat Nanda akhirnya setuju menemui.Nanda pergi ke restoran tempat janji bertemu. Saat sampai di sana, dia langsung diarahkan ke private room.“Kupikir kamu tidak akan datang. Duduklah.” Owen langsung mempersilakan Nanda duduk.Owen sengaja menghubungi dan mengajak bertemu untuk membahas masalah berita yang beredar.Nanda tak banyak bicara. Dia pun sebenarnya penasaran kenapa Owen ikut campur soal Sashi, tapi karena Owen berkata punya solusi soal masalah yang terjadi, membuat Nanda akhirnya mencoba bersabar menghadapi pria itu.Owen meletakkan alat makan di meja, lantas mengelap mulut dengan tisu, sebelum meraih stopmap di meja, lantas memberikan ke Nanda.“Itu nama-nama situs yang menyebar berita soal Sashi. Sebagian sudah aku tekan untuk menghapus berita soal istrimu, sebagian lagi sedang diusahakan karena memang ada beberapa yang tak ing
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang