Ha! Ha! Ha!Raffael benar-benar tergelak mendengar tebakan Manda. “Benar, sih. Kita sedang dalam pelarian, tapi bukan karena utang.”Bibir bawah Manda ditekannya keluar. “Dulu kan Bapak sering bikin saya ngutang, saya pikir Bapak nggak punya duit mungkin,” ejeknya.“Manda, stop bikin lelucon,” rintihnya sembari memegangi perut. “Aku lelah tertawa.”Sang sekretaris hanya berdecak kesal. “Ish! Terus apa alasannya kita sampai buru-buru?”“Soreim.” Raffael mengatur napas setelah kelelahan tertawa. Dahi Manda berkerut tak mengerti kenapa sang atasan menyebut nama keluarga calon mertuanya. “Soreim? Kenapa?”“Mereka membuntutiku.” Raffael menjawab seraya mengecek kelengkapan Manda sebelum pesawat lepas landas. “Aku minta rekan bisnisku di Surabaya untuk mengirimkan undangan untukku, jadi aku bisa pergi dari Jakarta.”Rahang Manda seolah jatuh mendengar kenyataan itu. “Jadi, ini nggak benar-benar dinas?”Raffael memamerkan cengiran polosnya, seolah tak ada yang salah dengan ‘dinas pura-pura
“Diam di kamar ini, Manda. Jangan ke mana-mana.” Raffael mengedipkan mata sebelum ia akhirnya keluar dari kamar. Manda pun hanya bisa menghela napas panjang. Lelah dengan kelakuan sang bos. “Ha! Jangan kira aku akan menurut saja,” gumam Manda.Ia menunggu beberapa saat kemudian menarik lepas kunci dari slot listrik dan keluar dari kamar. Gadis itu berencana memesan kamar lain. ‘Kalau cuma 2 juta aku bisa pakai duit sendiri lah! Lagian aku bakal coba minta ganti ke kantor.’Manda berdiri di depan pintu lift, menunggu benda itu terbuka. Ia harus kembali ke resepsionis dan memesan kamar. Namun, ketika lift terbuka, Belinda muncul dengan wajah sedikit panik. Begitu melihat Manda, ia langsung terlihat lega. “Oh God! Syukurlah Anda keluar, Mbak Manda. Saya kepikiran kalau-kalau Anda butuh kamar lain.”Manda terkejut tetapi bersyukur. “Astaga! Iya benar, Mbak Belinda. Saya baru mau ke resepsionis untuk pesan kamar, karena saya nggak tahu cari Mbak di mana.”Belinda meraih tangan Manda dan
Elena: Manda, sudah mau jam 5. Kita lanjut besok.Manda mengerjapkan mata. Ia terlalu fokus bekerja dan tak memperhatikan waktu berlalu cepat.“Astaga! Udah jam 5!” serunya sambil merenggangkan badan yang kaku karena sejak tadi duduk di depan laptop.Ia memutuskan untuk memesan makanan. Dan sementara menunggu ia memilih untuk menyegarkan tubuh dengan mandi. Namun, bel pintu kamarnya malah ditekan oleh seseorang tepat ketika ia hendak memasuki kamar mandi. “Hm? Nggak mungkin kan makanannya datang secepat itu?”Dipakainya lagi baju yang sudah ia tanggalkan dan melangkah menuju pintu. Ia menutup satu matanya untuk melihat dari lubang itu, siapa yang ada di depan kamarnya.“Hm? Pak Damian bukan sih itu?” gumam Manda sedikit ragu. Pasalnya ia tidak tahu kalau atasannya juga punya jadwal bertemu dengan CEO D&D Jewelry. Dengan cepat Manda membuka pintu dan ia terkejut. Tidak hanya ada Damian di sana. Selain Raffael yang berdiri sambil berpegangan dengan Damian, ada 1 orang yang tak perna
Deretan pertanyaan Manda membuat Raffael tertegun. Ia tahu, sekeras apapun ia menolak pertunangannya dengan Catherine, bukan berarti hubungan itu jadi tidak ada. “Yeah. Kau benar soal pertunanganku dengan Catherine, Manda.” Raffael menjawab perlahan semua ucapan sekretarisnya. “Aku berniat membatalkan itu.”Manda tertegun. Ia tak tahu apa makna di balik jawaban Raffael. Apakah ia setuju untuk menyudahi kontrak atau mereka tetap harus berpura-pura menjadi sepasang kekasih dan menunjukkan pada keluarga dan juga pihak Soreim?Untuk menghindari kesalahpahaman, Manda pun bertanya, “Jadi, apakah kita bisa sudahi kontrak ini, Pak?”Raffael menggeleng. “Tidak.”Manda terlihat lesu. Ia pikir ia tak perlu menyusahkan sang ayah soal biaya untuk vas antik yang pecah itu, kalau sang atasan setuju menganggap kontrak itu tak ada.Namun, kalau Raffael tak menyudahi kontrak, hal yang bisa dilakukan Manda adalah memaksanya dengan perjanjian untuk membayar utang. “Pak, sebenarnya saya membahas ini kar
“Saya—”Ting! Tong!Manda tercekat. Tatapannya beralih pada pintu kamar. Seseorang sepertinya mencari Raffael. “Abaikan saja, Manda.” Raffael menyentuh pipi Manda dan membawa pandangan gadis itu untuk kembali menatapnya. Kemudian ia meremas lembut tangan Manda seraya berkata, “Jadi, apa berarti kau … juga jatuh cinta padaku?”“Saya—”Ting! Tong!Raffael mengepalkan tangan, kesal dengan interupsi dari siapapun yang sedang berdiri di depan kamarnya. “Saya lihat dulu, Pak.”Kecewa dan frustasi, Raffael melepaskan genggaman tangan mereka. Sambil mengeringkan air mata yang sedikit membasahi wajahnya, Manda turun dari tempat tidur. Kemudian, mengecek siapa tamunya lewat lubang pintu dan terkejut karena Belinda ada di sana. “Mbak Belinda, ada apa?” tanya Manda setelah pintu terbuka. “Ah … maaf, Mbak Manda. Saya tadi sudah mau pulang, tapi resepsionis bilang mereka sudah ke kamar Mbak Manda untuk memberikan kunci tapi nggak ada siapa-siapa di dekat kamar.”Sekretaris milik CEO Han itu m
“Kenapa Pak Raffael?!” Manda segera mengganti celana pendeknya dengan yang panjang, sementara ponsel masih terjepit antara bahu dan telinga.“Sebaiknya Nona ke lobi dulu.”Panik, Manda segera keluar dari kamarnya. “Oke, oke. Saya ke sana.”Dengan langkah cepat ia mencapai lift dan turun menuju lobi. Pikirannya penuh dengan tebakan. ‘Duh! Kayaknya tadi sudah kalem, dia bisa bikin ulah apa ya? Apa dia ngajak berantem orang lewat? Atau menggoda resepsionis? Ah! Jangan-jangan dia mabuk dan naik ke lampu gantung!’Tebakan Manda sudah mulai tak masuk akal.“Argh! Kenapa ya dia nggak bisa tenang sedikit hidupnya. Bikin pusing. Aku kayak babysitter, jagain anak orang kaya yang bengal,” keluh Manda, kesal. Tak sabar menunggu lift menuruni tiap lantai, Manda menepukkan ujung sandalnya ke lantai lift. Ia sedang menimbang juga respon apa yang harus ia berikan kalau benar Raffael terlihat menggantung di atas lampu hotel. Namun, ia malah jadi tertawa membayangkan adegan itu. “Kurasa mending aku
Manda menatap pintu kamarnya. Ragu untuk menempelkan kartu dan membuka pintu.‘Bagaimana kalau bukan Raffael yang ada di dalam sana? Apa jangan-jangan pihak Soreim mengejarku sampai sini?’ Pertanyaan-pertanyaan serupa terus muncul dalam benak Manda.Namun, tiba-tiba ponselnya bergetar pendek. Sebuah pesan masuk untuknya.Raffael: Kenapa kau nggak masuk ke kamarmu?Melihat pesan itu, dengan segenap kekuatan Manda menempelkan kartu dan membuka pintu kamarnya. Bersiap untuk memarahi bos dan kaki tangannya itu.“Pak—ha?! Apa ini?!”“Lama banget balik dari
“Biarkan aku berpikir—”“Buat apa lagi berpikir, Manda.” Raffael mengulurkan tangan, menyentuh pipi Manda untuk membelainya. “Apa yang kau tunggu, kalau memang cinta nggak bertepuk sebelah tangan.”Manda merasa butuh Yuike untuk menamparnya saat ini. Ia perlu lepas dari jerat nikmat sesaat dan sadar akan kenyataan. Disetujui oleh keluarga Indradjaya sebagai pasangan putra satu-satunya adalah hal yang jauh dari logika. Manda sudah sadar ia akan selalu berjalan menapaki tali tipis yang membentang di atas jurang. Namun, air mata bahagia Manda malah mengingkari semua peringatan bahaya itu. Ia memeluk Raffael, tak lagi bisa membendung tangisnya. “Kamu nangis karena berlian di cincinmu, kan?” ledek Raffael membuat Manda terkekeh di sela tangisnya. Gadis itu mengangguk. “Kurang besar,” keluhnya bergurau.Tak tertebak, Raffael tiba-tiba memutar posisi mereka dan membuat Manda terbaring di atas tempat tidurnya. Saling menatap membuat wajah Manda terasa panas, tetapi kali ini ia tidak meno
“Belum juga keluar suamimu, Nda?” tanya Diana. Manda menggeleng. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir. Suaminya itu hanya mengatakan ia ada rapat malam, tetapi hati Manda tak percaya dengan ucapan Raffael.Tak bisa dibohongi. Wajah Raffael hari ini terlihat sangat tidak tenang. Seolah ada hal yang mengganggunya, tetapi tidak bisa ia utarakan. Selama bekerja dengannya, Manda tahu, tidak pernah Raffael punya jadwal untuk rapat malam hari. Jangankan malam, siang saja kalau bisa akan ia hindari. “Menurut Mama, apa ada hal buruk yang terjadi?” tanya Manda khawatir. “Hal buruk? Yang seperti apa maksudmu, Nak?”Manda mengangkat bahu. “Mungkin dia dapat ancaman dari orang tuanya? Atau malah dia diganggu Catherine Soreim itu? Atau apa? Aku sama sekali nggak bisa menebak.”Diana menghela napas panjang. Ia juga tak setuju putrinya dibiarkan dalam area buta seperti ini, tetapi ia yakin, menantunya itu pasti punya alasan. “Mama rasa, kamu harus jelaskan ke Raffa, Nak. Tidak ada untungnya ka
“Alana?” Raffael mengkonfirmasi nama orang yang dirujuk dalam ucapan Chin Han. “Yes, Raff. Dia dijadwalkan keluar jam 3 sore,” tambah Chin Han. “Kau sebaiknya bersiap. Aku yakin dia akan cari kamu, Raff.”Sekejap, penyesalan memenuhi hati Raffael. Baru kemarin ia mengumumkan pernikahannya dengan Manda. Bahkan wajah Manda terpampang di salah satu media cetak. Bukan hanya foto Manda, tetapi foto saat semua keluarga merayakan ulang tahunnya kemarin. Otaknya berpikir cepat dan berkata, “Han, tolong urus penarikan koran yang ada hubungannya sama berita kemarin.”“Ok!”Di Surabaya mungkin takkan terlalu banyak penerbit yang memberitakan kejadian itu, tetapi penerbit besar pasti mencetaknya. Tanpa peduli sambungan mereka sudah terputus atau belum, Raffael berbalik mencari Tiara. “Pak? Ada yang ketinggalan?” tanya Tiara saat berpapasan dengan Raffael di pintu ruang rapat. Wajah Raffael terlihat tegang. Ia kemudian me“Ra! Minta semua penerbit koran menarik lagi korannya.”“Ha?! Mana bis
‘RAFTEN, Memecat Sejumlah Artis dan Staf!’Adalah berita yang terpampang di halaman terdepan semua media yang beredar di ibukota. Dan setelah membaca setiap kolom berita, semua akan tahu apa yang sudah dilakukan mereka hingga pantas mendapatkan pemecatan.Kutipan Raffael pun tertuang di sana. ‘Penilaian ulang akan dilakukan. Sebagai seorang talent, RAFTEN tidak butuh mereka yang ahli dalam bidang akting tetapi nol dalam etika.’Kali ini, Manda juga tidak akan merasa kasihan lagi. Karena apa yang dilakukan sudah kelewat batas sebagai seorang manusia. Namun, karena ini juga, Diana dan Rowan jadi tahu apa yang terjadi pada putri mereka kemarin. “Astaga! Nggak perlu lah anggap kamu istri bos. Kita sama-sama manusia kenapa nggak bisa lebih lembut sedikit ya,” keluh Diana sambil memeluk Manda. “Jadi, ponselmu rusak, Nak?” tanya Rowan.Manda mengangguk, tetapi langsung menambahkan, “Raffa sudah belikan baru dan sudah atur semua sama seperti ponsel lamaku.”Rowan mengangguk. “Syukurlah, Ra
“Hon—”“Diam di dalam dulu. Aku mau ganti baju!” Setelah tenang, Manda mengunci Raffael di ruang rapat kecil, di dekat ruang kerjanya. Istri sang CEO itu memutuskan untuk tak peduli dengan apa yang sudah terjadi dan menyuruh Raffael berlatih menampilkan wajah terkejutnya saat nanti ia mendapatkan kejutan.“Baiklah ….” Raffael menyerah. Baginya yang terpenting saat ini Manda sudah terlihat lebih riang. Ia tak menyangka, istrinya bukan tipe wanita lemah yang bisa diinjak sembarangan. Padahal lawannya banyak dan ia kewalahan membuktikan statusnya sebagai istri sang CEO.‘Kurasa, aku harus membuat pengumuman dan memasang video pernikahanku segera. Supaya tidak ada kejadian seperti ini lagi,’ tekad Raffael dalam hatinya.Kemudian, diam-diam ia meminta Tiara membukakan pintu ruang rapat itu. Lebih baik ia segera mengurus para pembuat onar.“Pak, sebenarnya ada apa?” tanya Tiara. Ia berdiri di samping Raffael yang tengah menunggu lift. “Saya belum tahu cerita detailnya. Tapi saya sudah
Tak punya pilihan, Manda segera melayangkan tas besarnya ke arah satpam tersebut. Namun sayang, pintu lift sudah tertutup lagi.“Ibu ini! Malah mukul yang berwajib!”Satpam yang terkena pukulan pun langsung protes dan langsung mencengkram tangan Manda untuk memborgolnya. Namun, sebelum borgol itu menyentuh tangan Manda, suara Raffael menggelegar dari pintu lobi. Seperti biasa pagi tadi ia bangun dan menghubungi sang istri, tetapi tidak tersambung sama sekali. Takut terjadi sesuatu, Regan pun ia perintahkan untuk mencari tahu. Secepat kilat Raffael datang ke kantor karena mendapat bocoran dari Chang bahwa Manda pergi ke kantornya. Itu pun setelah Regan mengatakan bahwa ponsel majikan perempuan mereka tidak bisa dihubungi. Dan kondisi Manda yang tengah menghajar satpam kantor menjadi pemandangan pertama di mata Raffael. “Regan! Tangkap mereka semua!” bentak Raffael membuat semua orang yang ada di sana, termasuk mereka yang menonton ketakutan. Regan segera menggiring semua orang ke
“Ma, aku titip Bintang ya,” bisik Manda pada Diana yang masih setengah tidur. Diana mengangguk paham, kemudian melanjutkan tidurnya di kamar Manda, di rumah mereka yang ada di Jakarta. Bintang masih terlelap di dalam boks bayinya. “Aku pergi dulu.”Manda segera menutup pintu kamarnya dan bergegas keluar dari rumah menuju mobil. Chang dan Tara sudah berada di depan untuk mengantar. Sebelum pergi, Manda menjelaskan tugas mereka. “Chang, nanti tolong jagain Bintang dulu. Aku sama Tara ke RAFTEN, sekitar jam 8 atau 9 Tara jemput kalian.”“Siap, Madam!”Pagi masih belum penuh, tapi Manda harus segera menuju kantor Raffael karena ia sudah mengatur jadwal dengan Rara bahwa hari ini ia harus tiba di kantor pukul 7 pagi untuk mengatur berbagai hal. Berangkat pukul setengah 6 pun tak membuat Manda datang tepat waktu. Ia terlambat 5 menit. “Tara, kamu balik ke rumah ya,” perintah Manda. “Jemput Mama, Papa sama Bintang.”“Baik, Nyonya.”Sepeninggalan Tara, Manda pun berbalik untuk memasuki g
“Raffa, tunjukkan wajahmu sebentar saja!” Manda menyeret Raffael kembali ke meja makan di resort yang mereka sewa. Tentu saja, walau mereka bersenang-senang dengan pantai, Manda tidak lupa tugasnya mengingatkan Raffael jika ada rapat penting yang butuh kehadirannya. “Hanya satu ini lagi, Raffa,” bujuknya, melihat wajah cemberut sang suami. “Benar hanya satu ini lagi?” tanya Raffael mengerutkan dahi, seakan tak percaya. Manda mendengus. “Aku bukan kamu yang bilang sekali ini saja tapi bohong!”Mendengar itu Raffael tergelak. Ia akhirnya menurut dan duduk di depan laptop untuk mengikuti rapat. “Rapat harus selesai dalam 15 menit,” perintah Raffael tegas. “Beritahu saya apa saja masalah yang butuh penanganan!”Manda hanya bisa menggelengkan kepala, heran dengan CEO satu itu. Ia membiarkan Raffael dengan pekerjaannya dan menyusul Camelia yang tengah menikmati air laut di pinggiran pantai bersama dua anaknya. “Mau kerja dia?” tanya Camelia sambil terkekeh melihat adiknya tetap dipaks
“Astaga, Ra. Jadi, bos kamu kabur ini?” tanya Manda panik.Ia sedang menunggu Raffael keluar dari kamar mandinya pagi ini, ketika melihat pendar biru menyala lama dari layar ponsel sang suami.Ketika diintip, ternyata sekretarisnya yang menelepon. Takut ada hal penting, Manda menggunakan kebebasannya untuk mengusap layar ponsel ke atas. Menerima panggilan telepon itu. “Pak Raffael, apa Bapak sudah bangun? Saya sudah menunggu di lobi.”“Ra. Raffa lagi di Jogja. Apa kamu nggak diberitahu?”Spontan Manda mendengar suara seruan panik dari sang sekretaris. Hatinya merasa kasihan mendengar bahwa tidak seharusnya Raffael bisa meninggalkan kantor selama satu minggu ke depan. “Saya harus gimana, Bu Manda?” keluh Tiara dengan suara lemas. “Menurut kamu, ada pertemuan yang sangat penting sampai tidak bisa ditunda nggak?” Manda mencoba membantu sekretaris muda itu untuk mengejek jadwal si bos yang menyebalkan itu. ‘Kenapa juga aku bisa nikah sama dia. Tapi dulu dia nggak sesulit ini dihadapi.
“Hon?”Raffael menghubunginya via panggilan video karena pesannya tak dibalas oleh Manda. Ia terkekeh melihat wajah sang istri yang tengah tersipu malu. “Ah … aku jadi ingin pulang. Kau membuatku gemas.”Manda membuang muka. Ia kesal karena jadi lemah dengan semua kata-kata Raffael yang seperti itu. Setelah mengkondisikan wajahnya, Manda pun kembali menatap layar. “Kamu nggak bisa tarik keputusan kamu soal artis itu?” tanya Manda, berharap Raffael lebih manusiawi. Namun, Raffael menggeleng. “Nggak. Tapi aku sudah meminta salah satu sutradara menjadikannya pemeran utama film layar lebar. Kau nggak perlu khawatir. Aku menyerahkannya ke rumah produksi lain.”Manda terlihat lega mendengar kalau Raffael tidak memecatnya dan menjadikan wanita itu kehilangan pekerjaan. Sederhananya, ia hanya memindahkan artis itu ke perusahaan entertainment lain. “Kalau begitu, aku lebih tenang.”Bersamaan dengan itu, ketukan di pintu kamar Manda mengejutkan Bintang dan dirinya. Diana masuk perlahan dan