“Raffael! Kau—ugh! Benar-benar anak kurang ajar!” seru sang ayah sambil memegangi tengkuk lehernya. Seria panik melihat suaminya kesakitan. Ia segera menyuruh ART mengambilkan obat. “Easy, old man. Aku nggak mau disalahkan karena kau jatuh sakit nanti.” Raffael terkekeh geli. Camelia sendiri sudah menundukkan wajahnya. Frustasi dan juga berusaha menyembunyikan bibirnya yang tertarik dari ujung ke ujung, tak kuasa ia tahan.Bahkan Reinhart tak lagi menutupi fakta bahwa dirinya benar-benar tertawa. Bahunya sampai bergetar karenanya.Namun, anak kedua keluarga tersebut malah terlihat santai, seolah tidak melakukan hal buruk terhadap orangtuanya. Sejak sang ayah dulu menghukum Raffael dengan membuangnya ke luar negri tanpa satupun keluarga, anak bungsu itu tak lagi menaruh hormat pada kedua orang tuanya.“Jangan terlalu diambil hati, Dad. Sebaiknya kita mulai saja.” Reinhart mengusulkan. Seria mengangguk setuju. “Raffael, dengarkan Mom. Untuk rapat keluarga hari ini, Mom nggak akan p
Sementara Raffael berkutat membalas ocehan kakak perempuannya, Manda sibuk di dapur. Ia menenggelamkan pikirannya dengan membuat pancake.‘Apa hari ini aku boleh pulang ke rumah ya? Rasanya mau nangis.’ Manda menimbang-nimbang. Sekuat tenaga ia menahan air matanya saat mendengar rencana ibunda Raffael untuk acara ulang tahun. Sedikit banyak Manda sudah diberitahu oleh Camelia bahwa ibunya memang berencana menjodohkan Raffael dengan anak gadis dari keluarga Soreim. “Manda!” seru Raffael yang tiba-tiba keluar dari kamarnya. Suara riang itu membuatnya sedikit kesal. ‘Bisa-bisanya dia happy dan aku malah terpuruk begini,’ keluhnya.“Apa?” balas Manda, tak melepaskan pandangannya dari wajan yang sedang memanggang pancake.“Camelia mau belikan laptop baru buatmu. Hahaha!”Kali ini Manda penasaran. Ia segera memindahkan pancake yang sudah matang itu ke atas piring dan mematikan kompor. Dibawanya piring itu ke meja bar. Ia duduk berhadapan dengan Raffael. “Gimana ceritanya sampai bisa be
‘Aku cuma tameng. Nggak usah jatuh cinta segala. Nggak penting!’ rutuk Manda.Pada akhirnya, gadis malang itu memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Ia sudah memuaskan diri dengan tangisan sepanjang siang dan memasang hati baja untuk bisa melanjutkan tugasnya sebagai tameng. Ia berjalan menuju kamar Raffael sambil mengatur napasnya. Pintu kamar sang bos tak pernah ditutup, jadi ia bisa langsung masuk ke dalam.“Ya udah, ayo beli gaun!” ujar Manda tanpa basa-basi.Raffael tersenyum lebar, tetapi lengkungnya berbalik ke bawah saat melihat wajah Manda. Terutama mata sang kekasih.“Kau nangis?!” Raffael tertegun. Ia mengira Manda masuk ke kamar karena marah padanya dan bukan karena menangis. Ia mencoba menyentuh pipi gadis itu, tetapi tangannya ditepis. “Jam berapa mau jalan? Saya siap-siap dulu.” “Manda, Hon. Maaf aku membentakmu tadi, kamu nangis karena itu?”Manda mendengus. ‘Masih bisa pula drama manggil hon-hon-hon segala.’“Nggak usah peduliin itu!” tukasnya lagi. Ia kemudian m
“Ka—kaki!” pekik Raffael ketika ia mendengar Manda keluar dari ruang display.“Kaki kamu keliatan semua, Manda!” Pria itu mengoceh lagi. Raffael mendatangi Manda dengan wajah kesal dan membalik tubuh gadis yang mengenakan mini dress berglitter, warna silver. “Jangan pendek! Jangan terlalu rendah bagian dadanya!”Staf tersebut mengangguk-anggukkan kepala, seolah ia yang kena marah. Namun, Manda malah terkekek-kekeh mendengar Raffael mengoceh.Manda tak tahu dampak penampilannya barusan. Raffael jadi teringat lagi saat mereka bertemu pertama kali. Manda juga hari itu mengenakan gaun mini seperti tadi. Ia menutupi wajahnya. Frustasi. Bukan karena Manda tak mendengarkan batasan yang sudah ia tetapkan, tetapi karena ia tak bisa menyentuh Manda yang terlihat begitu memesona.‘Dia mau aku jalan dengan kaki mengangkang apa gimana?!’ gerutunya lemas.Sementara itu, Manda masih saja mencoba gaun ini dan itu. Karena memakan waktu cukup lama, Raffael akhirnya ikut masuk ke ruang tersebut.Ia me
“Di mana kau kemarin?”Raffael menatap Camelia dengan pandangan menegur. Pasalnya wanita itu masuk tanpa mengetuk pintu dan langsung bicara dengan nada menuduh.Dengan wajah malas ia menjawab, “Aku di kediamanku, Camelia Lou.”“Ha! Nggak perlu anak buah Reinhart mengintai kamu, aku bisa lihat di video call kemarin, tembok di belakangmu bukan seperti yang ada di apartment-mu, Raffa!”Raffael yang tengah mengetik di laptop kembali menghentikan gerakan jarinya. “Itu juga kediamanku. Memangnya kau saja yang punya banyak rumah? Apa yang kau ributkan sih, Camelia?”Camelia tertegun. “Kau beli properti baru?”“Tidak ada hubungannya denganmu, Camelia.” Raffael terdiam sesaat, kemudian ia memberikan perintah gila. “Regan keluarkan ibu CEO ini dari ruanganku.”“Apa kamu bilang?!” raung Camelia murka. Regan sebagai bodyguard yang bekerja untuk Raffael jelas mematuhi perintah itu. “Baik, Bos!”“Berani kamu—ah! Regan! Lepasin saya!” pekik Camelia, berusaha melepaskan diri dari pitingan Regan. “Ku
Raffael: Manda.Manda menatap layar ponselnya, membaca pesan Raffael dari notifikasi. Ia tak ingin membuka pesan dari pria itu kalau bukan urusan pekerjaan.“Apa pula, kirim pesan cuma manggil. Nggak jelas amat,” keluhnya sambil membalik tubuh di atas kasur.Sudah 4 hari ia pulang ke rumah orang tuanya. Raffael juga tiba-tiba mendapat permintaan untuk pergi dinas menemui Mahen. Jadi, Manda bisa bebas di kantor. Tak perlu menghadapi sang presiden direktur. Baru saja ia akan bangun dan bersiap ke kantor, ponselnya bergetar panjang. Ia melirik untuk melihat siapa yang menghubunginya sepagi ini, dan mengeluh karena nama yang muncul di sana adalah atasannya. Presdir Raffael Indradjaya. “Jiah! Nelpon pula! Apa ada masalah sama kerjaan ya? Apa dia perlu sesuatu?” Bimbang, Manda mau tak mau menerima panggilan itu. “Selamat pagi, Pak!” sapa Manda sopan.“Hon—”Tut … tut … tut ….Manda langsung menutup teleponnya. Jelas sekali bukan pekerjaan yang akan jadi topik pembicaraan mereka.Dengan
Hari Sabtu tiba.Sejak kemarin sore Raffael sudah mengirim pesan pada Manda bahwa Tara akan menjemput hari Sabtu sekitar pukul 5 sore. Setelah itu Raffael tak bisa dihubungi lagi karena ia dalam perjalanan pulang dari dinas.Manda sudah mencoba sejak semalam untuk membuat Raffael tidak membawanya ke pesta, tapi Raffael tidak menggubrisnya.Padahal ia sudah mengalah dan kembali ke apartemen sejak Jumat sore kemarin, demi mencoba meluluhkan hati sang presdir. Malah pria itu tak pulang karena Mahen menahannya di Amerika.“Gimana ini … sudah jam 1 siang. Aku masih belum bisa gagalin rencana Raffael,” gerutu Manda panik.Tiba
“Sial! Ada apa ini?!”Raffael bermaksud menjemput Manda, tetapi ketika tiba di depan kamar dan membunyikan bel berkali-kali, Manda tak kunjung membukakan pintu. Bahkan Regan menghilang tiba-tiba dan tak memberikan laporan. Ia sudah meminta bagian resepsionis untuk membawakan kunci lain kamar tersebut. “Bos.”“Chang! Apa kau menemukan Regan?”Pria kurus bermata sipit itu mengangguk. “Dia kena racun. Saya sudah menyuruh orang untuk membawanya ke rumah sakit.”“Lalu, Manda?”“Saya lihat Nona Manda sudah ada di ballroom, Bos. Bersama Nona Camelia.”Tak menunggu lama, Raffael bergegas menuju ballroom. Setibanya di sana, ia mencoba mencari Camelia di area makan keluarga. Anehnya, ia hanya melihat Camelia. Tidak ada Manda di dekatnya atau di sekitar ruangan itu.Ponselnya tiba-tiba bergetar. Panggilan masuk dari Regan, akhirnya. “Regan!”“Bos, Saya dan Chang kena jebakan. Sepertinya ada yang berniat menghentikan Nona datang ke pesta hari ini.”Raffael tertegun. “Chang?! Tapi tadi—” Ia k
“Belum juga keluar suamimu, Nda?” tanya Diana. Manda menggeleng. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir. Suaminya itu hanya mengatakan ia ada rapat malam, tetapi hati Manda tak percaya dengan ucapan Raffael.Tak bisa dibohongi. Wajah Raffael hari ini terlihat sangat tidak tenang. Seolah ada hal yang mengganggunya, tetapi tidak bisa ia utarakan. Selama bekerja dengannya, Manda tahu, tidak pernah Raffael punya jadwal untuk rapat malam hari. Jangankan malam, siang saja kalau bisa akan ia hindari. “Menurut Mama, apa ada hal buruk yang terjadi?” tanya Manda khawatir. “Hal buruk? Yang seperti apa maksudmu, Nak?”Manda mengangkat bahu. “Mungkin dia dapat ancaman dari orang tuanya? Atau malah dia diganggu Catherine Soreim itu? Atau apa? Aku sama sekali nggak bisa menebak.”Diana menghela napas panjang. Ia juga tak setuju putrinya dibiarkan dalam area buta seperti ini, tetapi ia yakin, menantunya itu pasti punya alasan. “Mama rasa, kamu harus jelaskan ke Raffa, Nak. Tidak ada untungnya ka
“Alana?” Raffael mengkonfirmasi nama orang yang dirujuk dalam ucapan Chin Han. “Yes, Raff. Dia dijadwalkan keluar jam 3 sore,” tambah Chin Han. “Kau sebaiknya bersiap. Aku yakin dia akan cari kamu, Raff.”Sekejap, penyesalan memenuhi hati Raffael. Baru kemarin ia mengumumkan pernikahannya dengan Manda. Bahkan wajah Manda terpampang di salah satu media cetak. Bukan hanya foto Manda, tetapi foto saat semua keluarga merayakan ulang tahunnya kemarin. Otaknya berpikir cepat dan berkata, “Han, tolong urus penarikan koran yang ada hubungannya sama berita kemarin.”“Ok!”Di Surabaya mungkin takkan terlalu banyak penerbit yang memberitakan kejadian itu, tetapi penerbit besar pasti mencetaknya. Tanpa peduli sambungan mereka sudah terputus atau belum, Raffael berbalik mencari Tiara. “Pak? Ada yang ketinggalan?” tanya Tiara saat berpapasan dengan Raffael di pintu ruang rapat. Wajah Raffael terlihat tegang. Ia kemudian me“Ra! Minta semua penerbit koran menarik lagi korannya.”“Ha?! Mana bis
‘RAFTEN, Memecat Sejumlah Artis dan Staf!’Adalah berita yang terpampang di halaman terdepan semua media yang beredar di ibukota. Dan setelah membaca setiap kolom berita, semua akan tahu apa yang sudah dilakukan mereka hingga pantas mendapatkan pemecatan.Kutipan Raffael pun tertuang di sana. ‘Penilaian ulang akan dilakukan. Sebagai seorang talent, RAFTEN tidak butuh mereka yang ahli dalam bidang akting tetapi nol dalam etika.’Kali ini, Manda juga tidak akan merasa kasihan lagi. Karena apa yang dilakukan sudah kelewat batas sebagai seorang manusia. Namun, karena ini juga, Diana dan Rowan jadi tahu apa yang terjadi pada putri mereka kemarin. “Astaga! Nggak perlu lah anggap kamu istri bos. Kita sama-sama manusia kenapa nggak bisa lebih lembut sedikit ya,” keluh Diana sambil memeluk Manda. “Jadi, ponselmu rusak, Nak?” tanya Rowan.Manda mengangguk, tetapi langsung menambahkan, “Raffa sudah belikan baru dan sudah atur semua sama seperti ponsel lamaku.”Rowan mengangguk. “Syukurlah, Ra
“Hon—”“Diam di dalam dulu. Aku mau ganti baju!” Setelah tenang, Manda mengunci Raffael di ruang rapat kecil, di dekat ruang kerjanya. Istri sang CEO itu memutuskan untuk tak peduli dengan apa yang sudah terjadi dan menyuruh Raffael berlatih menampilkan wajah terkejutnya saat nanti ia mendapatkan kejutan.“Baiklah ….” Raffael menyerah. Baginya yang terpenting saat ini Manda sudah terlihat lebih riang. Ia tak menyangka, istrinya bukan tipe wanita lemah yang bisa diinjak sembarangan. Padahal lawannya banyak dan ia kewalahan membuktikan statusnya sebagai istri sang CEO.‘Kurasa, aku harus membuat pengumuman dan memasang video pernikahanku segera. Supaya tidak ada kejadian seperti ini lagi,’ tekad Raffael dalam hatinya.Kemudian, diam-diam ia meminta Tiara membukakan pintu ruang rapat itu. Lebih baik ia segera mengurus para pembuat onar.“Pak, sebenarnya ada apa?” tanya Tiara. Ia berdiri di samping Raffael yang tengah menunggu lift. “Saya belum tahu cerita detailnya. Tapi saya sudah
Tak punya pilihan, Manda segera melayangkan tas besarnya ke arah satpam tersebut. Namun sayang, pintu lift sudah tertutup lagi.“Ibu ini! Malah mukul yang berwajib!”Satpam yang terkena pukulan pun langsung protes dan langsung mencengkram tangan Manda untuk memborgolnya. Namun, sebelum borgol itu menyentuh tangan Manda, suara Raffael menggelegar dari pintu lobi. Seperti biasa pagi tadi ia bangun dan menghubungi sang istri, tetapi tidak tersambung sama sekali. Takut terjadi sesuatu, Regan pun ia perintahkan untuk mencari tahu. Secepat kilat Raffael datang ke kantor karena mendapat bocoran dari Chang bahwa Manda pergi ke kantornya. Itu pun setelah Regan mengatakan bahwa ponsel majikan perempuan mereka tidak bisa dihubungi. Dan kondisi Manda yang tengah menghajar satpam kantor menjadi pemandangan pertama di mata Raffael. “Regan! Tangkap mereka semua!” bentak Raffael membuat semua orang yang ada di sana, termasuk mereka yang menonton ketakutan. Regan segera menggiring semua orang ke
“Ma, aku titip Bintang ya,” bisik Manda pada Diana yang masih setengah tidur. Diana mengangguk paham, kemudian melanjutkan tidurnya di kamar Manda, di rumah mereka yang ada di Jakarta. Bintang masih terlelap di dalam boks bayinya. “Aku pergi dulu.”Manda segera menutup pintu kamarnya dan bergegas keluar dari rumah menuju mobil. Chang dan Tara sudah berada di depan untuk mengantar. Sebelum pergi, Manda menjelaskan tugas mereka. “Chang, nanti tolong jagain Bintang dulu. Aku sama Tara ke RAFTEN, sekitar jam 8 atau 9 Tara jemput kalian.”“Siap, Madam!”Pagi masih belum penuh, tapi Manda harus segera menuju kantor Raffael karena ia sudah mengatur jadwal dengan Rara bahwa hari ini ia harus tiba di kantor pukul 7 pagi untuk mengatur berbagai hal. Berangkat pukul setengah 6 pun tak membuat Manda datang tepat waktu. Ia terlambat 5 menit. “Tara, kamu balik ke rumah ya,” perintah Manda. “Jemput Mama, Papa sama Bintang.”“Baik, Nyonya.”Sepeninggalan Tara, Manda pun berbalik untuk memasuki g
“Raffa, tunjukkan wajahmu sebentar saja!” Manda menyeret Raffael kembali ke meja makan di resort yang mereka sewa. Tentu saja, walau mereka bersenang-senang dengan pantai, Manda tidak lupa tugasnya mengingatkan Raffael jika ada rapat penting yang butuh kehadirannya. “Hanya satu ini lagi, Raffa,” bujuknya, melihat wajah cemberut sang suami. “Benar hanya satu ini lagi?” tanya Raffael mengerutkan dahi, seakan tak percaya. Manda mendengus. “Aku bukan kamu yang bilang sekali ini saja tapi bohong!”Mendengar itu Raffael tergelak. Ia akhirnya menurut dan duduk di depan laptop untuk mengikuti rapat. “Rapat harus selesai dalam 15 menit,” perintah Raffael tegas. “Beritahu saya apa saja masalah yang butuh penanganan!”Manda hanya bisa menggelengkan kepala, heran dengan CEO satu itu. Ia membiarkan Raffael dengan pekerjaannya dan menyusul Camelia yang tengah menikmati air laut di pinggiran pantai bersama dua anaknya. “Mau kerja dia?” tanya Camelia sambil terkekeh melihat adiknya tetap dipaks
“Astaga, Ra. Jadi, bos kamu kabur ini?” tanya Manda panik.Ia sedang menunggu Raffael keluar dari kamar mandinya pagi ini, ketika melihat pendar biru menyala lama dari layar ponsel sang suami.Ketika diintip, ternyata sekretarisnya yang menelepon. Takut ada hal penting, Manda menggunakan kebebasannya untuk mengusap layar ponsel ke atas. Menerima panggilan telepon itu. “Pak Raffael, apa Bapak sudah bangun? Saya sudah menunggu di lobi.”“Ra. Raffa lagi di Jogja. Apa kamu nggak diberitahu?”Spontan Manda mendengar suara seruan panik dari sang sekretaris. Hatinya merasa kasihan mendengar bahwa tidak seharusnya Raffael bisa meninggalkan kantor selama satu minggu ke depan. “Saya harus gimana, Bu Manda?” keluh Tiara dengan suara lemas. “Menurut kamu, ada pertemuan yang sangat penting sampai tidak bisa ditunda nggak?” Manda mencoba membantu sekretaris muda itu untuk mengejek jadwal si bos yang menyebalkan itu. ‘Kenapa juga aku bisa nikah sama dia. Tapi dulu dia nggak sesulit ini dihadapi.
“Hon?”Raffael menghubunginya via panggilan video karena pesannya tak dibalas oleh Manda. Ia terkekeh melihat wajah sang istri yang tengah tersipu malu. “Ah … aku jadi ingin pulang. Kau membuatku gemas.”Manda membuang muka. Ia kesal karena jadi lemah dengan semua kata-kata Raffael yang seperti itu. Setelah mengkondisikan wajahnya, Manda pun kembali menatap layar. “Kamu nggak bisa tarik keputusan kamu soal artis itu?” tanya Manda, berharap Raffael lebih manusiawi. Namun, Raffael menggeleng. “Nggak. Tapi aku sudah meminta salah satu sutradara menjadikannya pemeran utama film layar lebar. Kau nggak perlu khawatir. Aku menyerahkannya ke rumah produksi lain.”Manda terlihat lega mendengar kalau Raffael tidak memecatnya dan menjadikan wanita itu kehilangan pekerjaan. Sederhananya, ia hanya memindahkan artis itu ke perusahaan entertainment lain. “Kalau begitu, aku lebih tenang.”Bersamaan dengan itu, ketukan di pintu kamar Manda mengejutkan Bintang dan dirinya. Diana masuk perlahan dan