“Ugh!”Manda terbangun dengan sakit yang menusuk di kepala. Ia tertegun sesaat, merasa deja vu dengan keadaan serupa yang pernah ia alami. Sontak ia mengangkat tubuhnya dengan panik. Namun hal itu semakin membuat kepalanya sakit. Sekujur tubuhnya juga terasa nyeri.“Manda, jangan banyak bergerak dulu.” Mendengar suara Raffael, Manda menoleh cepat. “Pak Raffa?”Pria itu mendengus sambil tersenyum. “Denda Rp 100 ribu,” ledeknya, kemudian menarik tubuh Manda untuk kembali merebahkan diri. “Tidur saja dulu. Kalau sudah sampai kukabari.”Manda terdiam. Ia baru sadar kalau mereka berada di dalam mobil. “Ada apa tadi?” tanya Manda, membiarkan sang atasan menyisir rambutnya perlahan.Sejujurnya Manda ingin menyuruhnya berhenti menyentuh rambutnya. Bukan karena tak suka, tetapi karena setiap sentuhannya menggelitik sekujur tubuh. ‘Tapi malas debat. Pasti ada aja alesannya.’ Manda sudah bisa menebak jalan pikiran atasannya itu.Raffael tersenyum canggung menanggapi pertanyaan Manda tadi. “
“Manda, selama Regan mengumpulkan informasi, kamu akan tinggal di sini.”Raffael memutuskan, setelah ia dan Manda berada di dalam apartemennya.Manda kembali panik. ‘Alasan apa lagi yang bakal kupakai? Kalau kelamaan, mama papa pasti khawatir.’ “Jangan! Saya pulang saja, Pak,” pinta Manda. “Saya nggak mau bikin mama papa bertanya-tanya dan malah khawatir.” Ia juga menanyakan, “Dan siapa sebenarnya Regan ini? Saya nggak pernah tahu nama itu.”Raffael mengusap kepala Manda. Kali ini ia seperti memperlakukan Manda bagai anak kecil yang masih belum bisa lepas dari pengawasan orang tuanya. Tidak seperti Raffael yang memaksa bebas dari keluarga.“Aku baru hari ini menyuruh Regan menjagamu.” Raffael menjelaskan dengan sabar. “Soal orangtuamu, aku bisa memberitahu mereka, Manda. Jangan khawatir.”“Tapi, Pak—”“Manda.” Raffael menghentikan perdebatan mereka. Kemudian ia melanjutkan, “Kamu bilang selama ini kamu nggak pernah dapat pengalaman seperti tadi. Kesimpulanku cuma satu, ada yang ing
“Ah … aku nggak mau pakai jubah mandi doang!” gerutu Manda.Ia membuka ulang setiap partisi lemari itu dan kini merambah setiap laci. Dasi, pin, kaos kaki, dasi kupu-kupu. “Dan … kaos … dalam?!” pekik Manda dengan suara tertahan. Pada akhirnya ia hanya menemukan kaos putih yang seharusnya dipakai sebagai dalaman. Ia menggerutu lagi. “Kenapa juga tadi aku membuat bra-ku basah?!” Untungnya, celana dalaman tidak kena air. Jadi, masih bisa dikenakan.‘Nggak mungkin aku keluar pakai kaos dalam putih tanpa bra. Bisa-bisa dia pikir aku sedang menggodanya.’ Manda menggelengkan kepala kuat-kuat, mencoba menghapus bayangannya.Kemudian, ia memutuskan untuk mencoba terlebih dahulu dengan harapan kaos itu sedikit tebal dan bisa menutupi bagian yang gelap.“Ha! Nggak bisa. Keliatan banget dua itu …,” keluh Manda sambil melangkah menuju salah satu lemari pakaian. Gadis itu ingat ada kemeja hitam yang mungkin bisa menutupi tubuhnya. Pikirnya, “Kurangkap saja nanti.”Karena sedang sibuk di ruang
“Ah … Raffa baby, kenapa kamu jadi dingin say—”Kalimat Sofia terhenti, ketika netranya menemukan perempuan lain berada di apartemen itu. Manda pun ikut terdiam. Tenggorokannya tercekat. What the …! Dia punya kekasih secantik itu dan masih saja menjahiliku?!’“Aa … inikah alasanmu, hm?” goda si wanita, semakin erat merangkul pinggang Raffael.Manda tak tahu harus memperkenalkan diri sebagai apa. Dan karena Raffael juga tak terlihat akan memperkenalkan mereka, ia hanya menganggukkan kepalanya saja ke arah Sofia.Raffael terlihat tenang, dengan senyum manisnya. Namun, nada mengancam terselip saat ia menyebut nama wanita itu lagi. “Sofia.”Spontan Sofia melepaskan pelukannya dan mengikuti Regan. “Fi~ne! aku ke kamar dulu, My Dear Raffa!” Sepeninggalan Sofia, ia pun menghela napas panjang, seolah lelah menghadapi tingkah wanita tadi. Dahi Manda berkerut. ‘Apa mereka mantan kekasih? Lalu kenapa perempuan itu ke sini?’“Abaikan saja dia, Manda,” ujar Raffael yang sudah kembali duduk di h
‘Ha?! Boyfriend shirt?!’Spontan Manda berbalik dan menatap Raffael dengan pandangan menyalak. “Inget umur, Pak. Apanya boyfriend shirt?!”Bukannya marah, Raffael malah tergelak. “Jadi, kamu belum tidur, Honey?”Manda bergidik mendengar panggilan itu lagi. Ia masih belum terbiasa dengan sebutan manis dari Raffael.Alih-alih merespon pertanyaan yang tak perlu dijawab itu, Manda mengalihkan topik. “Kenapa Bapak di sini? Bukannya Bapak tidur sama perempuan tadi?”Manda terdiam. Setelah pertanyaan itu keluar dari mulutnya, ia merasa lebih seperti kekasih yang sedang cemburu, ketimbang mencari tahu sebagai seorang sekretaris. Dan reaksi Raffael yang malah terlihat senang itu, tak membantu sama sekali. “Lupain pertanyaan saya, Pak. Saya tidur di luar saja, kalau memang bapak mau di sini.”Raffael menatap Manda yang turun dari tempat tidur dengan membawa bantal. Ia membiarkan sekretarisnya berjalan hingga ke pintu.Sebelum Manda sempat meraih gagang pintu, Raffael berkata, “Di luar ada Reg
Sementara Raffael membereskan mereka yang berani menyentuh Manda, gadis itu kini terbangun tengah malam karena wangi parfum yang merebak. Pikiran pertamanya adalah hantu. Pasalnya, saat tertidur tadi ia tidak mencium wangi seperti ini, baik di dalam ruang kamar maupun dari tubuh Raffael.‘Mati aku! Apa ada setannya ini kamar. Kenapa tiba-tiba wangi banget.’ Manda ketakutan. Ia memutuskan untuk membangunkan Raffael, tetapi malah dibuat terkejut melihat siapa yang ada di sebelahnya. “Argh!” pekik Manda, panik. Ia menarik selimutnya sampai menutupi kepala. Tetapi orang itu malah tertawa. Dan dari suaranya, Manda sadar kalau itu suara wanita. Manda menurunkan selimutnya sedikit kemudian bertanya, “Kenapa Anda di sini? Dan apa yang terjadi dengan baju Anda?”Alih-alih menjawab, wanita itu malah balik bertanya, “Aku Sofia. Kau siapa?”Karena sudah terbukti kalau bukan hantu, Manda pun segera menyingkirkan selimut yang menutupi wajahnya. “Saya Manda. Sekretaris Pak Raffael.”“Mh-hm. Aku
“Regan. Untuk sementara kasus ini selesai. Kau bisa kembali ke tugas seperti biasa.”Raffael menyudahi tugasnya mendampingi Manda. Selama ini, Regan bertugas sebagai bodyguard bayangannya.“Got it, Bos.”Pria penjaga itu berbalik dan segera menghilang kembali ke posisinya. Sementara itu, Raffael membuka pintu dan masuk kembali ke apartemennya. Ia melepas jaket hitam dan juga kemeja sebelum membuka pintu kamar. Adegan kejar-kejaran dengan dalang utama percobaan penculikan Manda tadi membuatnya berkeringat cukup banyak. Ia ingin segera mandi dan merebahkan diri di atas kasurnya yang nyaman.Namun, aroma parfum menyengat hidungnya. Membuat Raffael kembali waspada. Sadar kalau Sofia kemungkinan ada di kamar utama, langsung menggerakkan tangannya mendorong gagang pintu. Raffael sudah akan menegur Sofia kalau benar wanita itu mengganggu Manda, tetapi ia malah dibuat tertegun melihat adegan di depan matanya. “Apa cerita di balik pemandangan ini, Sofia?” bisik Raffael sambil menepuk pela
“Oi! Kau dengar aku nggak?!” pekik Yuike. Gadis itu tengah menceritakan ini dan itu di hadapan Manda, tetapi sepertinya tidak ada satu katapun didengar oleh yang bersangkutan. Karena belum siap untuk pulang ke rumahnya, Manda memutuskan untuk menemui Yuike di Pear Garden lagi. Kejadian pagi ini membuat emosinya meluap, tetapi yang bisa ia lakukan hanyalah protes kalau Raffael akan membayar mahal untuk kecupan panas tadi.Dan seperti biasa, Raffael dengan tenang mengatakan akan membayarnya. Bahkan berjanji akan memberi DP untuk beberapa kecupan yang belum mereka lakukan.“A–apa?” tanya Manda sambil mengerjapkan mata. Ia terlalu panik memikirkan bagaimana ia bisa lepas dari semua perasaan yang tak menguntungkannya ini, hingga tak mendengar sahabatnya bicara.“Cih! Kubilang minggu depan aku akan menikah.”Spontan netra Manda membeliak mendengar berita sahabat yang menjomblo dari lahir itu menyudahi status nahasnya. “Benarkah?”“Boong lah! Kau ini!” tukas Yuike kesal. Bibir Manda sp
“Saya—”Ting! Tong!Manda tercekat. Tatapannya beralih pada pintu kamar. Seseorang sepertinya mencari Raffael. “Abaikan saja, Manda.” Raffael menyentuh pipi Manda dan membawa pandangan gadis itu untuk kembali menatapnya. Kemudian ia meremas lembut tangan Manda seraya berkata, “Jadi, apa berarti kau … juga jatuh cinta padaku?”“Saya—”Ting! Tong!Raffael mengepalkan tangan, kesal dengan interupsi dari siapapun yang sedang berdiri di depan kamarnya. “Saya lihat dulu, Pak.”Kecewa dan frustasi, Raffael melepaskan genggaman tangan mereka. Sambil mengeringkan air mata yang sedikit membasahi wajahnya, Manda turun dari tempat tidur. Kemudian, mengecek siapa tamunya lewat lubang pintu dan terkejut karena Belinda ada di sana. “Mbak Belinda, ada apa?” tanya Manda setelah pintu terbuka. “Ah … maaf, Mbak Manda. Saya tadi sudah mau pulang, tapi resepsionis bilang mereka sudah ke kamar Mbak Manda untuk memberikan kunci tapi nggak ada siapa-siapa di dekat kamar.”Sekretaris milik CEO Han itu m
Deretan pertanyaan Manda membuat Raffael tertegun. Ia tahu, sekeras apapun ia menolak pertunangannya dengan Catherine, bukan berarti hubungan itu jadi tidak ada. “Yeah. Kau benar soal pertunanganku dengan Catherine, Manda.” Raffael menjawab perlahan semua ucapan sekretarisnya. “Aku berniat membatalkan itu.”Manda tertegun. Ia tak tahu apa makna di balik jawaban Raffael. Apakah ia setuju untuk menyudahi kontrak atau mereka tetap harus berpura-pura menjadi sepasang kekasih dan menunjukkan pada keluarga dan juga pihak Soreim?Untuk menghindari kesalahpahaman, Manda pun bertanya, “Jadi, apakah kita bisa sudahi kontrak ini, Pak?”Raffael menggeleng. “Tidak.”Manda terlihat lesu. Ia pikir ia tak perlu menyusahkan sang ayah soal biaya untuk vas antik yang pecah itu, kalau sang atasan setuju menganggap kontrak itu tak ada.Namun, kalau Raffael tak menyudahi kontrak, hal yang bisa dilakukan Manda adalah memaksanya dengan perjanjian untuk membayar utang. “Pak, sebenarnya saya membahas ini ka
Elena: Manda, sudah mau jam 5. Kita lanjut besok.Manda mengerjapkan mata. Ia terlalu fokus bekerja dan tak memperhatikan waktu berlalu cepat.“Astaga! Udah jam 5!” serunya sambil merenggangkan badan yang kaku karena sejak tadi duduk di depan laptop.Ia memutuskan untuk memesan makanan. Dan sementara menunggu ia memilih untuk menyegarkan tubuh dengan mandi. Namun, bel pintu kamarnya malah ditekan oleh seseorang tepat ketika ia hendak memasuki kamar mandi. “Hm? Nggak mungkin kan makanannya datang secepat itu?”Dipakainya lagi baju yang sudah ia tanggalkan dan melangkah menuju pintu. Ia menutup satu matanya untuk melihat dari lubang itu, siapa yang ada di depan kamarnya.“Hm? Pak Damian bukan sih itu?” gumam Manda sedikit ragu. Pasalnya ia tidak tahu kalau atasannya juga punya jadwal bertemu dengan CEO D&D Jewelry. Dengan cepat Manda membuka pintu dan ia terkejut. Tidak hanya ada Damian di sana. Selain Raffael yang berdiri sambil berpegangan dengan Damian, ada 1 orang yang tak perna
“Diam di kamar ini, Manda. Jangan ke mana-mana.” Raffael mengedipkan mata sebelum ia akhirnya keluar dari kamar. Manda pun hanya bisa menghela napas panjang. Lelah dengan kelakuan sang bos. “Ha! Jangan kira aku akan menurut saja,” gumam Manda.Ia menunggu beberapa saat kemudian menarik lepas kunci dari slot listrik dan keluar dari kamar. Gadis itu berencana memesan kamar lain. ‘Kalau cuma 2 juta aku bisa pakai duit sendiri lah! Lagian aku bakal coba minta ganti ke kantor.’Manda berdiri di depan pintu lift, menunggu benda itu terbuka. Ia harus kembali ke resepsionis dan memesan kamar. Namun, ketika lift terbuka, Belinda muncul dengan wajah sedikit panik. Begitu melihat Manda, ia langsung terlihat lega. “Oh God! Syukurlah Anda keluar, Mbak Manda. Saya kepikiran kalau-kalau Anda butuh kamar lain.”Manda terkejut tetapi bersyukur. “Astaga! Iya benar, Mbak Belinda. Saya baru mau ke resepsionis untuk pesan kamar, karena saya nggak tahu cari Mbak di mana.”Belinda meraih tangan Manda dan
Ha! Ha! Ha!Raffael benar-benar tergelak mendengar tebakan Manda. “Benar, sih. Kita sedang dalam pelarian, tapi bukan karena utang.”Bibir bawah Manda ditekannya keluar. “Dulu kan Bapak sering bikin saya ngutang, saya pikir Bapak nggak punya duit mungkin,” ejeknya.“Manda, stop bikin lelucon,” rintihnya sembari memegangi perut. “Aku lelah tertawa.”Sang sekretaris hanya berdecak kesal. “Ish! Terus apa alasannya kita sampai buru-buru?”“Soreim.” Raffael mengatur napas setelah kelelahan tertawa. Dahi Manda berkerut tak mengerti kenapa sang atasan menyebut nama keluarga calon mertuanya. “Soreim? Kenapa?”“Mereka membuntutiku.” Raffael menjawab seraya mengecek kelengkapan Manda sebelum pesawat lepas landas. “Aku minta rekan bisnisku di Surabaya untuk mengirimkan undangan untukku, jadi aku bisa pergi dari Jakarta.”Rahang Manda seolah jatuh mendengar kenyataan itu. “Jadi, ini nggak benar-benar dinas?”Raffael memamerkan cengiran polosnya, seolah tak ada yang salah dengan ‘dinas pura-pura
“Ngomong-ngomong, Pak, kenapa tiba-tiba ada jadwal perjalanan dinas?” tanya Manda dengan nada heran. “Nggak ada yang kontak saya minta ketemu Pak Raffael.”Raffael tersenyum penuh kebanggaan. Ia mengeluarkan secarik kertas dari kantong yang ada di belakang jok depan mobil. “Ini.”Manda menerima surat dengan kop surat milik perusahaan cabang Surabaya. “Cabang Surabaya? Mereka datang ke Jakarta kan, Pak? Kok mereka nggak kasih tahu Bu Elena atau saya?”Namun, Raffael menggeleng. “No. Kita ke Surabaya, Manda.”“Ha?!” Manda mulai protes. “Tapi Pak, saya nggak bawa baju kalau harus ke luar kota.”“Kau bisa pakai bajuku, Manda,” ujar Raffael sambil mengedipkan satu matanya. Manik mata Manda berputar, tak habis pikir dengan sifat kekanakan atasannya yang selalu muncul kalau mereka sedang berdua. “Ya, ya.”Raffael baru saja berniat memejamkan mata, tetapi Manda masih melontarkan pertanyaan. “Tapi Pak, Bapak kan harus pidato!”“Biar saja mereka cari pengganti saya. Saya sudah kasih tahu Cam
“Semangat! Ria, Ci Melly!” seru Manda di depan pintu lobi. Setelah fokus persiapan acara pameran marketing selama dua minggu, akhirnya hari H tiba. Ria dan Melly yang akan mengurus kedatangan para pemegang saham dan komisaris Djaya tambang. Raffael juga akan hadir untuk memberikan sepatah dua patah kata dalam acara itu. “Enaknya kalian! Kantor sepi bisa makan cemilan!” seru Ria, memasang wajah pura-pura cemberut. Elena mendengus geli. “Nggak sepi juga kamu terus aja ngemil, Ria.”Mereka tertawa bersamaan. Setelah itu, mau tak mau mereka harus berpisah. Mengerjakan tugas masing-masing. “Oke. Kerjaanmu gimana Manda?” tanya Elena sambil merenggangkan tubuhnya. Mereka sama-sama berbalik ke dalam kantor, menuju ruang kerja. “Saya tinggal nunggu respon para pemegang saham, Bu. Soal kedatangan mereka di rapat.”Elena mengangguk tenang. “Saya baru dapat agenda rapat pemegang saham luar biasa kali ini.”“Soal apa memang bu? Kemarin padahal baru rapat pemegang saham kan.”Elena kemudian m
Hari Senin. Sampai detik ini, Manda dan Diana belum membahas soal pembatalan kontrak pada Rowan. Manda berniat untuk membahasnya dulu dengan Raffael. Kalau memang presdirnya itu mau menunggu sampai sang ayah mendapatkan pinjaman, barulah ia membahasnya dengan Rowan.Namun, kenyataan sepertinya tak berniat mendukung. Pagi ini Elena sudah langsung mengajak rapat dengan wajah seriusnya.“Kita mesti bagi tugas,” ujar Elena membuka rapat. Ketiga anak buahnya mengangguk paham. Bahkan Manda sudah lupa masalah hatinya. Kalau Elena sudah terlihat serius, jelas beban pekerjaan tak akan mudah.Kemudian, kepala sekretaris itu beralih pandang pada Manda. “Saya juga sudah bilang sama Pak Raffael untuk pinjam kamu bantuin salah satu kegiatan kantor.”“Baik, Bu.”Mendengar nama bos-nya, hati Manda seperti diremas perih. Namun, ia berusaha fokus pada tugasnya. Jangan sampai ia dianggap mencampur urusan pribadi dengan pekerjaan.Untungnya, sejak kemarin ia memberitahu Elena mengenai hubungannya deng
“Iya, Bu. Saya tidak bisa menolak permintaan Pak Raffael juga untuk hari ini.”Manda menjelaskan posisinya. Ia tidak mau orang mengira dirinya mengambil kesempatan untuk menjadi dekat dengan sang presdir.“Orang tuamu tahu?” Camelia bertanya lagi. “Mereka tahunya saya harus menjadi kekasih pura-pura sebagai bantuan. Bantuan untuk ganti rugi vas itu. Kalau saya bicara dari awal, saya nggak mungkin kasih tahu mereka soal malam itu.”Camelia semakin pusing dibuatnya. Ia menyandarkan kepala di punggung jok mobil dan menghela napas panjang. “Lalu, apa kau mencintai Raffael sekarang?”Deg!Jantung Manda seperti jatuh ke perut. Ia tidak menyangka bahwa sang CEO akan menanyakan itu. “Aku perempuan, Manda. Kalau aku ada di posisimu, yang setiap hari dimanja pria setampan Raffael, aku mungkin luluh.”Manda meringis. “Well, nggak semua begitu, Bu. Saya nggak memiliki perasaan seperti itu pada Pak Raffael. Saya tahu batasan saya.”Camelia menatap Manda, seolah mencari kebenaran atas pernyataan