Secepat Tara melajukan mobilnya, tetap saja mereka tiba di sana setelah setengah pertemuan berlangsung. Sepanjang jalan, Manda hanya bisa berdoa agar Seria tidak menyakiti keluarganya. Raffael pun tak bicara apapun selain memeluk Manda. Karena tak ada yang bisa ia katakan. Seria adalah wanita yang mampu melakukan banyak hal tanpa jejak. ‘Kuharap dia nggak menggila, walau sudah kuperingatkan soal aku yang melepas nama keluarga,’ batin Raffael. Dan ketika mereka tiba di sana, Raffael yang sudah berniat akan langsung menyeret ibunya pulang, malah tertegun melihat harmonisasi kedua pihak orang tua mereka. Bahkan Adam ada di sana. “Oh? Kau menyusul Mom?” sapa Seria dengan wajah super manis. “Kemarilah. Katanya mereka belum tahu kau akan menikahi anak gadisnya, hm?”“Kau mempermalukan kami, Raffael.” Kalimat yang keluar dari mulut Adam in benar-benar lembut dan penuh pengertian. Walau terselip nada kecewa.Diana yang sepertinya sangat bahagia pun memaklumi. “Ohoho! Jangan terlalu kaku,
Raffael terlihat mantap berdiri di depan Altar. Pagi ini, ia dan Manda akan mengumandangkan janji pernikahan mereka sebagai pintu menuju hidup baru. Gugup bercampur bahagia membuatnya tak bisa menahan lebarnya senyum di wajah. Ia menatap wajah Diana dan Rowen dengan penuh syukur karena sudah menyerahkan putri satu-satunya itu untuk menjadi teman hidup.Lagu yang dipilih Manda berkumandang bersamaan dengan dibukanya pintu aula. ‘Hm? Aku nggak tahu dia pakai penutup wajah seperti itu. Kukira dia akan pakai yang seperti jaring-jaring,’ komentar Raffael. Demikian pun, ia tak mencurigai apapun. Gaun yang dipakainya jelas gaun yang mereka pilih berdua. Segera, sang mempelai perempuan mencapai ujung karpet merah bertabur kelopak bunga dan ritual pun dijalankan. “Raffael Indradjaya, dalam pernikahan ini, apakah Anda berjanji untuk mencintai istri Anda, dalam segala keadaan ….” Sang pemuka agama itu membacakan ikrar yang harus dipegang oleh kedua mempelai. Kemudian Raffael mengangkat tan
“Brengsek!” raung Raffael murka.Setelah pemuka agama menyatakan dirinya dan Catherine sebagai suami istri, Raffael langsung meninggalkan altar tanpa menerima ucapan selamat.Semua mata menatap heran dan panik, tetapi Raffael tidak peduli.Yang ia butuhkan saat ini adalah menemui Manda dan bicara dengannya. Ia langsung menyuruh semua bodyguard mencari sang kekasih, tetapi semua sudah dalam keadaan tak sadarkan diri.Hanya tinggal Regan dan Chang yang bisa diandalkan.Namun, setelah beberapa saat, Regan datang dengan wajah pucat. “Nona Manda sama sekali tidak terlihat di sekitar gedung ini, Bos.”
“Bagaimana ini, Pa?! Aku bikin Reinhart marah.” Seria panik. Ia memang sudah kelepasan menampar Camelia. “Bagaimana kalau bantuan keluarga Lou dibatasi, bahkan ditiadakan?!” Pikiran negatif semakin berkecamuk dalam batinnya. Catherine yang sejak tadi ada di sana dan hanya menjadi pendengar, akhirnya angkat bicara. “Tenang saja, Mom. Soreim juga tidak akan menelantarkan keluarga Indradjaya. Aku kan sudah jadi istri Raffael.”Seria tersenyum lebar. ‘Benar juga. Itulah kenapa aku memaksa Raffael menikah dengan Catherine. Keluarga mereka berjanji akan berinvestasi.’“Benar, Sayang. Walau nggak ada dukungan keluarga Lou. Soreim cukup.”Raffael yang sejak tadi mendengarkan dari lorong pun akhirnya tahu ‘udang’ yang bersembunyi di balik ‘batu’ yang menekan hidupnya adalah ini.Uang, bisnis, relasi. Ini yang selalu menjadi patokan mereka dalam mengambil keputusan. ‘Jangankan Reinhart, aku saja yang anak kandung, dibuang karena membuat kerugian besar. Padahal itu salah mantan pacarku, tap
“Ha! Yeah, right!”Raffael sebenarnya sangat ingin menghantamkan tinjunya ke wajah Catherine. Wanita sialan itu benar-benar tidak merasa bersalah sudah mengambil calon suami wanita lain.Untungnya hanya butuh waktu 10 menit untuk mereka tiba di hotel.Mereka pun tiba di kamar yang sudah di pesan.Yang menguntungkan Raffael adalah kamar mereka dibuat terpisah. Dan saat acara nanti, susunannya memudahkan pria itu untuk menjalankan rencana yang sudah diatur dengan Regan.Ia dan Manda memang setuju membuat adegan yang sedikit drama. Sementara mempelai pria menunggu di belakang panggung, mempelai wanita nanti datang dari pintu
Tiba di bandara Beijing, Raffael segera mengikuti petunjuk dari kakak iparnya, bahwa Manda ada di hotel di dekat sana. Ia menuju kamar yang disebutkan dan langsung masuk hanya untuk menemukan bahwa yang mereka bawa ke sana bukanlah Manda dan keluarganya. “Apa maksud semua ini?!” raung Raffael murka.Chang dan bodyguard lainnya langsung mengancam mereka yang sepertinya disuruh menyamar menjadi Manda dan menyebarkan informasi salah mengenai rencana Seria. “Siapa yang menyuruh kalian?!” sentak Chang ikut murka. Ia merasa dipermainkan karena percaya begitu saja informasi tersebut dan melaporkan pada bos-nya. “Ti–tidak tahu! Saya hanya diminta untuk mengenakan semua ini.”Murka, Raffael segera menghubungi Reinhart. “Kau sudah bertemu Man—”“Reinhart!” bentak Raffael memotong ucapan santai Reinhart. “Mereka bukan Manda! Apa yang dilakukan anak buahmu, ha?!”“Apa?! Sial! Seria benar-benar membohongi kita!” rutuk Reinhart. Ia kemudian mengusulkan, “Dengan Raff, sebaiknya kau pulang dan
Dua minggu setelah hari kegagalan pernikahannya. Raffael sudah berhasil mendapatkan status dudanya sejak seminggu lalu. Di tengah keputusasaannya mencari Manda, hari ini ia sempatkan untuk mendatangi kediaman Indradjaya. Ia perlu memberitahu perubahan status pernikahannya dengan Soreim, karena wanita itu tidak sekalipun datang memenuhi panggilan pengadilan. Sebetulnya, juga karena Raffael memberikan alamat yang salah. “Apa ini?!” Catherine melempar surat putusan pengadilan yang menyatakan perceraian mereka. Dengan santai dan senyum lebar mengembang, Raffael menjawab. “Akta cerai, Nona. Apa di keluarga Soreim kurang ilmu membaca?”“Aku tidak terima!” raung Catherine sambil berlari menuju kamarnya. Seria pun langsung menampar Raffael. “Kau menghancurkan keluargamu sendiri, Raffael! Mom menikahkanmu dengan Catherine sebagai asuransi hidupmu ke depan—”“Ha! Jangan berlagak.” Raffael menangkis ucapan Seria. Ia bahkan tak peduli rasa sakit di pipinya. “Aku sudah dengar mereka investa
Sementara itu di sebuah pedesaan tenang, di daerah Yogyakarta.Sudah hampir satu bulan, Manda dan Diana menetap di rumah baru mereka.Hasil menjual rumah mereka di Jakarta, Rowan belikan rumah kecil di tempat yang tenang dan sebuah mobil untuk akomodasi putri dan istrinya.“Manda—” Diana mencoba bicara, tapi ternyata putrinya itu sedang rapat secara daring dengan orang asing.Manda menuliskan di kertas sementara ia menatap layar, mendengarkan permintaan dari kliennya. ‘Ada apa, Ma?’Diana membalas dengan tulisan di bawah pertanyaan itu. ‘Nanti saja. Kau kerja dulu saja.’Manda mengangkat jempolnya, kemudian kembali fokus dengan rapat. Sejak tiba di Yogyakarta, Manda langsung meminta Yuike untuk mencarikannya lowongan pekerjaan yang bisa ia lakukan dari rumah. Dan sahabatnya itu langsung mendapatkan pekerjaan tersebut hanya dalam 2 hari. Kini, Manda sudah terbiasa bekerja dari rumah. Ia menjadi seorang asisten virtual, yang bekerja untuk perusahaan asing. Setiap matahari terbit, Mand
“Ab—eh?!” Netra Adelia yang setengah terbuka tadi bertemu pandang dengan Bintang yang baru saja akan membilas rambut. Bintang tersenyum lembut. “Eh … kau mau mandi denganku, Lia?”“Pa—Pa–Pak Bintang?!” pekik Adelia, menutupi matanya.Menyadari kalau ternyata ia sedang berada di rumah Bintang membuatnya langsung panik dan kembali ke lantai 3. “Astaga!” Adelia membanting tubuhnya, tengkurap di atas kasur. “Apa yang kulakukan barusan?!”Ia mencoba menghilangkan rekaman ingatan mengenai tubuh atletis Bintang yang jarang terdeteksi di balik jas kerjanya, tetapi sia-sia. Karena hanya gambaran itu lah yang kini memenuhi pikiran Adelia. Semakin matanya tertutup, semakin sadar kalau ia melihat semuanya. Setelah menenangkan diri, Adelia mulai duduk di pinggir kasur dan mengamati tempat itu. “Aneh bentuk kamarnya. Naik ke atas begini. Di bawah ada kasur juga dan kayaknya tadi masih ada tangga turun ke lantai 1.”Ia mencoba mengingat-ingat kantor Bintang yang berada di apartemen, tetapi tak
“So, gimana penyelesaiannya?” tanya Manda. Bintang sengaja mampir ke rumah orang tuanya hari ini, karena sang ibu mengatakan kalau ia membuat sop buntut hari ini. Tak ia duga, wanita tua itu menaruh perhatian pada kasus Adelia dan Fleur. “Fleur mengakui kesalahan dan tak mau terlibat sampai ke jalur hukum, Ma.”Dahi Manda berkerut. Seolah menyuarakan kebingungan Manda, Raffael bertanya, “Minta Adel diberhentikan dari syuting, sampai kamu tuntut ke jalur hukum?”Bintang lupa, kalau mereka hanya tahu cerita pertamanya saja. “Ah … kalian belum tahu perkembangan terakhir hubungan Adelia dan Fleur?”“Ada masalah lagi?!” Manda sedikit kaget. Ia pikir masalah pertama akan selesai tanpa ada buntutnya.Bintang mengangguk. “Fleur merencanakan pembunuhan terhadap Lia, Pa. Dan Black merekam dengan jelas semua bukti itu.”Raffael dan Manda terdiam cukup lama sebelum akhirnya berkomentar satu sama lain. “Wajah cantik, berpendidikan dan kaya raya, nggak lantas membuat seseorang menjadi manusia,
“Apa yang sudah kau lakukan, Fleur?!” Pria tak berambut dengan tubuh tinggi kekar itu membanting pesawat telepon yang ada di meja kerjanya. Beliau adalah CEO rumah produksi Lightern—Bastian Moore. “Aku minta kamu dekati Bintang, supaya bisa merger dengan perusahaannya! Kenapa malah bikin masalah dan membuat marah produser Brian?!”Fleur hanya bisa menunduk, menyembunyikan wajahnya dari amarah sang atasan. Dua tangannya kuat-kuat meremas bahan gaun bertekstur floral itu, menahan diri untuk tidak marah atau menangis. Ia benar-benar tak menyangka, bahwa kebenciannya pada Adelia menyebabkan Bintang kehilangan minat terhadap Lightern.‘Aku terbakar cemburu saat perempuan sial itu membuka pintu dan dengan naturalnya mengira yang datang adalah Bintang,’ sesal Fleur. Di balik penyesalan itu, juga ada amarah yang besar pada Adelia. Kecemburuannya masih belum sirna. Sedikitpun tak berkurang. “Mau apa lagi kalau sudah begini, hm?!” sentak Bastian putus asa. “Sejak pagi sekretarisku sudah me
“Theo, apa kau yang menitipkan tas ini ke Fleur untuk diberikan pada Adelia?” Brian menunjuk tas yang masih di posisi awal.Tenda Fleur tidak tersentuh sama sekali. Brian membiarkannya demikian sampai ia menemukan siapa pelaku yang berani mengacaukan suasana di lokasi syuting.Sementara sutradara mengurus jalannya syuting hari ini, Brian memutuskan untuk bicara dengan manajer Adelia.“Tas?” Dahi Theo berkerut. Ia mengamati tas itu dan berpikir keras. “Hm … aku nggak pernah lihat tas ini,” klaimnya. “Adel juga nggak punya tas seperti ini. Kau tahu sendiri kondisi anak itu. Dia nggak punya uang lebih untuk beli tas yang nggak dia butuhkan.”Brian mengangguk setuju. “Tapi, Fleur menuduhnya meletakkan tas dan ular ini di kasurnya. Kita nggak punya bukti kalau tas ini bukan milik Adelia.”“Saya ada buktinya.” Seorang pria tinggi dengan pakaian serba hitam muncul dan bergabung dalam percakapan mereka. Membuat Brian dan Theo tertegun. “Siapa kamu?!”“Saya bertugas menjaga Nona Adelia. Jad
Staf yang mengikuti Brian masuk ke tenda Fleur tiba-tiba keluar dengan mulut tertutup tangan. Menahan mual karena sudah menyaksikan sesuatu yang menggelikan di dalam sana. “Ada apa?!” tanya peserta syuting lainnya. Mulai tak sabar karena tak satupun menjelaskan apa yang sudah mereka lihat.Bahkan Fleur kini masih berjongkok dekat pohon besar. Gemetar di dalam perlindungan tubuh Vildan.“Ular ….” Hanya itu yang berhasil diutarakan salah satu staf. Nada suaranya pun terdengar ngeri. Belum sempat mereka bertanya lebih jauh, Brian keluar dan segera menenangkan keributan. “Semua kembali ke ruang makan untuk sarapan!” serunya. “Fleur, kau pakai tendaku untuk sementara ini. Kami akan membuatkan tenda yang baru.”Seolah sadar dari rasa takutnya, ia pun berdiri dan meneriaki Adelia. “Ini semua gara-gara Adelia! Perempuan jalang itu!”Netra semua orang terbeliak mendengar ucapan Fleur. Pertanyaan mulai muncul di antara mereka, tentang kenapa Fleur memberi label kejam pada artis yang baru mem
“Kau satu tenda dengan Adelia kan?” Fleur mendatangi seorang artis muda yang jam terbangnya masih tergolong sedikit dibandingkan dengan Fleur yang sudah senior itu. Mereka baru saja tiba di tempat perkemahan dan semua orang tengah sibuk mengurus barang bawaannya masing-masing. “Oh! Iya, Kak Fleur.” Artis muda bernama Abby itu tersenyum ramah. “Ada apa?”“Ada yang menitipkan ini.” Fleur memberikan sebuah tas makan kecil pada Abby. “Katanya ini tas milik Adelia.”Abby menerima tas itu. “Ah! Terima kasih, Kak. Nanti saya kasih Adel.”Fleur tersenyum singkat kemudian kembali ke tendanya. Artis perempuan senior yang sedang naik daun itu mendapat perlakuan khusus. 1 tenda untuk dirinya sendiri. Sementara itu, Abby bergegas mencari Adelia untuk memberikan barang titipan tadi.“Adel! Ini katanya tas kamu!” seru Abby dengan senyum lebar. Produser memang menempatkan Adelia bersama dengan Abby karena ia tahu, mereka bisa dekat. “Dari siapa, By?” tanya Adelia dengan pandangan heran.Ia suda
“Jadi, baik aku atau perempuan miskin itu nggak diizinkan keluar dari ‘Survival Home’?!”Bintang menatap Fleur yang duduk dengan angkuh, bersedekap di hadapannya. Manda dan Dennis meninggalkan begitu saja masalah ini di tangannya.‘Kalau bisa aku mau mengeluarkan kau saja, Fleur. Dibanding Lia yang sudah jadi artisku.’ Bintang menjawab tanpa suara. “Bisakah kau menyaring kalimatmu, Fleur. Adelia juga perempuan, sama sepertimu,” tegur Bintang berusaha sabar.Karena menurut Manda, hubungannya dengan Adelia tidak boleh sampai ketahuan orang luar, apalagi mereka yang tidak terjamin bisa menjaga rahasia. Fleur mendengus geli. “Ha! Setidaknya aku nggak miskin seperti dia!”Bintang mencoba tenang, tapi bukan berarti ia tak bisa tegas. Bagaimana pun ia harus menegur perempuan angkuh itu. “Fleur, Aku harus mengusirmu kalau bicara nggak sopan soal artis di bawah naungan RAFTEN!”Walau tak menjawab, Bintang bisa melihat tubuh Fleur sedikit menyentak karena tegurannya.Kemudian, sang CEO menam
“Nona Fleur! Ini bukan saatnya untuk berdebat!” sentak sang produser, mencoba bersikap tegas. Sang manajer pun panik. Tidak paham kenapa tiba-tiba Fleur mengamuk di depan sang produser.Namun, Fleur merasa memegang kendali. Ia tahu kalau dirinya tidak mungkin dilepaskan dari acara itu. “Ha! Kalau memang Anda masih akan lanjut dengan kondisi seperti ini, saya mundur!” Fleur segera berbalik untuk meninggalkan lokasi syuting.Brian pun langsung berdiri dan menahannya dengan kalimat yang sudah Bintang anjurkan. “Ini keputusan Pak Bintang! Tidak ada yang akan keluar dari acara ini. Jika Nona Fleur memaksa, Pak Bintang mengatakan bahwa akan ada penalti.”Netra Fleur membulat. Ia berbalik dan menatap Brian seolah tidak percaya Bintang akan menimpakan penalti atas dirinya. Fleur mendengus geli. “Mana mungkin Bintang memperlakukanku seperti itu! Kau hanya membual!”“Silakan coba saja kalau berani, Nona Fleur!” Brian menantang. Setengah gemetar, karena di satu sisi, ia harus mempertahankan
“Fleur minta Adelia dikeluarkan dari survival home.”Dahi Bintang berkerut. “Apa dia sebut alasannya? Kenapa di hari kalian nggak syuting, bisa ada bentrok? Apalagi antara artis selevel Fleur dengan pendatang baru.”Brian menggeleng. “Fleur nggak menjelaskan keberatannya mengenai keberadaan Adelia. Tapi dia mengancam, kalau kami nggak mengeluarkan Adelia, dia yang akan keluar dari survival home.”Bintang menggaruk kepala belakangnya. Pusing dengan kelakuan Fleur yang tiba-tiba memusuhi kekasih barunya itu. “Saya nggak habis pikir apa yang membuat Fleur tiba-tiba memusuhi Lia, Pak Brian. Apa Anda punya clue?”Brian terdiam sesaat kemudian mengoreksi ucapan Bintang. “Sejak awal Fleur nggak suka dengan Adelia, Pak. Jadi, sepertinya rasa tidak suka itu menumpuk dan meledak sekarang.”Napas Bintang terdengar panjang dan lelah. “Ya sudah, keluarkan saja Fleur dari sana.”Mendengar itu spontan Brian berdiri dan menggebrak meja kerja sang CEO. “Nggak bisa, Pak! Dia wajah acara ini!”“Saya ju