Tanpa pamit Sera keluar dari rumah Mila. Tetapi justru Rian menghadang Sera. "Tunggu! Katakan yang sebenarnya kepada Mila sekarang! Kamu sadar 'kan apa yang kamu lakukan saat ini?"
Sera tak bergeming. Ia memilih menatap wajah Sean sementara ia sudah hendak meninggalkan rumah Mila.Rian mengusap wajahnya kasar. Ia tak mengira Sera akan melakukan hal itu. Sungguh sangat keterlaluan Sera. Mila keluar dari kamar. Ia menatap tajam Rian. "Kenapa masih di sini? Aku tak sudi melihat wajah pengkhianat."Rian bersimpuh di hadapan Mila. "Sungguh, Sayang. Aku tak melakukan hal itu. Aku menolak Sera. Aku bahkan sama sekali tak menyentuh Sera.""Sudah lah. Percuma. Mungkin kamu beranggapan kalau aku tak secantik Sera. Aku akui memang aku gemuk dan juga tak pandai bersolek. Aku tak mau kamu ada di sini. Silakan kamu ambil tasmu dan pergi dari sini!" usir Mila untuk kesekian kalinya.Rian terpaksa benar-benar meninggalkan rumah itu. Dengan berat ia untuk sementara membiarkan MiSatu bulan kemudian. Kondisi kehamilan Mila sejauh ini memang baik-baik saja dan tak ada keluhan. Mila juga rutin minum vitamin dan menjaga makan makanan yang dikonsumsi. Tetapi hari ini ia menangis tersedu di dapur. Ia merasa sangat sedih tak bisa memiliki suami yang seperti ia idamkan. "Non, menangis lah kalau itu bisa membuat Non lega. Tetapi ingat jangan terlampau sedih karena ada janin di dalam perut Non. Tuh lihat! Dia bisa merasakan kesedihan yang dialami oleh ibunya," tutur bibi saat menemani Mila di dapur.Mila masih saja berlinang air mata. Ia tak sanggup merasakan hidup begitu berat. Ia juga tak pernah ke resto karena ia tahu kalau Rian tinggal di sana. Walau bagaimana pun Rian juga memang memiliki hak tinggal di sana. Mila mengusap air matanya. Ingin sekali ia ke makam orang tuanya. Akhirnya diantar oleh bibi dan juga supir Mila sampai di makam orang tuanya yang kebetulan bersebelahan. Ia bersimpuh di sana dan mengungkapkan apa yang ia rasakan. Sesak dan sedih bercampur
Setelah cukup lama Mila berpikir, ia kemudian mencoba menelpon Rian. Hanya beberapa detik saja Rian langsung mengangkat telepon dari Mila. Telepon terhubung. "Halo, Mila," sapa Rian."Apa benar yang kamu katakan itu?" tanya Mila."Iya. Aku yakin kita sedang ditebak. Tetapi nggak tahu kenapa Sera dan Mita itu melakukan hal demikian. Padahal Sera sudah sejak lama bekerja dengan kita. Terlebih Sera sudah kamu anggap sebagai keluarga kamu sendiri. Kamu merasa aneh nggak?" balas Rian."Ya iya sih. Aku juga sangat kecewa sama Sera. Tapi aku juga kecewa sama kamu. Kenapa kamu berdua di kamar dengan Sera. Seharusnya kamu hanya mengantarkan sampai di depan kamar saja," sahut Mila."Iya, aku minta maaf. Aku awalnya hanya menolong. Tetapi justru keadaan nya jadi begini. Oh ya lebih baik aku ke sana sekarang, ya? Agar kita bida ngobrol lebih enak."Rian kemudian menutup telepon dan segera datang ke rumah Mila. Mila sudah menunggu di teras. Ia juga tak sabar bertemu dengan Rian.Setelah tiga pulu
"Bagaimana? Apa kata Sera?" tanya Rian begitu Mila menutup telepon nya. "Dia gila. Sepertinya memang benar-benar gila. Dia malah bertanya kapan sidang kita. Karena dia ingin segera kamu meminta dia mempertanggung jawabkan perbuatan kamu," jawab Mila. "Ya sudah lah. Biarkan saja dia memang gila. Menyentuh nya saja tidak. Ada perempuan yang lebih cantik yaitu istriku kenapa harus melirik yang lain. Sayang, aku kangen banget nih sama kamu. Boleh nggak?" sahut Rian justru mengarah yang lain dengan alis yang naik turun. Mila tahu apa yang diinginkan oleh suaminya itu. Ia sebenarnya juga rindu dan ingin menyalurkan hasratnya. Mereka tak memikirkan apa-apa lagi. Mereka kemudian ke kamar dan saling meluapkan rasa rindu satu sama lain.Sore harinya, Mila dan Rian sudah fresh. Mereka kembali menyusun rencana untuk mencari tahu siapa sebenarnya orang yang telah mencoba untuk menfitnah Mereka melalui Sera dan Mita."Oke, kita harus berhasil, sayang. Sementara kita tak ber
"Ayo, ku tunggu sumpah mu nih," ujar Mila dengan tersenyum miring. Ia tak mungkin mengorbankan anaknya demi kebohongan nya. Di saat yang bersamaan ternyata seseorang tak terduga masuk ke dalam ruang sidang. "Yana," seru Mila.Yana hanya diam, ia memilih tak berkata sedikit pun.Sera melirik ke arah Yana. "Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Tak perlu lagi aku bersumpah," ujarnya."Kalau kamu memang jujur tentu kamu juga akan berani bersumpah. Berarti kamu berbohong kalau kamu tak berani bersumpah," sahut Mila. Ia merasa kalau Yana ada hubungannya dengan Sera. Ia jadi curiga kalau sebenarnya orang yang membuat Sera seperti itu adalah Yana. Ia melihat Yana duduk santai sembari menyimak apa yang terjadi di dalam ruang sidang."Intinya aku sudah mengatakan yang sebenarnya," tandas Sera kemudian kembali duduk. Ia nampak sibuk dengan ponselnya. Sidang tersebut tak bisa diteruskan karena tidak ada kesepakatan untuk berpisah dari kedua belah pihak. Bahk
"Hah, api? Dimana?" tanya Mila kemudian keluar kamar dan melihat sisi depan rumah nya sudah mengepul. Rian hanya memakai kaos oblong mencoba menelpon pemadam kebakaran. Dan karena panik ia dengan susah menghubungi pemadam kebakaran. Dan setelah beberapa kali akhirnya ia berhasil menelpon petugas pemadam kebakaran. Namun, api dengan cepat menyambar ke dalam. Sehingga Mila kemudian keluar dari jendela kamar bersama dengan Rian dan bibi. Tak ada apapun yang ia bawa selain pakaian yang menempel. Mereka melihat si jago merah melahap hampir seluruh bagian rumahnya. Para tetangga pun membantu dengan menyiram air tetapi apalah daya kekuatan api begitu kuat sehingga tak bisa meredam api. Tak lama kemudian petugas pemadam kebakaran pun datang. Dengan bagian rumah yang terlihat hanya bagian belakang. Dan setelah sekitar dua mobil kebakaran membantu menjinakkan api akhirnya api bisa padam. Tetapi terlihat ada yang bisa diselamatkan dari rumah tersebut. Hanya mobil Rian saja yang kebetulan
Mila kembali meneteskan air mata. Begitu banyak ujian yang menimpa nya. Apalagi saat ini tak memiliki rumah selain rumah yang sudah dijadikan resto oleh Mila dan Rian."Kamu nggak usah khawatir! Kita masih punya tempat tinggal. Dan kita akan mencari tahu orang yang telah dengan sengaja membakar rumah serta yang memberikan obat peluruh kandungan," ujar Rian. Ia juga merasa begitu terpukul atas ujian yang terus menerus dialami oleh keluarga kecilnya."Iya. Aku hanya tak menyangka kalau ujian ini begitu berat. Aku tak tahu harus kuat atau tidak," sahut Mila merasa lemas."Kamu harus kuat, Sayang! Demi anak kita. Dia sudah bertahan sejauh ini. Dan dokter mengatakan kalau kondisi anak kita juga baik-baik saja karena tak sampai ke cairan ketuban. Hanya mungkin kamu yang lemah karena dokter memberikan cairan untuk merangsang kamu memuntahkan semua yang sempat kamu minum," balas Rian. Ia tak mau kalau Mila sampai menyerah begitu saja. Hidupnya sudah cukup berarti hingga saat ini."Baiklah. As
Rian langsung menuju ke kantor polisi. Ia tak mau membuang banyak waktu untuk segera menyelesaikan masalah nya. Agar tidak ada lagi yang mengganggu dirinya. Begitu sampai di kantor polisi. Rian mengatakan jika dirinya adalah korban rumah kebakaran dan polisi segera meminta Rian untuk duduk."Pak, tadi saya sudah ke pos satpam kompleks rumah saya. Dan mengatakan kalau rekaman cctv sudah dibawa ke kantor polisi," jelas Rian."Iya, Pak. Saya telah mengkonfirmasi itu. Dan kini susah ditangani oleh pihak kami. Setelah kami periksa memang ada seorang laki-laki yang dengan sengaja membakar rumah anda saat satpam rumah anda tidak berada di tempat. Seperti nya hal itu telah direncanakan oleh orang tersebut. Karena kalau tidak tentu hal itu tak akan terjadi. Tetapi wajahnya tak terlihat karena tertutup oleh hoodie dan sidik jarinya juga tidak ditemukan karena memakai kaos tangan," terang pak polisi.Rian tak habis pikir. Siapa sebenarnya yang melakukan itu? "Pak, apa masih bisa dicari siapa pel
Saat sedang menyambut para pengunjung ada seseorang yang tak asing. "Kamu," celetuk Mila. Ia kemudian mundur beberapa langkah. Rian melihat Mila merasa cemas langsung menghampiri Mila. Ia melihat sosok yang sedang ditatap oleh Mila. "Bukan kah kamu Yana?" tanyanya."Wah, ternyata ingatanmu cukup kuat, ya? Aku nggak nyangka kalian bisa berdua terus. Apa kabar kamu, Mila?" balas Yana dengan senyum yang Mila mengartikan itu adalah senyum sinis."Baik. Ada apa kamu ke sini?" tanya Mila. Ia ingin menghindari Yana. Tetapi jaraknya terlalu dekat. Yana dengan senyum miring kemudian mendekati Mila. "Mila, kenapa kamu terlihat takut? Nggak usah khawatir. Masalah perusahaan di tanganku baik-baik saja kok. Tapi sayang sekali kamu tak ada andil di sana? Atau kamu mau dapat bagian?" "Nggak sudi. Pergi kamu dari sini!" usir Mila. Ia tak tahan dengan kedatangan Yana."Loh, kamu kok sewot. Aku mau ke sini makan. Bukankah aku juga ingin jadi pengunjung yang bersama dengan pengunjung lain merayakan aca