Tak butuh waktu lama. Orang tua Rian pulang keesokan harinya. Karena memang urusannya hanya ingin bertemu dengan Mila dan belum sempat datang saat pemakaman Pak Seno. Rian mengantarkan orang tuanya sampai ke terminal. Sedangkan Mila tetap harus bekerja seperti biasanya. Tetapi pikiran Mila hari ini begitu kacau. Dan hal itu diketahui oleh sekretaris nya yaitu Sera yang masuk ke dalam ruang kerja Mila tetapi tak disadari oleh Mila."Bu Mila," panggil Sera untuk yang kesekian kalinya."Oh, iya? Ada apa, Sera?" tanya Mila."Saya perhatikan Bu Mila kok dari tadi melamun saja? Saya sudah memanggil beberapa kali tetapi tak didengarkan," balas Sera."Oh iya, Sera. Aku lagi kepikiran sama mertuaku. Mereka mendesak untuk aku bisa segera hamil. Kamu tahu 'kan kalau waktu itu aku sempat keguguran. Tetapi kemarin mereka datang untuk segera menginginkan aku hamil," cerita Mila dengan wajah cemas."Kenapa bisa begitu? Anak itu adalah titipan. Kalau memang belum waktunya maka ya belum bisa kita memi
"Untuk saat ini sebaiknya Bu Mila selalu berpikiran yang jernih. Jangan memikirkan sesuatu yang berat. Terlebih mungkin Bu Mila bisa beristirahat di rumah atau healing kemana yang bisa membuat pikiran Bu Mila menjadi lebih tenang dan terbuka. Memang kondisi organ reproduksi Bu Mila sehat tetapi kalau kondisi psikis Bu Mila sedang banyak pikiran itu bisa memicu," jelas dokter.Mila menghela napas. Ternyata masih saja dirinya yang bermasalah. Di saat ia memang butuh dukungan terlebih Rian dinyatakan sehat juga. "Dok, kalau pakai program bayi tabung bagaimana?" tanya Mila."Itu adalah jalan terakhir kalau jalan yang alami bisa ditempuh. Lagi pula tak ada masalah juga di organ ibu maupun bapak," jawab dokter.Mila berpikir kalau ia tadi langsung hendak program dengan bayi tabung. Tetapi penjelasan dokter membuat perasaannya menciut. Ia kemudian terdiam. Ia memang harus memperbaiki pola makan dan juga pikirannya yang jernih lagi. Rian dan Mila kemudian pulang. Sebelum nya Mila membeli beb
Rian terkejut. Ternyata seseorang itu adalah Mila. Ia sangat mengenal istrinya. "Mila, kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Rian.Mila hanya menangis di pelukan Rian. Ia menangis sampai terdengar oleh beberapa orang yang melongo melihat drama Rian dan istrinya."Siapa itu?" kelakar Bapak. Rian tak bergerak. Ia membiarkan istrinya dalam pelukannya. Kapan Mila ada di sana bersamanya? "Rian, kamu kembali atau kamu tak aku akui lagi sebagai anak," teriak Bapak semua orang bahkan mendengar hal itu. Tangis Mila kemudian berakhir. "Pulang lah, Rian. Mereka terlalu sayang padamu," ucapnya dengan mata masih berkaca-kaca. "Tidak, Mila. Aku sudah berjanji seumur hidupku akan bersama kamu," sahut Rian.Ibunya Rian kemudian mendekati Rian dan Mila. "Mila, tolonglah izinkan Rian untuk menikah lagi. Kalau memang kamu tak menginginkan Rian untuk mengakhiri hubungan. Kami memang begitu mendambakan cucu dari Rian," tuturnya dengan penuh harap."Iya, saya mengizinkan kok. Silakan Rian menikahi perem
"Kita sudah di rumah, Sayang," jawab Rian dengan tersenyum.Kembali Mila tersentuh. Ia kembali mengingat beberapa saat yang lalu melihat lelaki yang kini telah jadi suaminya itu berjuang untuk cinta mereka. Sampai Rian harus memilih untuk meninggalkan orang tuanya dan kini mereka sudah berada di rumah. Mila kemudian duduk. "Kok aku nggak sadar sudah di sini?""Iya, tadi kamu sangat lelah pasti. Aku yang membawa mu ke sini," jawab Rian.Mila langsung memeluk Rian dengan erat. Ia rasakan hangat nya tubuh suaminya itu. Berkali-kali Ia bersyukur karena telah diberikan suami yang sangat sayang dengannya. Tak mudah untuk menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah lagi. Tidak seperti Adam dulu.Tetapi apapun yang terjadi yang paling penting saat ini ia bisa memeluk Rian. Seorang yang menjadi satu-satunya yang ada di samping nya."Sayang, ini masih malam. Sebaiknya kita istirahat dulu, yuk!" ajak Rian.Mila menoleh ke arah jam dinding ternyata memang masih pukul satu dini hari. Pant
"Aku tahu. Kita tetap harus hati-hati! Tetapi kita tetap jalani kehidupan kita dengan sebaik mungkin. Tuhan tak tidur. Ia pasti tahu yang mana yang benar dan mana yang salah dan pasti akan membalas sesuatu yang salah dengan setimpal," sahut Rian kemudian mengantarkan Mila ke kamar untuk beristirahat. Begitu Mila telah tenang ia kemudian membersihkan diri dan bersiap untuk makan malam. Di meja makan Bibi telah menyiapkan makanan dengan menu favorit Mila. Mila seperti mendapatkan booster. Ia harus bisa menikmati makanan yang tersedia untuk siap,menghadapi kenyataan yang masih dalam misteri. Ancaman Yana masih terngiang dalam benak Mila tetapi cukup beberapa saat melupakan nya saat makan malam ia nikmati."Nggak usah tergesa-gesa, Sayang!" tutur Rian."Laper nih," sahut Mila tanpa menoleh ke arah Rian dan melanjutkan makannya."Non, seperti nya Non agak berisi, ya?" ucap Bibi.Seketika Mila menoleh. "Emang iya, Bi?""Kalau sepenglihatan Bibi begitu," sahut Bibi.Mila bahkan tak merasa j
"Tapi kenapa cobaan begitu banyak menghampiri ku, Rian? Aku merasa tak sanggup," keluh Mila. Air matanya kembali luruh tak terbendung."Iya, aku tahu. Karena Tuhan begitu sayang sama kamu, Sayang. Sehingga ujian ini diberikan kepada kamu yang memiliki mental dan hati yang begitu hebat. Aku bangga memiliki kamu. Aku ingin mendampingi kamu. Aku harap kamu juga tak akan pernah menyerah dalam menjalani hidup ini," sahut Rian kemudian mengecup kening Mila dan memeluknya. Keesokan harinya dimana hampir separuh dari karyawan di kantor Mila harus menerima PHK. Dan entah bagaimana nasib yang separuh lagi. Karena berjalan dengan sedikit modal dan juga karyawan. Beberapa gerai juga terpaksa tutup karena tak ada lagi pasukan. Hal itu membuat pemasukan Mila dan Rian juga semakin sedikit. Memang Pak Seno tak meninggalkan hutang tetapi tetap saja tanggung jawab ada di tangan Mila untuk tetap mempertahankan perusahaan. Beberapa karyawan juga kecewa atas keputusan ini. Karena selama in
"Kita tunggu Pak Hamdan mengabarkan siapa yang akan membeli perusahaan ini. Ia pasti bergerak cepat," jawab Mila begitu yakin.Keesokan harinya dimana Pak Hamdan telah mengabari kepada Mila kalau telah menemukan pembeli yang akan membeli perusahaan itu dengan harga yang cukup tinggi. Dengan berbekal kepercayaan kepada Pak Hamdan, Mila setuju dan ia menunggu kedatangan Pak Hamdan dengan calon pembeli nya juga. Sekalian Pak Hamdan mendatangkan notaris untuk membantu proses jual beli agar berlangsung cepat. Tepat pukul sepuluh siang, Mila telah siap kedatangan tamu. Pak Hamdan telah datang dengan seorang perempuan juga laki-laki yang merupakan notaris. "Silakan duduk, Pak Hamdan!" titah Mila. Pak Hamdan dan dua orang lainnya duduk berhadapan dengan Mila."Lalu mana pembeli nya, Pak?" tanya Mila. Rian duduk di samping Mila. "Sebentar lagi akan datang. Tadi katanya sudah menuju kemari," jawab Pak Hamdan kemudian memberikan beberapa berkas pendukung untuk prose
Satu bulan berlalu. Mila terlihat makin berisi lagi. Mila merasa jika itu adalah efek dari banyak makan. Karena Mila seakan melampiaskan semua yang ia rasakan dengan makan akan berkurang. Sehari-hari Reva hanya di rumah. Sementara Rian juga masih sibuk dengan aktivitasnya sebagai pengangguran."Sayang, sepertinya aku harus mencari kerja. Kita tak mungkin akan seperti ini terus 'kan?" tanya Rian. Memang tak nyaman jika terus di rumah. Terlebih Rian yang sudah sejak lama terus bekerja. Rian merasa begitu bosan beberapa hari ini. Ia sudah waktunya untuk bangkit dari keterpurukan. "Bagaimana kalau kita ambil ide dari Sera? Doa 'kan mengajak untuk membuka usaha. Apa kamu setuju? Apa nggak sebaiknya kita tanya dia dulu usaha apa yang cocok untuk kita?" usul Mila.Rian pun setuju. Mereka langsung menuju ke rumah Sera. Tak ada yang berubah di sana. Mila mengetuk pintu dan tak lama kemudian Sera membuka pintu. "Eh, kamu, Mila. Ayo masuk! Sepertinya satu bulan nggak ketemu kamu makin berisi s