Sakti yang pagi ini tengah membantu Oma Vivi mengupas wortel di dapur langsung menyingkir saat mendapatkan telepon dari salah satu drivernya yang mengabarkan jika barang yang dikirimkan untuk supermarket A tiba-tiba berubah layu dan menghitam saat hendak dibongkar.
Sontak Sakti tidak bisa menyembunyikan kekagetan juga keheranannya pasca menerima foto yang dikirimkan drivernya. Bagaimana bisa sayuran segar yang dua jam lalu tampak baik-baik saja kini seperti itu keadaannya. Ini benar - benar tidak biasa.
"Oma, aku pergi sebentar, ya. Ada kerjaan," pamit Sakti sebelum undur diri.
Tanpa basa-basi Sakti langsung menuju ke Supermarket A. Banyak hal yang harus diurusnya seperti mencari tahu penyebabnya atau meminta maaf kepada pihak Supermarket atas hal yang baru saja terjadi.
Namun maaf saja tidak cukup, entah bagaimana caranya Sakti harus memberikan solusi mengenai ini. Pihak supermarket jelas tidak mau mengambil resiko untuk ini karena ia tidak mungkin membiarkan etalase buah dan sayur organik menjajar barang yang tidak fresh atau bahkan kosong.
"Saya akan kirim barang baru, Pak. Mungkin akan tiba sekitar dua jam lagi, Bapak tidak perlu khawatir."
Akan tetapi masalah tidak berhenti di sana, driver lainnya yang saat ini sedang mengirimkan barang di tiga supermarket berbeda juga mengalami hal yang sama.
Jika kerusakan barang hanya di satu supermarket, mungkin stok barang yang ada bisa memenuhi. Tapi ini masih ada tiga lainnya yang mana jumlah yang diminta besar-besar pula.
Sakti kalang kabut seketika, maka sesegera mungkin ia mencari barang serupa miliknya di beberapa perkebunan terdekat untuk meng-cover semuanya. Ia bahkan tidak peduli dengan permintaan harga yang jauh lebih tinggi daripada biasanya. Yang terpenting kliennya tidak kecewa dan masih percaya padanya.
Bisa dibilang ini adalah petaka pertama bagi perusahaan yang dikelolanya sejak empat tahun lalu. Maka untuk mencari tahu penyebabnya ia kumpulkan masing-masing buah dan sayur yang rusak untuk diteliti oleh bagian laboratorium.
Hasilnya cukup mencengangkan, pasalnya seluruh kerusakan yang terjadi pada buah dan sayur mereka karena terdapat senyawa yang bisa memicu pembusukan pada tanaman.
Tapi ayolah, perkebunan mereka ini judulnya organik, yang di dalamnya sama sekali tidak menggunakan unsur kimia setetes pun. Semuanya benar-benar alami.
Mau tidak mau Sakti harus memeriksa seluruh karyawannya, barangkali ada oknum yang berusaha merugikan perusahaan. Namun Nihil, tidak ada barang bukti atau saksi bahwa petaka hari ini adalah ulah dari karyawannya sendiri.
Pun dalam perjalanan ke tempat tujuan, seluruh sopir tidak melakukan pemberhentian, itu artinya pemberian zat kimia itu dilakukan sebelum keberangkatan.
Akhirnya Sakti meminta karyawannya untuk memeriksa seluruh properti, mulai dari kendaraan, keranjang sayur dan buah-buahan hingga peti kemas yang digunakan diambil sampelnya untuk di teliti. Dan Nihil.
Kalau tidak ada properti yang mengandung bahan kimia lantas apa penyebab rusaknya sayur dan buah sebanyak lima truk besar yang kini mangkrak di area gudang?
***
"Gimana???"
"Lancar, Bos. Semuanya seperti yang Bos Mika inginkan."
"Kamu yakin semuanya aman dan tidak meninggalkan hal yang mencurigakan?"
"Tidak bos. Semuanya aman."
"Kerja cerdas."
Mika tersenyum puas untuk kabar yang baru saja didengarnya. Hari ini untuk pertama kalinya ia membalaskan rasa sakit hatinya terhadap Bima Sakti yang delapan tahun lalu merupakan sosok yang amat ia cintai.
Sebagai permulaan ia meminta orang suruhannya untuk merusak barang yang dikirimkan hari ini, yang jumlahnya tidak begitu besar. Kenapa? Karena ini adalah pengiriman terakhir pekan ini, yang artinya stok barang setelah hari ini tidaklah banyak. Hal yang akan membuat Sakti kalang kabut mencari barang pengganti. Para petani organik lainnya juga sudah pasti diajak bekerja sama dengan diminta untuk menaikkan harga sebanyak 25% dari harga biasanya. Dan kalau sudah seperti ini kerugiannya semakin besar karena uang yang Sakti keluarkan menjadi berlipat ganda.
Orang suruhan Mika sengaja mencampurkan senyawa yang bisa membusukkan tanaman ke dalam tandon air yang biasa digunakan untuk mencuci buah dan sayur yang baru saja dipetik. Tentunya setelah mereka berpura-pura menjadi plumber yang baru saja menerima aduan bahwa aliran air di tempat mereka mampat.
Tidak mencurigakan, karena mereka juga membawa surat perintah pengecekan yang sudah pasti penuh dengan manipulasi. Dengan cara seperti ini, bukti kejahatan mereka tidak akan terdeteksi karena air bekas cucian langsung mengalir ke pipa pembuangan.
"Lo baru kalang kabut sehari, Sak! Sedang gue menjalani ratusan hari dengan penuh ke-kalang kabut-an pasca lo menghilang dan meninggalkan gue dalam ketidakpastian. Bisa saja saat itu lo tertawa hingga melupakan gue yang sedang sengsara karena lo tinggalin pas lagi sayang-sayangnya."
Amarah itu kembali menyala, terlihat jelas dari aksi Mika yang terus melempari foto Sakti yang tertempel di dartboard dengan anak panah secara bertubi-tubi, juga dari nada bicaranya yang pelan namun penuh penekanan.
***
Sejak tadi Sakti terus memutar otak, bagaimana cara menyampaikan kejadian ini kepada Opa Dion dan Oma Vivi dengan cara yang paling enak. Walaupun untung dan rugi adalah hal biasa dalam menjalani sebuah usaha, tapi tetap saja ia merasa bersalah telah membuat perusahaan rugi berlipat ganda. Sampai-sampai ia melupakan janjinya untuk bertemu dengan Naga terkait kesediaannya menjadi cake decorator. Hal yang pada akhirnya membuat Naga murka hingga kembali mendatangi kediamannya malam ini.
"Kang sayur, sialan! Gue bela-belain nunggu elo selama berhari-hari dan elo enggak datang? Lo ngajakin ribut apa gimana? Jelas-jelas di pesan lo tertulis elo bersedia jadi decorator, tapi kenapa lo enggak ada niatan untuk datang?"
Padahal Sakti baru membuka pintu rumahnya, tetapi Naga sudah memarahinya sedemikian rupa. Lantas apa jadinya nanti saat dirinya mempersilahkan tetangganya masuk ke dalam rumahnya? Bisa pecah gendang telinganya menerima ragam makian dari Naga.
"Masuk dulu, Ga. Enggak enak dilihat tetangga, masak iya kamu teriak-teriak di depan rumah saya malam-malam begini."
Naga yang sadari awal sudah sewot, langsung menyelonong dan duduk di sofa sembari terus menghadiahkan tatapan kesal terhadap Sakti.
"Maaf, Ga. Perusahaan ada sedikit masalah, makanya saya belum bisa hadir ke kantor kamu."
"Sori, Gue sih bodo amat sama masalah lo." jawab Naga dengan santainya.
"Tapi saya akan tetap membantu kamu untuk bikin kuenya. Tidak usah dibayar juga tidak apa-apa. Anggap saja permintaan maaf saya karena sudah membuat kamu dan tim kamu menunggu saya."
Naga yang awalnya ingin menghujat dan memarahi Sakti lebih banyak lagi seketika tak sampai hati. Dan kalau dilihat dari situasi saat ini, ketidakhadiran Sakti memang disebabkan oleh hal penting yang perlu ditangani.
"Ini konsepnya, simply but classy." masih perasaan yang sedikit kesal Naga menyodorkan desain yang sudah disepakati kala itu. "Tapi kalau memang lo ingin improve dengan keajaiban seperti yang pernah lo ciptakan gue nggak berkeberatan."
"Akan saya usahakan."
"By the way, lo kapan bisa meeting dengan para karyawan gue?"
"Secepatnya saya akan ngabarin kamu."
"Sekedar info saja ya, Sak, karyawan gue cantik-cantik, kali aja lo minat."
"Kamu datang kemari bukanya hanya menayakan kesediaan saya menjadi cake decorator? Kenapa sekarang jadi melenceng kema-mana?"
"Karena semenjak gue lihat lo hidup di kompleks sini, satu-satunya cewek yang nyamperin Lo ke rumah cuma Oma Vivi. Buruan married kek! Anak gue aja udah mau tiga. Padahal umur lo lebih tua dari pada gue."
"Menikah bukanlah hal yang harus dikompetisikan, Ga." jawab Sakti singkat.
"Serah lo, Sak. Serah lo aja!!!!
***
"Lusa cucu Nenek pulang dari Milan. Kamu harus menyempatkan waktu agar bisa melihatnya secara langsung, Oma ingin kamu kenalan dengan dia.”Pemuda yang saat ini sedang duduk bersebelahan dengan wanita berusia enam puluhan sembari memasukkan kukis jahe ke dalam toples - toples kecil untuk dibagikan kepada penghuni panti jompo esok hari hanya mengangguk sembari mengulas senyum tipis."Kenapa cuma kenalan? Kenapa enggak sekalian kamu suruh nikung aja itu Mika dari calon tunangannya?" sahut Opa Dion yang sedari tadi ikut duduk membundar bersama mereka di ruang keluarga."Kamu ini! Jangan mengajari Sakti macam-macam. Dan lagi, kamu itu mestinya enggak usah ikut campur dalam urusan percintaannya Mika. Kamu lupa kalau Sandra dan Thomas sudah menyetujui rencana pertunangan mereka?" tegas Oma Vivi."Namanya juga usaha, siapa tau Sakti ada jodoh dengan Mika. Bukan begitu, Sak?" canda Opa Dion.Lagi-lagi hanya senyum tipis yang Sakti hadirkan untuk mena
"Gimana, Ris? Lo udah dapet?""Ya ampun, Mik! Lo bangunin gue jam tiga pagi cuman nanyain gue udah dapet apa belum? Ada masalah apa lo sama siklus menstruasi gue?" gerutu Risa menunjukkan betapa kesalnya dirinya atas ulah Mika."Maksud gue, lo udah dapet detektif apa belum, dodol?""Mik, lo pikir nyari detektif yang qualified itu mudah? Ini Jakarta, Mik. Dan gue enggak punya koneksi, mana ada yang mau kasih info kalau yang nanya SPG rokok kayak gue? Gue ini masyarakat kasta bawah, Mik. Lagian ya, lo itu bego apa gimana? Bapak lo itu lawyer, Mik. Tersohor se-antero Jakarta. Lo tinggal ngomong ke Bapak lo udah pasti dapat. Lagian siapa sih yang mau lo selidikin? Lo ada musuh di Jakarta? Haters?""Enggak usah kepo, lo?""Ya, gimana gue nggak kepo, orang lo juga aneh, bangunin gue jam tiga pagi cuman buat nanya begituan? Emang nggak bisa ditunda besok pagi gitu?""Kelamaan, Ris. Di sini baru jam sepuluh mal
Tidak ada kilatan kamera tidak ada media yang mengerubunginya, tidak ada jeritan fan yang memekakkan telinganya. Pendaratan dirinya dari Italia berjalan sesuai rencana. Gamis dan kerudung lebar serta cadar yang dikenakannya pasti membuat siapa pun pangling jika perempuan yang saat ini menenteng Hermes Picotin22 adalah salah satu model kenamaan asal Indonesia yang sukses berkarier di Italia.Tempat yang pertama ia tuju bukan rumahnya, melainkan apartemen yang delapan tahun lalu diberikan neneknya sebagai kado ulang tahunnya.Mika mengumpat pelan, menyadari kode aksesnya masih sama. Padahal ia sudah meminta Risa untuk mengubahnya sejak ia memasrahkannya. Sementara itu Risa yang sedang bersiap untuk berangkat kerja tampak kaget hingga menjatuhkan tas yang dipegangnya tatkala mendapati sosok dengan tampilan serba asing itu berdiri tak jauh darinya bersama dengan enam koper di belakangnya."B aja bisa nggak lihatnya?"Suara itu tidak asing baginya, su
Mika buru-buru membuka emailnya setelah sepuluh menit lalu ia menerima pesan dari detektif suruhannya. Di sana terdapat informasi lengkap mengenai sosok yang diincarnya selama ini.Tertulis jika sejak delapan tahun lalu sosok yang ia cari telah berpindah kota. Bogor menjadi alamat terakhir yang tertera di KTP nya. Namun ada satu hal yang agak aneh. Sang detektif hanya menuliskan SMA sebagai pendidikan terakhir, bukan sekolah administrasi negara seperti yang terakhir diketahuinya.Seingat Mika, dulu laki-laki ini menjadi satu-satunya murid SMA di sekolahnya yang berhasil memasuki sekolah tersebut, lengkap dengan beasiswa sebagai fasilitasnya. Tidak mengherankan memang, karena sudah sejak kelas satu laki-laki yang dulu gemar berkaca mata bulat ini memang sering mengharumkan nama sekolah dalam berbagai jenis Olimpiade akademik.Semua murid yang dulu menertawai keculunan dan kepolosannya mendadak dibuat iri kala itu, karena gambaran masa depan sudah pasti, mengingat
Sakti yang pagi ini tengah membantu Oma Vivi mengupas wortel di dapur langsung menyingkir saat mendapatkan telepon dari salah satu drivernya yang mengabarkan jika barang yang dikirimkan untuk supermarket A tiba-tiba berubah layu dan menghitam saat hendak dibongkar.Sontak Sakti tidak bisa menyembunyikan kekagetan juga keheranannya pasca menerima foto yang dikirimkan drivernya. Bagaimana bisa sayuran segar yang dua jam lalu tampak baik-baik saja kini seperti itu keadaannya. Ini benar - benar tidak biasa."Oma, aku pergi sebentar, ya. Ada kerjaan," pamit Sakti sebelum undur diri.Tanpa basa-basi Sakti langsung menuju ke Supermarket A. Banyak hal yang harus diurusnya seperti mencari tahu penyebabnya atau meminta maaf kepada pihak Supermarket atas hal yang baru saja terjadi.Namun maaf saja tidak cukup, entah bagaimana caranya Sakti harus memberikan solusi mengenai ini. Pihak supermarket jelas tidak mau mengambil resiko untuk ini karena ia t
Mika buru-buru membuka emailnya setelah sepuluh menit lalu ia menerima pesan dari detektif suruhannya. Di sana terdapat informasi lengkap mengenai sosok yang diincarnya selama ini.Tertulis jika sejak delapan tahun lalu sosok yang ia cari telah berpindah kota. Bogor menjadi alamat terakhir yang tertera di KTP nya. Namun ada satu hal yang agak aneh. Sang detektif hanya menuliskan SMA sebagai pendidikan terakhir, bukan sekolah administrasi negara seperti yang terakhir diketahuinya.Seingat Mika, dulu laki-laki ini menjadi satu-satunya murid SMA di sekolahnya yang berhasil memasuki sekolah tersebut, lengkap dengan beasiswa sebagai fasilitasnya. Tidak mengherankan memang, karena sudah sejak kelas satu laki-laki yang dulu gemar berkaca mata bulat ini memang sering mengharumkan nama sekolah dalam berbagai jenis Olimpiade akademik.Semua murid yang dulu menertawai keculunan dan kepolosannya mendadak dibuat iri kala itu, karena gambaran masa depan sudah pasti, mengingat
Tidak ada kilatan kamera tidak ada media yang mengerubunginya, tidak ada jeritan fan yang memekakkan telinganya. Pendaratan dirinya dari Italia berjalan sesuai rencana. Gamis dan kerudung lebar serta cadar yang dikenakannya pasti membuat siapa pun pangling jika perempuan yang saat ini menenteng Hermes Picotin22 adalah salah satu model kenamaan asal Indonesia yang sukses berkarier di Italia.Tempat yang pertama ia tuju bukan rumahnya, melainkan apartemen yang delapan tahun lalu diberikan neneknya sebagai kado ulang tahunnya.Mika mengumpat pelan, menyadari kode aksesnya masih sama. Padahal ia sudah meminta Risa untuk mengubahnya sejak ia memasrahkannya. Sementara itu Risa yang sedang bersiap untuk berangkat kerja tampak kaget hingga menjatuhkan tas yang dipegangnya tatkala mendapati sosok dengan tampilan serba asing itu berdiri tak jauh darinya bersama dengan enam koper di belakangnya."B aja bisa nggak lihatnya?"Suara itu tidak asing baginya, su
"Gimana, Ris? Lo udah dapet?""Ya ampun, Mik! Lo bangunin gue jam tiga pagi cuman nanyain gue udah dapet apa belum? Ada masalah apa lo sama siklus menstruasi gue?" gerutu Risa menunjukkan betapa kesalnya dirinya atas ulah Mika."Maksud gue, lo udah dapet detektif apa belum, dodol?""Mik, lo pikir nyari detektif yang qualified itu mudah? Ini Jakarta, Mik. Dan gue enggak punya koneksi, mana ada yang mau kasih info kalau yang nanya SPG rokok kayak gue? Gue ini masyarakat kasta bawah, Mik. Lagian ya, lo itu bego apa gimana? Bapak lo itu lawyer, Mik. Tersohor se-antero Jakarta. Lo tinggal ngomong ke Bapak lo udah pasti dapat. Lagian siapa sih yang mau lo selidikin? Lo ada musuh di Jakarta? Haters?""Enggak usah kepo, lo?""Ya, gimana gue nggak kepo, orang lo juga aneh, bangunin gue jam tiga pagi cuman buat nanya begituan? Emang nggak bisa ditunda besok pagi gitu?""Kelamaan, Ris. Di sini baru jam sepuluh mal
"Lusa cucu Nenek pulang dari Milan. Kamu harus menyempatkan waktu agar bisa melihatnya secara langsung, Oma ingin kamu kenalan dengan dia.”Pemuda yang saat ini sedang duduk bersebelahan dengan wanita berusia enam puluhan sembari memasukkan kukis jahe ke dalam toples - toples kecil untuk dibagikan kepada penghuni panti jompo esok hari hanya mengangguk sembari mengulas senyum tipis."Kenapa cuma kenalan? Kenapa enggak sekalian kamu suruh nikung aja itu Mika dari calon tunangannya?" sahut Opa Dion yang sedari tadi ikut duduk membundar bersama mereka di ruang keluarga."Kamu ini! Jangan mengajari Sakti macam-macam. Dan lagi, kamu itu mestinya enggak usah ikut campur dalam urusan percintaannya Mika. Kamu lupa kalau Sandra dan Thomas sudah menyetujui rencana pertunangan mereka?" tegas Oma Vivi."Namanya juga usaha, siapa tau Sakti ada jodoh dengan Mika. Bukan begitu, Sak?" canda Opa Dion.Lagi-lagi hanya senyum tipis yang Sakti hadirkan untuk mena