Sanjaya menatap sinis ibunya dengan sudut bibirnya yang sedikit terangkat, dengan berdecak dia berkata, "Cek, apa Mama benar-benar tidak tau, atau Mama yang tidak mau tau? Laura itu sepupu Diandra, anak tiri Mama!" Setelah mengatakan itu dengan wajah penuh kepuasan Sanjaya meninggalkan ibunya yang masih menatapnya tajam.
Akan tetapi, langkah pria itu lagi-lagi terhenti karena perkataan ibunya. "Apa yang coba kamu klarifikasi, Jay?" Tatapan ibunya terlihat berbeda jika sudah membicarakan masa lalunya, kebencian itu selalu membunuhnya sedikit demi sedikit dengan cekikikan dan hujaman kuat di dadanya."Tidak ada, tapi itulah kenyataannya … semua orang di panti asuhan tempat Diandra dan Laura besar, semua mengetahui. Mereka saudara sepupu!"Benarkah?'Sepertinya aku terlalu lengah, untungnya mereka tidak jadi menikah!'"Dan Laura bukan anak tiriku. Dia tidak lebih dari seorang penipu sama seperti Jalangmu itu, Jay!""Dia istriku, MJantungnya benar-benar berhenti berdetak dengan napasnya yang tercekat di tenggorokan. Bahkan, bola mata wanita itu sama sekali tidak bergerak, menatap Sanjaya lekat dengan sedikit rasa takut dihatinya. Apa Sanja benar-benar tahu siapa dirinya? Atau hanya berusaha mempermainkan perasaan dan terus menggodanya?Venti yang menderanya saja sempat merasa takut akan apa yang dikatakan Sanjaya. Entah putranya ini berkata yang sebenarnya atau hanya menggoda Davinka saja? Sebentar lagi ia akan mengetahuinya.Riak air yang hampir tumpah di bola matanya yang sebening embun pagi serta wajahnya yang mulai seperti kapas dan bibirnya yang gemetar hebat membuat Sanjaya yakin bahwa istrinya sudah benar-benar mengingat dirinya dan tengah berpura-pura dihadapan ibunya."Ka-kamu—" Suaranya yang gemetar langsung dibenamkan ke dalam dekapan dadanya.Dengan cepat Sanjaya merengkuh tubuh istrinya dan memeluknya erat hingga isak tangis wanita itu keluar nyaris seperti suara orang yang baru saja kehilangan. S
Davinka hanya memejamkan matanya saat bibir tipis itu menyapu bibirnya yang gemetar dan dingin, dan terus mencari celah agar dapat terselip diantaranya, lalu menyesapnya kuat dan sangat dalam hingga lengkuhan kecil lolos dari bibir tebal itu.Untuk sesaat mereka terhanyut dalam kelembutan, kehangatan, dan rasa rindu mereka yang tidak bisa dibendung lagi. Namun, saat permainan dua kelompok bibir itu semakin panas dan berkobar, dua deheman tajam menghentikan mereka dari kenikmatan yang begitu memabukkan."Ehem!" Suara kedua bocah itu "Mommy!""Mama!""Apa yang kalian lakukan?" Dalam dua bahasa yang berbeda.Davinka menarik wajahnya dan menghapus jejak basah itu dengan cepat. Merasa sangat malu."Hanya ciuman selamat pagi pada ayah kalian," sahutnya dengan suara parau. Davinka berdeham, berusaha membersihkan tenggorokannya dan memutar tubuh, lalu menatap keduanya bergantian. "Dan aku akan memberikan ciuman untuk kalian sebentar lagi. Kemari lah!"Keduanya datang menghampiri Davinka dan
Sanjaya mendesah panjang. Kakak pura-pura ini sekarang benar-benar merepotkan.Sebenarnya apa motif pria ini? Dalam hati pria itu ingin segera mencari tahunya."Fitting gaun. Ada bagian yang harus dirubah kemarin. Davinka harus mencobanya lagi sebelum gladi resik. Ahh sudahlah, lajang mana tahu hal seperti ini." Sanjaya hanya sedikit meliriknya, "aku pergi, ya, Sayang!" Setelah mencium bibir istrinya, Sanjaya langsung naik mobil tanpa bicara pada Nole.Ingin rasanya Sanjaya membuat perhitungan pada kakak pura-pura Davinka yang sudah semakin mengatur dirinya seolah dirinya adalah orang lain dan bukan suami asli Davinka yang adalah Diandra."Dia sangat pemarah, gak asik!" Nole sudah mengangkat tubuhnya acuh.Davinka terkekeh, "Itu karena dia tau aku istrinya. Sanja pasti merasa tersaingi. Kakak hanya orang asing!""Sejak kapan?" Sekarang wajah Noel sudah sepenuhnya berubah. Sikap acuhnya sudah terlihat sedikit waspada."Sepertinya sudah lama, mungkin sebelum kecelakaan itu. Aku akan seg
Sekarang Davinka tahu apa yang begitu membuat Ibu mertuanya ini membenci dirinya. Bisa jadi tantenya sendiri yang sudah meracuni pikiran ibu mertuanya agar membenci dirinya dan menggunakannya sebagai alat agar Venti tidak bahagia.'Tapi bukannya tante Mawar ada di rumah sakit? Aku sama Laura sama-sama dimasukkan ke panti asuhan di bulan dan hari yang sama. Apa ini sengaja?'Ini jelas sebuah kesalahpahaman yang mendarah daging dalam hati ibu mertuanya ini. Davinka ingin mengatakan bahwa Diandra bukanlah anak dari Mawar. Tapi, sekarang ia tidak punya bukti apapun untuk mengatakannya kepada ibu mertuanya itu. Mengatakannya sekarang hanya sia-sia dan malah akan menggagalkan pernikahan keduanya dengan Sanjaya. 'Gak, aku gak bisa kasih tau Mama sekarang. Paling gak sampai benar-benar aku punya bukti dan bisa meyakinkan Mama kalau aku bukan anak tante Mawar.'Sekarang Davinka merasa iba pada wanita ini, yang selama hidupnya dipenuhi oleh kebencian. Mawar memang sudah pergi. Tapi racun dari
"Sanja!" tegur Davinka saat tubuhnya melayang. Dengan cepat Davinka melingkarkan tangannya pada leher Sanjaya dan kembali memberikan delikan tajam. Pria ini benar-benar selalu melakukan apa ia keinginannya. "Cepat turunkan aku, Sanja? Semua orang liatin kita, tuh!" Davinka hanya cemberut saat pria itu tidak juga melakukan apa yang ia inginkan. Sekarang ia harus apa? Karena malu sekarang Davinka hanya dapat menyembunyikan wajahnya dalam dada pria itu.Sanjaya tetap acuh, memasang wajah setebal kulit badak dan sudah berjalan keluar cafe tanpa mempedulikan bisikan di belakangnya. Baginya, kesehatan Davinka yang utama. Sanjaya tidak mau ada keluhan sedikitpun dari bibir istrinya yang sudah tidak sabar ia cumbu lagi. Bukankah tadi Davinka bilang kakinya pegal? Karena itulah sekarang ia menggendongnya."Sanja! Turunin, gak!" rengek Davinka lagi. Wajahnya sudah benar-benar semerah kepiting rebus. Davinka bahkan tidak berani melihat sekelilingnya.Bagaimana tidak, di depan cafe lebih bany
Sejak ingatannya kembali Davinka memang sudah menggaris bawahi hal ini untuk dibahas pertama kali. Suaminya harus mendapatkan pelajaran atas apa yang dia lakukan selama tiga tahun ini, kan?'Mampus, aku menggali kuburanku sendiri!'Untuk membawa Davinka ke rumah orang tuanya sangatlah tidak mungkin. Sanjaya langsung menancap gas dan menuju apartemennya yang kebetulan tidak jauh dari sana."Kamu bisa melampiaskan semua kemarahanmu diatas sana, Ra … kamu berhak menghukummu!" Setelah bisu selama dalam perjalanan Sanjaya hanya mampu mengatakan itu. Sekarang ia adalah pendosa dan siap menerima hukumannya.Melihat istrinya masih diam membisu Sanjaya terlihat semakin frustasi. Bukannya turun Davinka malah melipat kedua tangannya di dada. Wanita itu menekuk wajahnya sedemikian rupa sehingga terlihat semakin mengemaskan di mata Sanjaya.'Ini semua gara-gara si keriput Wulan aku harus menerima amukan istriku sekarang!' Sanjaya menuruni mobil dan membuka pintu penumpang. Pria itu kembali mengg
Davinka meletakkan tangan di bahu pria itu dan mulai menurunkan tubuhnya dari gendongan Sanjaya, menatap wajah pria itu dengan galak."Kamu tau, Sanja, saat aku sadar dari kematianku yang ingin pertama kali aku lakukan adalah mencincang juniormu dan menggantungnya di ujung Monas yang jika sudah mengering dan menjadi manisan akan aku biarkan dimakan oleh burung elang. Tapi sayangnya aku masih membutuhkan itu, jadi aku mengurungkan niatku." Davinka semakin mendesak Sanjaya, menyudutkan pria itu ke tembok dan menghimpitnya sana, "Sekarang, aku cuma mau mencekikmu hingga kamu kehabisan napas dan membuatmu melupakan semua bentuk tubuh wanita yang pernah kamu jamah!"Davinka mengatakan itu semua dengan giginya yang terkatup rapat dan matanya yang hampir loncat keluar. Kedua tangannya sudah siap mencekik pria itu hingga mati.Kali ini Sanjaya benar-benar dibuat ngeri. Istrinya ini benar-benar seperti wanita yang baru bangkit dari kubur dan mencari pembalasan dendam. Untungnya hari ini Davink
"Terus apa?" Davinka semakin lekat menatap suaminya, "Apa yang kita lakuin setelah itu? Apa kita bisa bahagia kalau udah bisa balas semua ini sama Mama?" Suara Davinka semakin lama semakin meninggi, "gak, kita gak dapat apa-apa selain rasa benci dan aku gak mau itu, Sanja … aku gak mau! Aku sama Mama sama-sama menderita selama ini, kita semua menderita! Aku gak mau anak-anak kita merasakan kebencian dari Oma-nya … aku gak mau mereka kayak aku. Sebatang kara!" Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana membuat Sanjaya mengerti dengan keputusannya. Davinka kini terduduk dilantai yang dingin dengan menyandarkan kepalanya pada dengkul pria itu yang masih berdiri mematung.Sanjaya sendiri masih tidak bisa menerima atas apa yang sudah dilakukan oleh ibunya selama ini. Selain membuat Diandra tiada ibunya juga telah memalsukan kematian kedua putranya yang bahkan sama sekali tidak ia ketahui selama ini. Selama ini Sanjaya percaya oleh perkataan dokter wanita itu yang mengatakan istrinya hamil kembar
Davinka kembali menoleh pada Wulan dan menggenggam tangannya, menatap wanita itu penuh hormat, berkata dengan suara yang lembut dan penuh permohonan, "Mah, aku tidak dibesarkan oleh seorang ibu dan tidak banyak orang yang aku kenal. Sekarang aku memanggilmu Mama. Emm, Mama mau, kan, menjadi ibuku dan merestui pernikahanku!"Pupil matanya melebar, terus menatap Wulan penuh harap. Akankah Wulan memenuhi keinginannya?Wulan sendiri kehilangan kata-katanya. Air mata kembali mengalir deras dengan isakkan tertahan. Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban.Bodoh! Anak sebaik ini, bagaimana ia bisa menyakitinya dan menolaknya berulang kali!Davinka mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu memeluk tubuh gemetar itu dengan penuh kehangatan."Terima kasih, mulai sekarang aku punya Mama." Bisik Davinka dengan elusan lembut di punggung Wulan.Davinka mengurai pelukan, menarik tangan Sanjaya agar menjabat tangan Wulan, "Sekarang Mama Wulan adalah ibu mertuamu, cepat sungkem!"Sanjaya tercengang.
Mendengar ibunya berkata seperti itu membuat Yudha bangun dari duduknya dan meraih tangannya."Ini semua karena Yudha. Mama hanya korban dari obsesi Yudha! Sudah, semua sudah selesai. Biar Yudha yang menanggung semua ini!" Tegas pria itu. Kini aura kehidupan sudah terlihat di wajahnya. Davinka yang asli sering menolaknya dengan kata-kata kasar karena ke keraskepalaannya.Penyesalan, kekecewaan, dan amarah terpancar jelas. Akan tetapi, semua ditujukan kepada dirinya sendiri."Tidak ada yang akan masuk penjara. Semua hanya karena kesalahpahaman!" tanam Sandy, "Tuan Sanjaya mengembalikan semua yang sudah diambilnya," ujarnya lagi yang membuat mereka semua tercengang."Mak-maksudnya?"Kebingungan jelas terlihat dari bagaimana cara mereka bereaksi. Entah apa yang diambil dan harus dikembalikan."Toko elektronik suami Anda beserta isinya dan beberapa calon investor sudah ada di dalam dokumen ini. Kalian tidak bisa menolak! Ja
"Udah malem! bye, Rani …." Davinka langsung menutup pintunya rapat.Rani membalikkan tubuhnya, kamar itu sudah temaram. Yang membuat ia menggigit bibir bawahnya adalah, Sandy berada di tengah ranjang dengan memeluk Inggi. Putrinya malah ada di sisi lainnya ranjang itu.'Ais … jadi gue harus tidur disamping dia?' jerit Rani dalam hatinya.Bersentuhan dengan kulitnya saja sudah hampir membuatnya seperti terbakar. Tapi ini ….Pikirannya terhenti."Mau sampai kapan kamu di sana!" Suara bariton itu menggema dalam remangnya kamar hingga mampu membuat bulu kuduk Rani meremang sempurna.Suara serak Sandy menandakan bahwa pria itu sudah sempat tertidur, terdengar sangat menggoda di telinganya hingga jantungnya mulai berdetak lebih hebat. Rani mulai melangkah dengan kaki beratnya. Ia tahu malam ini harus tidur di ranjang yang sama dengan Sandy. Mampukah?Ini memang bukan malam pertama mereka. Tapi, tidur tepat di sisi pria itu hampir tidak pernah terjadi selama tiga Minggu mereka menikah."Di-d
'Aku tahu, aku sedang dihukum atas semua kejahatan-kejahatanku. Tapi kenapa tidak ambil saja nyawaku daripada membuat semua orang menderita bersamaku!'Venti mulai merasa depresi dengan keadaannya. Kata-kata berikutnya semakin membuatnya tenggelam."Itu jauh lebih bagus. Di kantor Papa bisa fokus bekerja. Tadinya Papa hanya akan pergi saat mendesak saja. Tapi melihat cinta kalian, Papa merasa sangat lega!"Davinka melihat suster membawa sesuatu di tangannya. "Apa itu, Sus? Apa makan siang mama?""Ya, Nyon—""Panggil ibu saja. Saya lebih nyaman dengan itu!" pangkas Davinka cepat. Dia sudah sangat risih dengan sebutan nyonya-nonyaan.Suster itu mengangguk dan berjalan mendekati Davinka, memperlihatkan apa yang ia bawa."Ini bubur cair. Nyonya Venti hanya dapat makan ini sementara waktu sampai bisa mengunyah kembali," jelas suster itu.Dengan wajah murung dan dan air mata yang hampir jatuh, Davinka terus menatap ib
"Keadaannya tidak akan membaik hanya karena kamu membatalkan resepsi kita, Ra!" Dan ini akan selalu menjadi panggilan untuk Diandra walaupun kini sudah mengganti nama Davinka dan melupakan panggilan Davin-nya."Baiklah, aku kalah dari kalian!" desahnya sambil menatap kelima pria ini yang sekarang berada dikamar perawatan Venti."Ayo! Rasty dan yang lainnya sudah menunggu di rumah," ujar Noel mengingatkan.Mereka akan pulang ke apartemen mewah Sanjaya. Noel sendiri setelah resepsi akan kembali ke Singapura dan menetap disana. Insiden berdarah di rumahnya sama sekali tidak pernah terpublikasikan. Ada keinginan untuk menjual rumah itu, tapi Davinka menolaknya. Bagaimanapun, rumah itu memiliki kenangan untuk Davinka ataupun Diandra.Brata menyewa satu jasa suster untuk merawat istrinya. Sebenarnya ia ingin dua orang agar mereka bisa bergantian menjaga. Tapi, menantunya ini menolak dengan alasan Venti sekarang memiliki empat orang anak. Satu suster sudah cukup."Kenapa tidak pulang kerumah
Ketika semua tidak seperti apa yang kita rencanakan maka, pasrahkan, serahkan, ikhlaskan …. Biarkan tangan Tuhan yang melanjutkan karena, seberapa gigih pun kita mencoba, tanpa jamahan tangannya semua akan sia-sia.Venti sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyingkirkan Diandra agar menjauh dari putranya. Tapi apa? Semakin ia berusaha, semakin mendekatkan mereka hingga akhirnya membuat dirinya seperti ini sekarang. Bahkan, kematian lebih baik daripada kehidupan yang menyiksa ini.Dari tempatnya berbaring, Venti terus menatap wajah Davinka. Wajah cantik itu memang sangat berbeda dengan milik Diandra kecuali, mata, bibir, siluet dan suaranya yang sangat ia kenal.Seharusnya dia tahu akan hal ini karena Noel adalah bedah plastik terbaik di negaranya hingga mendapatkan pekerjaan di Singapura."Kita harus mencari dokter terapis terbaik, mama tidak bisa terus seperti ini!" bujuk Davinka disela isak tangisnya.'Apa dia menangis untukku? Menangisi aku yang jahat ini?' bagaimana mana
Para polisi langsung mengamankan Laura. Peluru mengenai dadanya dan langsung tembus ke jantung. Bukan hanya satu, tapi dua sekaligus hingga menewaskan wanita itu.Ambulance dan beberapa polisi sudah datang, mereka ditelpon oleh Noel dan Brata."Sanja!" panggil Davinka saat melihat suaminya terbaring lemas. Noel dan Sandy sudah ada disana memberikan pertolongan pertama."Aku gak papa," sahutnya menenangkan.Dengan kaki gemetar, Davinka membawa Renhart mendekat pada Sanjaya dan bersimpuh di hadapannya. Sanjay menyentuh wajah putranya dan bertanya dengan suara yang parau. Berusaha untuk tetap tersadar, "Kamu gak papa, kan? Apa ada yang sakit?"Pria itu melihat bagaimana Renhart di bekap oleh Laura.Renhart menggeleng, "Papa pasti kesakitan. Itu pasti sakit."Anak itu bicara di sela isak tangisnya. Merasa sangat khawatir. Renhart tahu Papanya sengaja melakukan itu agar peluru tidak mengenai tubuhnya. Ia melihat sendiri Papanya langsung melompat saat wanita jahat itu berteriak memintanya u
Suhu di ruangan itu mendadak berubah dibawah nol derajat. Suasananya lebih dingin dari kutub Utara. Siapapun tidak berani mengambil napas dengan semaunya. Mereka hanya tidak ingin mengeluarkan suara dan mengganggu konsentrasi.Laura masih menatap puas apa yang ada di hadapannya, bagaimana musuh terbesar ibunya kini sudah tidak terselamatkan lagi. Wajah Venti sudah terlihat bengkok dan kaku, napasnya sedikit terengah-engah, terlihat sangat kesakitan.Venti masih belum bisa memalingkan wajahnya dari tempat Davinka berdiri. Hanya suara geraman yang lolos dari bibir wanita itu yang sedikit membiru."Ini lebih bagus dari kematian. Kamu tersiksa sebelum ajal menjemput! Hahah!" Sandy melangkah maju. Tapi sial, ternyata telinga Laura sangat peka. Wanita itu kembali fokus pada Renhart dalam dekapan lengangnya."Apa kalian gila!" teriak wanita itu. Laura memutar tubuhnya dengan Renhart dalam lengannya, pistol terus menempel pada kepala anak itu dan siapa di tekan kapanpun. Ia menatap semua y
Suara benda jatuh dan teriakan menggema dari arah pintu dapur. Suara langkah kaki mulai terdengar semakin dekat. Venti yang masih menggenggam tangan Davinka merasa sangat bingung dengan nama ayah Davinka yang sama persis seperti nama ayah Diandra. Wanita itu masih berpikir keras dan berusaha mengenyahkan semua ketakutannya.'Ini pasti hanya kebetulan, kan?' tanyanya dalam hati, 'apa mereka saudara, satu ayah, atau—' Suaranya terhenti. Venti melihat genggaman tangannya yang masih menggenggam tangan Davinka yang kini dipaksa lepas oleh suaminya sudah terbuka dan tangan Davinka hilang dalam genggaman tangannya."Apa yang kamu pikirkan? Sekarang putra kita sudah sah menjadi suami Davinka," tukas pria berusia mengingat istrinya yang masih diam membisu. Pikirannya bahkan terlihat kosong.Brata membantu Davinka agar duduk disisi Sanjaya. Mereka mulai menandatangani berkas pernikahan. Namun, saat penghulu menyerahkan dua buku merah dan hijau, teriakan seseorang menghentikan pergerakannya.