Sejak ingatannya kembali Davinka memang sudah menggaris bawahi hal ini untuk dibahas pertama kali. Suaminya harus mendapatkan pelajaran atas apa yang dia lakukan selama tiga tahun ini, kan?'Mampus, aku menggali kuburanku sendiri!'Untuk membawa Davinka ke rumah orang tuanya sangatlah tidak mungkin. Sanjaya langsung menancap gas dan menuju apartemennya yang kebetulan tidak jauh dari sana."Kamu bisa melampiaskan semua kemarahanmu diatas sana, Ra … kamu berhak menghukummu!" Setelah bisu selama dalam perjalanan Sanjaya hanya mampu mengatakan itu. Sekarang ia adalah pendosa dan siap menerima hukumannya.Melihat istrinya masih diam membisu Sanjaya terlihat semakin frustasi. Bukannya turun Davinka malah melipat kedua tangannya di dada. Wanita itu menekuk wajahnya sedemikian rupa sehingga terlihat semakin mengemaskan di mata Sanjaya.'Ini semua gara-gara si keriput Wulan aku harus menerima amukan istriku sekarang!' Sanjaya menuruni mobil dan membuka pintu penumpang. Pria itu kembali mengg
Davinka meletakkan tangan di bahu pria itu dan mulai menurunkan tubuhnya dari gendongan Sanjaya, menatap wajah pria itu dengan galak."Kamu tau, Sanja, saat aku sadar dari kematianku yang ingin pertama kali aku lakukan adalah mencincang juniormu dan menggantungnya di ujung Monas yang jika sudah mengering dan menjadi manisan akan aku biarkan dimakan oleh burung elang. Tapi sayangnya aku masih membutuhkan itu, jadi aku mengurungkan niatku." Davinka semakin mendesak Sanjaya, menyudutkan pria itu ke tembok dan menghimpitnya sana, "Sekarang, aku cuma mau mencekikmu hingga kamu kehabisan napas dan membuatmu melupakan semua bentuk tubuh wanita yang pernah kamu jamah!"Davinka mengatakan itu semua dengan giginya yang terkatup rapat dan matanya yang hampir loncat keluar. Kedua tangannya sudah siap mencekik pria itu hingga mati.Kali ini Sanjaya benar-benar dibuat ngeri. Istrinya ini benar-benar seperti wanita yang baru bangkit dari kubur dan mencari pembalasan dendam. Untungnya hari ini Davink
"Terus apa?" Davinka semakin lekat menatap suaminya, "Apa yang kita lakuin setelah itu? Apa kita bisa bahagia kalau udah bisa balas semua ini sama Mama?" Suara Davinka semakin lama semakin meninggi, "gak, kita gak dapat apa-apa selain rasa benci dan aku gak mau itu, Sanja … aku gak mau! Aku sama Mama sama-sama menderita selama ini, kita semua menderita! Aku gak mau anak-anak kita merasakan kebencian dari Oma-nya … aku gak mau mereka kayak aku. Sebatang kara!" Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana membuat Sanjaya mengerti dengan keputusannya. Davinka kini terduduk dilantai yang dingin dengan menyandarkan kepalanya pada dengkul pria itu yang masih berdiri mematung.Sanjaya sendiri masih tidak bisa menerima atas apa yang sudah dilakukan oleh ibunya selama ini. Selain membuat Diandra tiada ibunya juga telah memalsukan kematian kedua putranya yang bahkan sama sekali tidak ia ketahui selama ini. Selama ini Sanjaya percaya oleh perkataan dokter wanita itu yang mengatakan istrinya hamil kembar
Davinka tidak bisa berkata apapun, Sanjaya berhak marah, dan saat itu juga kakak sepupunya itu lebih marah pada Sanjaya yang tidak becus menjaga dirinya.Untuk urusan itu biarkan dua pria ini mengurus kemarahan mereka sendiri dan menuntaskannya bersama tanpa campur tangan dirinya yang adalah korban di dalam sana.Sanjaya dan Davinka memutuskan untuk pulang setelah cukup lama berada di apartemen itu untuk mencurahkan seluruh rasa rindu mereka tanpa ada yang harus ditutupi lagi."Apa aku tidak diundang masuk?" tanya pria itu saat menarik rem tangannya. Saat ini mereka sudah tiba di kediaman megah Noel yang sebagian lampu kamar sudah dipadamkan, menandakan penghuninya sudah tertidur dan terlelap ke alam mimpi."Apa kamu butuh undangan?" Davinka sedikit tersipu malu. Ini sama persis ketika Sanjaya mengantar pulang ke asrama."Noel pasti sudah siap dengan palunya. Aku lebih baik menyerah sekarang dan menunggu 1 minggu lagi agar dapat membawa kalian pulang." Pria itu mendaratkan bibirnya
Sanjaya sudah sering kali berkata kasar, mendiaminya, mengutuknya, dan sangat ingin menampar wajah ibunya sendiri. Namun, itu semua sepertinya belum juga cukup untuk meluluhkan hatinya. Kemarahannya semakin berkobar."Aku akan membawanya pergi keluar negeri. Apa kamu akan mendukung kami? Hanya kamu keluarga yang Davinka miliki!" Kali ini Sanjaya memohon pada pria itu untuk pertama kalinya. "Menurutmu apa yang aku lakukan selama ini?" Noel membentak pria itu, "Sejak awal aku tahu Davinka bukan adikku dan tetap menganggapnya wanita asing yang malang sampai jasad adikku ditemukan." Noel menjeda ucapannya cukup lama sampai akhirnya dia kembali bicara dengan suara yang bergetar dan matanya memerah, "Hidungnya hancur, daerah mengalir deras dari pelipisnya dan membuat warna matanya semerah darah. Ada lubang besar di pipinya dan itu yang paling dalam selain sayatan di beberapa tempat. Selain itu luka operasinya kembali terbuka lebar akibat hantaman keras. Aku langsung melakukan tindakan p
Tidak seperti Rain yang sampai saat ini masih menjaga jarak. Bahkan terlihat acuh. Bagi anak itu ayah ada ibunya ada Panji dan Esti. Untuk ini Davinka dan Sanjaya masih memiliki banyak PR agar putra mereka memiliki kepercayaan penuh."Siapa yang bilang Mommy Davinka itu ibu kamu? Kamu punya bunda, Reno dan sebentar lagi kamu akan punya adik!" sahut Venti pedas."Oma jeyek, Oma nenek sihir. Itu Mommy atu, uwek!" Reno menjulurkan lidahnya dan langsung berlari ke arah Davinka yang sudah menuruni anak tangga terakhirnya. Mata Venti membola sempurna. Anak ini sudah pintar membencinya."Dia belajar pada contoh yang tepat! Mama sudah mengajarkan kebencian sejak ia masih dalam kandung! Aku harap anakku ini tidak seperti Reno yang tumbuh dengan keterbatasan!" Rasty mengusap perutnya berulang kali.Ucapan Rasty jelas menohok hati Venti. 'Apa Rasty tau Reno adalah putra Diandra? Tapi bagaimana? Aku sudah—'Venti tidak berani melanjutkan pikirannya. Putrinya juga seorang ibu. Rasty pasti tahu d
Brata menatap istrinya tajam. "Kamu yang lebih tau? Perasaanku tidak pernah berubah, sejak muda sampai setua ini. Aku hanya mencintai kamu, benar tidaknya kamu yang merasakan. Aku ada disini, menunggu kamu untuk berubah dan memperbaiki keluarga ini yang hampir hancur."Sesampainya di sini, Brata sudah mendengar semua yang diributkan. Sanjaya juga sudah menghubunginya dan memberi tahu segalanya. Andai bisa, ia ingin putra, menantu dan cucu-cucunya tidak pergi kemanapun, dan itu hanya bisa diwujudkan oleh istrinya.Brata ingin Venti berubah. Ini kesempatan terakhirnya. Bisakah istrinya menggunakan kesempatan ini?Venti merenung. Tidak bisa dipungkiri ia juga masih mencintai Brata, dan suaminya memang tidak sekalipun tidur dirumah wanita manapun. Termasuk Mawar, rivalnya.Tapi jika ia memberitahukan kepada mereka bahwa Reno memang putra Diandra, nanti apa tanggapan calon menantunya? Davinka pasti menganggapnya buruk.Noel tahu Wanita jahat itu akan membuka identitas Reno dan ia tidak in
"Tidak punya kaki dan tangan. Hanya tubuh dan kepala. Dan .... anak itu menyerah bahkan sebelum dilahirkan." Venti bahkan tidak berani menatap putrinya. Wanita itu terus menunduk.Davinka tidak menyangka akan seperti ini. Ibu mertuanya mengorbankan dirinya hanya demi kebahagiaan putrinya. Ternyata Venti sudah merencanakan ini semua sejak awal kandungannya. "Kenapa Mama tidak memberitahu kami? Saat itu mungkin keadaannya sangat sulit, tapi itu kenyataannya, Mah!" "Karena sudah lama kamu menantikan anak itu. Kamu rela selalu ditusuk oleh jarum hanya untuk mendapatkan asupan gizi. Kamu bicara dengannya siang dan malam. Apa menurut kamu Mama setega itu membiarkan dokter untuk membunuhnya dalam kandunganmu? Saat itu dia masih berdetak walaupun lemah, dia masih berdenyut dan merespon setiap sentuhanmu. Jika kamu jadi Mama, apa kamu akan menggugurkannya dan mendengarkan semua perkataan para dokter? Mama rasa tidak! Kamu pasti akan mempertahankannya bagaimanapun keadaannya saat itu ….""Mam
Davinka kembali menoleh pada Wulan dan menggenggam tangannya, menatap wanita itu penuh hormat, berkata dengan suara yang lembut dan penuh permohonan, "Mah, aku tidak dibesarkan oleh seorang ibu dan tidak banyak orang yang aku kenal. Sekarang aku memanggilmu Mama. Emm, Mama mau, kan, menjadi ibuku dan merestui pernikahanku!"Pupil matanya melebar, terus menatap Wulan penuh harap. Akankah Wulan memenuhi keinginannya?Wulan sendiri kehilangan kata-katanya. Air mata kembali mengalir deras dengan isakkan tertahan. Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban.Bodoh! Anak sebaik ini, bagaimana ia bisa menyakitinya dan menolaknya berulang kali!Davinka mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu memeluk tubuh gemetar itu dengan penuh kehangatan."Terima kasih, mulai sekarang aku punya Mama." Bisik Davinka dengan elusan lembut di punggung Wulan.Davinka mengurai pelukan, menarik tangan Sanjaya agar menjabat tangan Wulan, "Sekarang Mama Wulan adalah ibu mertuamu, cepat sungkem!"Sanjaya tercengang.
Mendengar ibunya berkata seperti itu membuat Yudha bangun dari duduknya dan meraih tangannya."Ini semua karena Yudha. Mama hanya korban dari obsesi Yudha! Sudah, semua sudah selesai. Biar Yudha yang menanggung semua ini!" Tegas pria itu. Kini aura kehidupan sudah terlihat di wajahnya. Davinka yang asli sering menolaknya dengan kata-kata kasar karena ke keraskepalaannya.Penyesalan, kekecewaan, dan amarah terpancar jelas. Akan tetapi, semua ditujukan kepada dirinya sendiri."Tidak ada yang akan masuk penjara. Semua hanya karena kesalahpahaman!" tanam Sandy, "Tuan Sanjaya mengembalikan semua yang sudah diambilnya," ujarnya lagi yang membuat mereka semua tercengang."Mak-maksudnya?"Kebingungan jelas terlihat dari bagaimana cara mereka bereaksi. Entah apa yang diambil dan harus dikembalikan."Toko elektronik suami Anda beserta isinya dan beberapa calon investor sudah ada di dalam dokumen ini. Kalian tidak bisa menolak! Ja
"Udah malem! bye, Rani …." Davinka langsung menutup pintunya rapat.Rani membalikkan tubuhnya, kamar itu sudah temaram. Yang membuat ia menggigit bibir bawahnya adalah, Sandy berada di tengah ranjang dengan memeluk Inggi. Putrinya malah ada di sisi lainnya ranjang itu.'Ais … jadi gue harus tidur disamping dia?' jerit Rani dalam hatinya.Bersentuhan dengan kulitnya saja sudah hampir membuatnya seperti terbakar. Tapi ini ….Pikirannya terhenti."Mau sampai kapan kamu di sana!" Suara bariton itu menggema dalam remangnya kamar hingga mampu membuat bulu kuduk Rani meremang sempurna.Suara serak Sandy menandakan bahwa pria itu sudah sempat tertidur, terdengar sangat menggoda di telinganya hingga jantungnya mulai berdetak lebih hebat. Rani mulai melangkah dengan kaki beratnya. Ia tahu malam ini harus tidur di ranjang yang sama dengan Sandy. Mampukah?Ini memang bukan malam pertama mereka. Tapi, tidur tepat di sisi pria itu hampir tidak pernah terjadi selama tiga Minggu mereka menikah."Di-d
'Aku tahu, aku sedang dihukum atas semua kejahatan-kejahatanku. Tapi kenapa tidak ambil saja nyawaku daripada membuat semua orang menderita bersamaku!'Venti mulai merasa depresi dengan keadaannya. Kata-kata berikutnya semakin membuatnya tenggelam."Itu jauh lebih bagus. Di kantor Papa bisa fokus bekerja. Tadinya Papa hanya akan pergi saat mendesak saja. Tapi melihat cinta kalian, Papa merasa sangat lega!"Davinka melihat suster membawa sesuatu di tangannya. "Apa itu, Sus? Apa makan siang mama?""Ya, Nyon—""Panggil ibu saja. Saya lebih nyaman dengan itu!" pangkas Davinka cepat. Dia sudah sangat risih dengan sebutan nyonya-nonyaan.Suster itu mengangguk dan berjalan mendekati Davinka, memperlihatkan apa yang ia bawa."Ini bubur cair. Nyonya Venti hanya dapat makan ini sementara waktu sampai bisa mengunyah kembali," jelas suster itu.Dengan wajah murung dan dan air mata yang hampir jatuh, Davinka terus menatap ib
"Keadaannya tidak akan membaik hanya karena kamu membatalkan resepsi kita, Ra!" Dan ini akan selalu menjadi panggilan untuk Diandra walaupun kini sudah mengganti nama Davinka dan melupakan panggilan Davin-nya."Baiklah, aku kalah dari kalian!" desahnya sambil menatap kelima pria ini yang sekarang berada dikamar perawatan Venti."Ayo! Rasty dan yang lainnya sudah menunggu di rumah," ujar Noel mengingatkan.Mereka akan pulang ke apartemen mewah Sanjaya. Noel sendiri setelah resepsi akan kembali ke Singapura dan menetap disana. Insiden berdarah di rumahnya sama sekali tidak pernah terpublikasikan. Ada keinginan untuk menjual rumah itu, tapi Davinka menolaknya. Bagaimanapun, rumah itu memiliki kenangan untuk Davinka ataupun Diandra.Brata menyewa satu jasa suster untuk merawat istrinya. Sebenarnya ia ingin dua orang agar mereka bisa bergantian menjaga. Tapi, menantunya ini menolak dengan alasan Venti sekarang memiliki empat orang anak. Satu suster sudah cukup."Kenapa tidak pulang kerumah
Ketika semua tidak seperti apa yang kita rencanakan maka, pasrahkan, serahkan, ikhlaskan …. Biarkan tangan Tuhan yang melanjutkan karena, seberapa gigih pun kita mencoba, tanpa jamahan tangannya semua akan sia-sia.Venti sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyingkirkan Diandra agar menjauh dari putranya. Tapi apa? Semakin ia berusaha, semakin mendekatkan mereka hingga akhirnya membuat dirinya seperti ini sekarang. Bahkan, kematian lebih baik daripada kehidupan yang menyiksa ini.Dari tempatnya berbaring, Venti terus menatap wajah Davinka. Wajah cantik itu memang sangat berbeda dengan milik Diandra kecuali, mata, bibir, siluet dan suaranya yang sangat ia kenal.Seharusnya dia tahu akan hal ini karena Noel adalah bedah plastik terbaik di negaranya hingga mendapatkan pekerjaan di Singapura."Kita harus mencari dokter terapis terbaik, mama tidak bisa terus seperti ini!" bujuk Davinka disela isak tangisnya.'Apa dia menangis untukku? Menangisi aku yang jahat ini?' bagaimana mana
Para polisi langsung mengamankan Laura. Peluru mengenai dadanya dan langsung tembus ke jantung. Bukan hanya satu, tapi dua sekaligus hingga menewaskan wanita itu.Ambulance dan beberapa polisi sudah datang, mereka ditelpon oleh Noel dan Brata."Sanja!" panggil Davinka saat melihat suaminya terbaring lemas. Noel dan Sandy sudah ada disana memberikan pertolongan pertama."Aku gak papa," sahutnya menenangkan.Dengan kaki gemetar, Davinka membawa Renhart mendekat pada Sanjaya dan bersimpuh di hadapannya. Sanjay menyentuh wajah putranya dan bertanya dengan suara yang parau. Berusaha untuk tetap tersadar, "Kamu gak papa, kan? Apa ada yang sakit?"Pria itu melihat bagaimana Renhart di bekap oleh Laura.Renhart menggeleng, "Papa pasti kesakitan. Itu pasti sakit."Anak itu bicara di sela isak tangisnya. Merasa sangat khawatir. Renhart tahu Papanya sengaja melakukan itu agar peluru tidak mengenai tubuhnya. Ia melihat sendiri Papanya langsung melompat saat wanita jahat itu berteriak memintanya u
Suhu di ruangan itu mendadak berubah dibawah nol derajat. Suasananya lebih dingin dari kutub Utara. Siapapun tidak berani mengambil napas dengan semaunya. Mereka hanya tidak ingin mengeluarkan suara dan mengganggu konsentrasi.Laura masih menatap puas apa yang ada di hadapannya, bagaimana musuh terbesar ibunya kini sudah tidak terselamatkan lagi. Wajah Venti sudah terlihat bengkok dan kaku, napasnya sedikit terengah-engah, terlihat sangat kesakitan.Venti masih belum bisa memalingkan wajahnya dari tempat Davinka berdiri. Hanya suara geraman yang lolos dari bibir wanita itu yang sedikit membiru."Ini lebih bagus dari kematian. Kamu tersiksa sebelum ajal menjemput! Hahah!" Sandy melangkah maju. Tapi sial, ternyata telinga Laura sangat peka. Wanita itu kembali fokus pada Renhart dalam dekapan lengangnya."Apa kalian gila!" teriak wanita itu. Laura memutar tubuhnya dengan Renhart dalam lengannya, pistol terus menempel pada kepala anak itu dan siapa di tekan kapanpun. Ia menatap semua y
Suara benda jatuh dan teriakan menggema dari arah pintu dapur. Suara langkah kaki mulai terdengar semakin dekat. Venti yang masih menggenggam tangan Davinka merasa sangat bingung dengan nama ayah Davinka yang sama persis seperti nama ayah Diandra. Wanita itu masih berpikir keras dan berusaha mengenyahkan semua ketakutannya.'Ini pasti hanya kebetulan, kan?' tanyanya dalam hati, 'apa mereka saudara, satu ayah, atau—' Suaranya terhenti. Venti melihat genggaman tangannya yang masih menggenggam tangan Davinka yang kini dipaksa lepas oleh suaminya sudah terbuka dan tangan Davinka hilang dalam genggaman tangannya."Apa yang kamu pikirkan? Sekarang putra kita sudah sah menjadi suami Davinka," tukas pria berusia mengingat istrinya yang masih diam membisu. Pikirannya bahkan terlihat kosong.Brata membantu Davinka agar duduk disisi Sanjaya. Mereka mulai menandatangani berkas pernikahan. Namun, saat penghulu menyerahkan dua buku merah dan hijau, teriakan seseorang menghentikan pergerakannya.