Malam harinya, Aldrich kembali lagi ke rumah yang Eleanora--tinggali--di ujung kota. Pria satu anak itu, membawa bunga dan beberapa coklat untuk sang istri.Calix sudah tertidur saat ayahnya tiba. Sementara Eleanora sedang sibuk dengan laptop di atas meja. Melihat apa yang suaminya bawa, Elea hanya menatap datar tanpa minta sama sekali. Namun, wanita dengan rambut sebahu itu, langsung berdiri dan menyiapkan air mandi untuk sang suami.Aldrich menghela napas berat, ia meletakkan bunga dan coklat yang ia bawa di atas meja, dekat dengan laptop yang masih menyala. Ia sempat mengintip apa yang istrinya kerjakan dengan serius.Ia mengepalkan tangan dan mengerang marah. Ia melangkah ke arah kamar dan mencari keberadaan Eleanora. Membuka pintu kamar mandi dengan kasar dan membalik Elea dengan kasar."Apa maksudmu dengan mencari pekerjaan? Apa kamu merasa kurang selama ini?"Elea berdecak dan kembali mengisi bathtub. "Jangan tinggikan suaramu, Calix bisa saja terganggu karena itu," jawabnya d
Elea menjatuhkan ponselnya tanpa.sadar, bersamaan dengan dia yang terduduk di atas lantai karena luka hati yang terasa semakin sakit.Aldrich melukainya secara berurut, tanpa jeda dan tanpa obat. Ia menangis dalam diam. Sakit sekali rasanya karena ia tidak bisa mempercayai Aldrich jika mereka tidak ada hubungan apa pun."Kenapa? Kenapa dia berbohong padaku? Kenapa dia melakukan ini kepadaku?" katanya menangis terisak dengan menutup mulut agar Calix tidak terbangun."Apakah aku sudah tidak berarti lagi?"Elea mengusap air matanya, menatap Calix yang tertidur dengan pulas nya. Obrolan mereka tadi, ternyata membuat hatinya semakin sakit karena Aldrich pergi mencari Olivia."Olivia, kenapa dia begitu tega?" isaknya menahan tangis.Hingga pagi menjelang, barulah Elea bisa menenangkan hatinya. Dengan mata bengkak ia memandikan dan menyuapi Calix setelahnya. Seperti ibu pada umum nya dia menemani Calix bermain dan kemudian setelah lelah menidurkan putranya.Bel rumahnya berbunyi, Elea tidak
Elea menatap nanar pemandangan di depannya. Di mana suaminya sedang berada di atas kasur dengan tubuh telanjang, sedangkan di seolah ranjang ada wanita dengan pakaian tipis berwarna merah terang yang robek. Dia--Olivia.Aldrich mencoba untuk menjelaskan tetapi tangan Elea sudah terangkat. Ia menatap Aldrich dengan wajah sendu, "Sudah aku katakan, Rich, kembali dengannya jika kamu mau," katanya menahan sesak di hati.Kemudian Elea menatap Olivia yang tersenyum kecil, "Kamu senang karena sudah berhasil mendapat kan dirinya?" tanyanya pada Olivia yang terlihat menggeleng pelan, tetapi bibirnya tersenyum."Elea, aku bisa jelaskan." Olivia mendekat mencoba ingin meraih Elea tetapi ibu Calix mundur."Tetap di tempat kalian. Aku hanya di sini karena seseorang memintaku datang, dan aku yakin itu adalah kamu Olivia. Aku tidak tahu kalau kamu begitu rendah," katanya menggeleng pelan."Rich, terima kasih. Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Aku terlalu sakit dan itu karena mu," katanya lagi
Hana dan Elea berbalik melihat ke sumber suara. Kening Elea mengkerut tetapi tidak dengan Hana yang tersenyum menyambut. "Julian, kau sudah tiba rupanya," sambut Hana tersenyum.Elea melirik temannya dan menatap Julian kembali. "Kau ada urusan apa dengan Hana?" selidiknya.Hana tersenyum canggung dan merangkul pundak Hana, ia berdehem. "Maafkan aku Elea. Tadi, susu Calix tumpah dan aku tidak bisa keluar mencari gantinya jadinya aku minta tolong Julian," katanya menjelaskan dengan tidak enak hati."Tumpah?" Hana menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Tadi, kucing tetangga datang, kami saling kejar dan ya kau tahu akhirnya bagaimana."Menghela napas pelan, Elea melihat plastik yang Julian bawa, ia merasa tidak enak hati sekarang. "Aku merepotkan kalian, ya?"Hana menggeleng kuat. "Tidak, kebetulan Julian meneleponku tadi, dan aku minta tolong padanya. Sudahlah, aku yang bersalah," Hana melirik Julian kemudian bertanya, "Tagihannya sudah aku kirim ke nomormu."Elea menatap Hana kemudian
Aldrich tiba dengan makanan yang ia pesan, seafood juga sup daging kesukaan Eleanora. "Maaf karena aku terlambat, tadi antri," katanya saat Elea membukakan pintu untuknya. Ibu Calix itu hanya mengangguk dan mulai memindahkan semua ke dalam mangkuk. Aldrich menatap Elea yang enggan menatap dirinya. "Elea, aku dan Olivia tidak melakukan apa pun seperti yang kamu pikirkan. Kamar kami berbeda semalam," katanya menjelaskan. "Bisa saja kan kalian tetap bercinta walau pun kamarnya berbeda," sinis nya tetap memberikan mangkuk berisi sup ke depan Aldrich--suaminya.Aldrich menahan tubuh Elea dengan kemudian membalik tubuh istrinya yang seolah enggan ingin disentuh. "Aku bersumpah, Olivia sudah menjelaskan semuanya padaku, semalam tidak terjadi apa pun di antara kami.""Bagaimana kalau dia berbohong? Bagaimana kalau sebenarnya dia memanfaatkan kamu semalam?"Menggeleng cepat Aldrich berucap, "Aku mengenal Olivia, dia tidak akan berbohong padaku, Elea."Tersenyum getir, Elea menarik tangann
Elea mendekat, menatap Rea dengan tatapan penuh tanya. "Rea, katakan kalau yang Olivia katakan itu bohong." Rea menatap Elea dengan datar, "Ada hak apa aku harus menjawab? Kamu siapa memangnya?" Rea bersedekap menatap kesal pada Eleanora yang tidak pernah takut padanya. Dia kembali berucap. "Aku lebih tua darimu, Elea. Jadi, jaga bicaramu." Olivia duduk di sofa dengan kaki saling menumpu, dia hanya tersenyum.melihat kedua saudara ipar itu saling menatap dengan penuh kebencian. "Ya, teruslah saling serang, karena itu akan menguntungkan aku," batin Olivia menyaksikan kedua orang tersayang Aldrich itu. Olivia berdecak karena harus mengakui hal yang yang tidak ingin ia akui. Orang kesayangan Aldrich seharusnya hanya dirinya. "Ah, aku yakin, Olivia hanya membual untuk mengancam mu, kan?" kata Elea kini menatap Olivia yang melotot karena namanya di bawa-bawa. Mantan kekasih Aldrich itu berduri dan melangkah ke arah Eleanora dan Rea. "Aku? Kenapa aku harus berbohong sementara Rean
"Lepaskan aku, Rich!" sentak Elea marah karena Aldrich menyeretnya masuk ke dalam rumah.Aldrich terengah kesal, lalu menatap istrinya dalam. "Apa yang kamu lakukan di apartemen Olivia?"Elea bersedekap, kemudian menatap Aldrich tajam, "Memberinya pelajaran karena dia sudah membuat semua masalah ini diantara kita!"Aldrich mengusap wajah gusar, ia memegang bahu Olivia dan menatap sang istri. "Tidak ada masalah yang Olivia perbuat, kamu sendiri yang membuat masalah itu!"Menoleh dengan tatapan tidak suka, bagaimana bisa dia di salahkan membuat masalah sementara yang menjadi dalang adalah Olivia. Elea memahamkan mata, lalu berucap. "Aku ingin kembali ke rumah papaku dan aku tidak mau kamu menghalangi."Bukan tempat sebab Elea mengatakan itu, jika tidak memberi tahu, Aldrich pasti akan melakukan hal konyol, menculik dan melakukan hal gila lainnya. Dan dia tidak ingin ayahnya sampai khawatir."Aku tidak akan izinkan. Aku tidak akan biarkan kamu membawa Calix."Teringat sesuatu, Aldrich ma
Eleanora terbangun, ia tidak menemukan siapa pun di dalam kamar. Ia melihat sekeliling dan terkejut karena mengingat bahwa Calix belum dia jemput. Dengan langkah tergesa dia masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Ia bahkan lupa bagaimana dia bisa tertidur tadi.Namun, saat ia keluar dari kamar suara tawa renyah dari ruang keluarga membuatnya sedikit heran. Itu suara Calix dan bagaimana bisa anaknya sudah di rumah sementara dia belum menjemput?Perlahan ingatan kejadian beberapa jam lalu, terulang, bagaimana dia yang menampar Olivia hingga dia berakhir bertengkar dengan Aldrich.Eleanora mendekat, ia bahkan melihat Calix sudah mandi dan ada mangkuk bubur di atas meja."Mama ...." Panggil Calix melihat kehadiran ibunya.Elea mendekat, duduk di sebelah Calix dan mengecup kepalanya. "Terima kasih karena kamu menjemput Calix, maaf sudah merepotkan mu," katanya tanpa melihat pada Aldrich.Elea meraih anaknya, mencium pipi Calix juga perutnya. "Maaf ya, mama tidak menjemputmu tadi," kat
"Mama, kapan kita berlayar?" tanya Calix mendongak ke arah ramping kanan.Elea berpikir lalu menatap suaminya sekilas dan berkata, "Kita tunggu Papa tidak sibuk, baru berlayar," jawabnya sekenanya.Calix mengerucutkan bibir, ia mendongak ke arah samping di mana sang ayah tengah berdiri menatap ibunya. Anak itu lantas berucap setelah mengatur napas dengan baik, "Papa, kapan Papa tidak sibuk?"Aldrich tersenyum cerah, hubungan ini adalah hubungan yang sangat ia sukai. Beberapa bulan lalu, setelah sang istri menanyakan bagaimana rupa tunangannya, hubungan mereka kembali tenggang tetapi tidak membuat mereka sampai bertengkar hebat. Memang tidak mudah membujuk Eleanora yang masih terluka, tetapi tidak ada yang tidak mungkin selama merayu dan membujuk dengan keras. Dan Aldrich berhasil membuktikan bahwa dia bisa mempertahankan rumah tangganya."Bagaimana kalau Minggu depan?" Calix mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir dan itu sangat menggemaskan bagi Eleanora. Tidak lama, Calix mengangguk
Elea terpaku, ia yang berniat akan mengambil air minum untuknya dan Rich tidak sengaja mendengarkan ucapan Reanita dan ibu mertuanya. Ada rasa yang tidak enak di dalam hati, sesuatu yang membuat hatinya sesak dan itu karena ucapan yang mungkin saja tidak benar.Nyonya Anita melirik anaknya agar Rea tidak melanjutkan kembali ucapannya. Tetapi, Reanita tidak juga menyadari apa yang ibunya maksud."Aku benarkan, Ma. Eleanora terlihat mirip dari bentuk tubuh. Ya, walaupun kita sama-sama tahu keduanya berbeda, hanya tubuhnya saja yang terlihat mirip," ujar Reanita belum juga sadar."Bahkan gaun pernikahan yang Eleanora pakai adalah gaun yang memang kakak siapkan untuk pernikahan kakak dengan--""Reanita diam!" pekik nyonya Anita karena Rea tidak juga menghentikan ucapannya sejak tadi.Rea sampai terkejut karena ibunya yang tiba-tiba berteriak, semakin terkejut saat tahu Eleanora sudah berdiri di dekat pintu mendengarkan ucapannya yang mana.Rea berdiri, begitupun dengan nyonya Anita. Kedua
Eleanora menggenggam tangan Reanita lembut, ibu Calix itu merasa senang karena merasa bahwa Rea sudah benar-benar berubah."Tidak, aku tidak pernah marah padamu Rea," ucap Eleanora pada saudara iparnya. Elea kembali melanjutkan, "Maafkan aku juga yang pernah melakukan kesalahan, jujur aku tidak ada niat melakukan itu," sambungnya.Rea merasa lega, semua beban dalam hatinya seolah menguar begitu saja setelah mendengar ucapan Eleanora yang tidak mempermasalahkan permasalahan mereka.Keduanya terus bercerita layaknya temannya yang sudah lama bersama. Eleanora menceritakan kisah hidupnya yang malang pada Reanita yang langsung terkejut karena Eleanora benar-benar sangat tangguh.Yang tidak mereka berdua sadari adalah, nyonya Anita sedang berdiri di dekat pintu, mendengarkan semua yang anak dan menantunya ucapkan. Hatinya juga ikut lega karena Eleanora mau memaafkan Reanita yang sudah keterlaluan selama ini.Karena tidak ingin mengganggu ketenangan keduanya, nyonya Reanita memutuskan untuk
Aldrich menyeringai, menatap pada Olivia yang terlihat semakin gugup, "katakan padaku Olivia kenapa kau tega lakukan ini padaku?" tanya Aldrich masih menikmati kegugupan Olivia."Rich, aku bisa jelaskan, tolong lepaskan aku dulu," mohonnya masih dengan wajah pucat."Kamu bahkan tega membuatnya menyerahkan diri pada Julian, di mana perasaanmu Olivia? Kau pendosa," ujar Aldrich dengan gigi gemeretak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya tunangannya saat itu. Dan wanita di hadapannya adalah dalangnya."Aku mencintaimu Rich, aku tidak ingin ada wanita lain dekat denganmu," aku Olivia dengan tubuh gemetar.Menurutnya hanya dia saja yang pantas bersama Aldrich karena mereka setara, sementara tunangannya dan Eleanora sama-sama dari wanita kelas bawah yang tidak cocok dengan Aldrich sama sekali.Berulang kali Olivia meminta dengan baik agar tunangan Aldrich mundur, tetapi wanita itu terus bersikeras bertahan walau sebenarnya Olivia tahu, dia juga menginginkan Julian.Olivia hanya in
Aldrich mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. "Calix di bawah bersama Mama dan juga Rea."Mata Elea terbelalak dan langsung melepas diri ingin turun ke bawah tetapi Aldrich mencegahnya. Pria itu menahan tubuh istrinya dan menatapnya dalam."Jangan khawatir, Rea tidak akan membawa Calix pergi jauh lagi. Ada mama yang menjaga. Lagipula kamu harus segera bersiap karena kota akan pergi dua jam lagi."Mengerutkan kening tidak mengerti. "Pergi? Kita akan kemana?" tanya Elea masih memikirkan Calix di bawah sana."Aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin kamu, mama dan jga Rea memiliki waktu bersama," jelas Aldrich.Semakin bingung dan tidak mengerti, apalagi saat Aldrich mengatakan mereka bertiga akan pergi bersama. Eleanora tahu kalau ibu mertuanya sudah menerimanya kembali, tetapi bagaimana jika mereka kembali berubah dan membuatnya tersisih."Apa kamu ikut bersama kamu?" Mengangguk pasti, cukup membuat hati Eleanora lega, setidaknya jika Aldrich ikut, maka semua pasti akan b
Keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Elea menumpahkan semua kekesalannya, mengatakan semua yang terjadi hingga terus merasa curiga dan sakit hati.Aldrich terdiam, dia mencerna juga mencoba mencari tahu siapa yang sebenarnya mengirim foto-foto pada sang istri."Aku sangat takut kalau kamu meninggalkan aku, sayang," kata Aldrich memeluk istrinya erat.Saat ini keduanya sedang duduk di sofa, dengan Eleanora yang berada di atas pangkuan sang suami. Bahkan jubah mandi Elea sudah terlihat berantakan walaupun keduanya tidak melakukan apa pun."Aku belum menemukan tempat bersembunyi yang tidak kamu ketahui. Bukankah selama ini kamu selalu menemukanku?" canda Eleanora membuat Aldrich terkekeh kecil.Mengangguk bangga, Aldrich melerai pelukan mereka, menatap wajah istrinya yang kemarin sempat dia lukai. "Apa rasanya sakit?" tanya nya mengusap wajah sang istri. Ia tahu itu pasti sangat sakit tapi dia ingin mendengar jawaban sang istri.Eleanora menggeleng pelan. "Tidak, melihatmu mengkhawati
Aldrich dan Olivia terkejut saat mendengar suara benda jatuh dari arah belakang. Dan semakin terkejut saat melihat siapa yang berada di depan pintu dengan makanan yang bercecer karena terjatuh. Olivia menjauh, sedang Aldrich mendekat ke arah seseorang yang saat ini berdiri mematung tanpa ekspresi apa pun. "Eleanora, kamu di sini? Ayo masuklah!" Aldrich begitu gugup walaupun dia tidak melakukan kesalahan tetapi wajah Elea cukup menggambarkan hal buruk akan terjadi. Elea menepis tangan suaminya keras. "Jangan sentuh kan tanganmu!" "Sudah jangan lagi kamu jelaskan apa pun. Aku sudah mendengar dan melihat semuanya, lagi," katanya menatap Olivia yang terlihat biasa saja. Eleanora menatap ke arah suaminya, rasa sesak yang semakin menambah kesaktiannya selama ini membuatnya mual dan kecewa. Aldrich baru saja menuduhnya melakukan hal buruk pada Olivia dan sekarang dia melihat suaminya di sentuh oleh wanita itu, ini sangat menyedihkan. "Elea, ini tidak seperti yang kamu kira," Ol
Reanita menggeleng, ia menangis dengan lutut sudah bertumpu di atas lantai. "Kakak maafkan aku. Aku bersalah karena sudah banyak bersalah padamu selama ini," Isak Rea menunduk."Berdiri Rea!"Menggeleng dengan lemah, Rea tidak berani mengangkat wajah, ia malu tetapi dia tidak akan menambah kerusakan lagi. Ini sudah cukup. Ia sudah mendapatkan kemarahan kakaknya. Jika dia kembali melakukan kesalahan bisa saja Aldrich tidak akan mengakuinya adik selamanya."Maafkan Rea, Kak" "Selama ini Kakak membenciku hanya karena ayah kita berbeda. Di sekolah aku selalu menjadi ejekan karena Kakak tidak pernah peduli padaku," ucap Rea dalam tangisnya, terdengar pilu dan menyayat hati."Aku semakin cemburu ketika kakak bertunangan, apa lagi, ruangan kakak tidak menyukaiku dan mengatakan aku anak haram."Hancur hati Anita, ia tidak tahu jika anak gadisnya sudah menderita sejak lama. Ia mengira Rea tidak memendam apa pun karena begitu ceria dan terbuka.Rea melanjutkan. "Hanya Olivia yang menerimaku, d
Elea berdehem dan melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, dia hanya ingin Calix dan ayahnya saling dekat. Mungkin dengan dia kembali ke rumah, Aldrich bisa meluangkan waktu lebih banyak pada sang putra."Sore nanti, kita ke rumah Mama, aku ingin kita menginap beberapa hari karena Mama kurang sehat."Lagi-lagi Eleanora berdehem. Ia memang berniat membawakan kue untuk ibu mertuanya, setidaknya jika bersama Aldrich dia tidak akan mendapatkan hinaan seperti sebelumnya.••••••Sementara itu, di tempat berbeda, Nyonya Anita terus mengetuk pintu Rea, anak gadisnya sudah beberapa hari tidak keluar kamar dengan alasan lelah."Rea! Kamu ada masalah apa sayang?" tanya nyonya Anita lebih keras. Tidak biasanya Rea mengurung diri selama ini."Ada yang membuatmu tersinggung?" Kembali nyonya Anita melanjutkan. "Eleanora membuatmu sakit hati lagi?"Rea membuka pintu karena ibunya sekali lagi menyalahkan Eleanora. Gadis itu terlihat sangat kacau dengan wajah dan mata yang bengkak.Sudah berapa lama Rea men