Aldrich tiba dengan makanan yang ia pesan, seafood juga sup daging kesukaan Eleanora. "Maaf karena aku terlambat, tadi antri," katanya saat Elea membukakan pintu untuknya. Ibu Calix itu hanya mengangguk dan mulai memindahkan semua ke dalam mangkuk. Aldrich menatap Elea yang enggan menatap dirinya. "Elea, aku dan Olivia tidak melakukan apa pun seperti yang kamu pikirkan. Kamar kami berbeda semalam," katanya menjelaskan. "Bisa saja kan kalian tetap bercinta walau pun kamarnya berbeda," sinis nya tetap memberikan mangkuk berisi sup ke depan Aldrich--suaminya.Aldrich menahan tubuh Elea dengan kemudian membalik tubuh istrinya yang seolah enggan ingin disentuh. "Aku bersumpah, Olivia sudah menjelaskan semuanya padaku, semalam tidak terjadi apa pun di antara kami.""Bagaimana kalau dia berbohong? Bagaimana kalau sebenarnya dia memanfaatkan kamu semalam?"Menggeleng cepat Aldrich berucap, "Aku mengenal Olivia, dia tidak akan berbohong padaku, Elea."Tersenyum getir, Elea menarik tangann
Elea mendekat, menatap Rea dengan tatapan penuh tanya. "Rea, katakan kalau yang Olivia katakan itu bohong." Rea menatap Elea dengan datar, "Ada hak apa aku harus menjawab? Kamu siapa memangnya?" Rea bersedekap menatap kesal pada Eleanora yang tidak pernah takut padanya. Dia kembali berucap. "Aku lebih tua darimu, Elea. Jadi, jaga bicaramu." Olivia duduk di sofa dengan kaki saling menumpu, dia hanya tersenyum.melihat kedua saudara ipar itu saling menatap dengan penuh kebencian. "Ya, teruslah saling serang, karena itu akan menguntungkan aku," batin Olivia menyaksikan kedua orang tersayang Aldrich itu. Olivia berdecak karena harus mengakui hal yang yang tidak ingin ia akui. Orang kesayangan Aldrich seharusnya hanya dirinya. "Ah, aku yakin, Olivia hanya membual untuk mengancam mu, kan?" kata Elea kini menatap Olivia yang melotot karena namanya di bawa-bawa. Mantan kekasih Aldrich itu berduri dan melangkah ke arah Eleanora dan Rea. "Aku? Kenapa aku harus berbohong sementara Rean
"Lepaskan aku, Rich!" sentak Elea marah karena Aldrich menyeretnya masuk ke dalam rumah.Aldrich terengah kesal, lalu menatap istrinya dalam. "Apa yang kamu lakukan di apartemen Olivia?"Elea bersedekap, kemudian menatap Aldrich tajam, "Memberinya pelajaran karena dia sudah membuat semua masalah ini diantara kita!"Aldrich mengusap wajah gusar, ia memegang bahu Olivia dan menatap sang istri. "Tidak ada masalah yang Olivia perbuat, kamu sendiri yang membuat masalah itu!"Menoleh dengan tatapan tidak suka, bagaimana bisa dia di salahkan membuat masalah sementara yang menjadi dalang adalah Olivia. Elea memahamkan mata, lalu berucap. "Aku ingin kembali ke rumah papaku dan aku tidak mau kamu menghalangi."Bukan tempat sebab Elea mengatakan itu, jika tidak memberi tahu, Aldrich pasti akan melakukan hal konyol, menculik dan melakukan hal gila lainnya. Dan dia tidak ingin ayahnya sampai khawatir."Aku tidak akan izinkan. Aku tidak akan biarkan kamu membawa Calix."Teringat sesuatu, Aldrich ma
Eleanora terbangun, ia tidak menemukan siapa pun di dalam kamar. Ia melihat sekeliling dan terkejut karena mengingat bahwa Calix belum dia jemput. Dengan langkah tergesa dia masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Ia bahkan lupa bagaimana dia bisa tertidur tadi.Namun, saat ia keluar dari kamar suara tawa renyah dari ruang keluarga membuatnya sedikit heran. Itu suara Calix dan bagaimana bisa anaknya sudah di rumah sementara dia belum menjemput?Perlahan ingatan kejadian beberapa jam lalu, terulang, bagaimana dia yang menampar Olivia hingga dia berakhir bertengkar dengan Aldrich.Eleanora mendekat, ia bahkan melihat Calix sudah mandi dan ada mangkuk bubur di atas meja."Mama ...." Panggil Calix melihat kehadiran ibunya.Elea mendekat, duduk di sebelah Calix dan mengecup kepalanya. "Terima kasih karena kamu menjemput Calix, maaf sudah merepotkan mu," katanya tanpa melihat pada Aldrich.Elea meraih anaknya, mencium pipi Calix juga perutnya. "Maaf ya, mama tidak menjemputmu tadi," kat
"Tunggu sebentar, ya. Mama mau buka pintu." Eleanora meninggalkan Calix untuk membuka pintu. Istri Aldrich itu terlihat tidak bahagia sama sekali sejak pertengkaran nya dengan Aldrich beberapa hari yang lalu. Semakin membuatnya serba salah karena ini sudah hampir seminggu dan Aldrich tidak datang hanya sekedar mencari Calix."Selamat siang! Apa aku menganggu?" Hana merentangkan tangan dengan paper bag di tangan kanan."Hana, dengan siapa kamu datang?" Elea memeluk temannya dan melihat ke segala arah mencari orang yang datang bersama Hana."Aku datang sendiri. Jangan mencari Julian!" gurau Hana tahu kalau Julian sudah beberapa hari datang ke rumah Elea. Pria itu yang mengaku karena merindukan Calix.Mendengus kesal, "Aku bahkan sudah melarangnya datang, tapi pria itu selalu bisa membuat Calix nyaman," keluh Eleanora. Calix akan tiba-tiba tertawa saat Julian memasang wajah lucu."Benarkah? Apa mungkin Calix anak--,""Jangan bicara omong kosong! Calix anakku dan Aldrich. Hanya saja Julia
Aldrich mengepalkan tangan. Membayangkan bagaimana Eleanora tertawa bersama Julian membuat hatinya terbakar cemburu. Apalagi, ada Calix yang keduanya bawa dalam kemesraan."Kalian tidak ada yang memberinya pelajaran. Harusnya kalian membuat Julian patah tulang karena berani menyentuh anakku!"Jack menunduk. Ia memang tidak melakukan apa pun karena Eleanora yang mencegah. Ya. Saat itu, beberapa orang memang berhasil menghalangi Julian masuk ke halaman rumah, tetapi tertangkap basah oleh Eleanora yang baru saja pulang dari belanja."Maafkan kami, tuan. Tapi, saat itu kami tertangkap basah oleh nyonya," aku Ragu semakin membuat Aldrich murka.Aldrich mengepalkan tangan, dia meraih ponselnya dan menelepon seseorang. Jack yang mendengar itu tidak bisa berkata apa-apa."Tuan, bagaimana kalau, nyonya--,"Jack terdiam saat Aldrich menatapnya tajam. "Julian harus di beri pelajaran. Dia sudah berani membuat masalah padaku dengan mendekati anak dan istriku.""Eleanora membela mantan kekasihnya?"
Elea berdehem dan melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, dia hanya ingin Calix dan ayahnya saling dekat. Mungkin dengan dia kembali ke rumah, Aldrich bisa meluangkan waktu lebih banyak pada sang putra."Sore nanti, kita ke rumah Mama, aku ingin kita menginap beberapa hari karena Mama kurang sehat."Lagi-lagi Eleanora berdehem. Ia memang berniat membawakan kue untuk ibu mertuanya, setidaknya jika bersama Aldrich dia tidak akan mendapatkan hinaan seperti sebelumnya.••••••Sementara itu, di tempat berbeda, Nyonya Anita terus mengetuk pintu Rea, anak gadisnya sudah beberapa hari tidak keluar kamar dengan alasan lelah."Rea! Kamu ada masalah apa sayang?" tanya nyonya Anita lebih keras. Tidak biasanya Rea mengurung diri selama ini."Ada yang membuatmu tersinggung?" Kembali nyonya Anita melanjutkan. "Eleanora membuatmu sakit hati lagi?"Rea membuka pintu karena ibunya sekali lagi menyalahkan Eleanora. Gadis itu terlihat sangat kacau dengan wajah dan mata yang bengkak.Sudah berapa lama Rea men
Reanita menggeleng, ia menangis dengan lutut sudah bertumpu di atas lantai. "Kakak maafkan aku. Aku bersalah karena sudah banyak bersalah padamu selama ini," Isak Rea menunduk."Berdiri Rea!"Menggeleng dengan lemah, Rea tidak berani mengangkat wajah, ia malu tetapi dia tidak akan menambah kerusakan lagi. Ini sudah cukup. Ia sudah mendapatkan kemarahan kakaknya. Jika dia kembali melakukan kesalahan bisa saja Aldrich tidak akan mengakuinya adik selamanya."Maafkan Rea, Kak" "Selama ini Kakak membenciku hanya karena ayah kita berbeda. Di sekolah aku selalu menjadi ejekan karena Kakak tidak pernah peduli padaku," ucap Rea dalam tangisnya, terdengar pilu dan menyayat hati."Aku semakin cemburu ketika kakak bertunangan, apa lagi, ruangan kakak tidak menyukaiku dan mengatakan aku anak haram."Hancur hati Anita, ia tidak tahu jika anak gadisnya sudah menderita sejak lama. Ia mengira Rea tidak memendam apa pun karena begitu ceria dan terbuka.Rea melanjutkan. "Hanya Olivia yang menerimaku, d