Siang hari Aldrich baru terbangun. Pria satu anak itu, terlihat lebih segar dan lebih bercahaya. Apalagi, dengan rambut basah yang masih meneteskan air di pundak kokohnya. Aldrich melangkah mendekati Eleanora dan Calix yang duduk di sofa bermain.CupSatu kecupan di pipi Elea dapatkan. Wajah ibu Calix terlihat merona dalam sekejap. Calix yang melihat interaksi keduanya lantas tertawa memperlihatkan dua gigi yang baru muncul."Calix kamu juga ingin papa cium?" Aldrich mendekat dan mencium pipi gembul sang putra berkali-kali hingga menimbulkan tawa lucu yang menggemaskan.Elea memperhatikan kedua orang tersayangnya. Bahagia sekali rasanya melihat hal ini. Apalagi, Aldrich yang belakang sangat jarang berada di rumah.Aldrich duduk di sebelah Elea. Membiarkan dada bidang yang masih terbuka bebas. Ia tidak peduli apakah Elea akan tergoda atau tidak, hari ini dia memang ingin memamerkan bentuk indah tubuhnya."Rich, pakai bajumu!" pinta Elea memalingkan wajah sudah mulai gelisah.Aldrich t
Dua orang penjaga berlari tergesa dengan wajah pucat. Mereka bahkan tidak berani mengangkat wajah karena Aldrich yang sudah diliputi oleh emosi. "Apa kalian tidur sampai tidak tahu apa yang terjadi?" suaranya menggelegar hingga Olivia langsung terdiam tidak berani mengangkat wajah. "Sekarang, siapa yang akan bertanggung jawab? Kalian tahu berapa biaya yang aku keluarkan sampai bangunan ini berdiri, hah!" "Rich ...." Olivia menenangkan Aldrich dengan mengusap lengan mantannya lembut. "Tahan emosimu." Aldrich tidak menghiraukan, ia menatap marah pada dua penjaga yang tidak bekerja dengan benar. Bagaimana bisa mereka tidak tahu ada kabel yang bermasalah. Dengan amarah yang menggelora, Aldrich sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. "Kalian berdua aku pecat!" Kedua pria yang di maksud langsung saling pandang, dan berlutut secara bersamaan. "Tuan, tolong maafkan kami. Semalam kami sudah memeriksa dan tidak ada yang salah," katanya mengadu. "Lalu, bagaimana bisa terjadi kebakara
Malam harinya, Aldrich kembali lagi ke rumah yang Eleanora--tinggali--di ujung kota. Pria satu anak itu, membawa bunga dan beberapa coklat untuk sang istri.Calix sudah tertidur saat ayahnya tiba. Sementara Eleanora sedang sibuk dengan laptop di atas meja. Melihat apa yang suaminya bawa, Elea hanya menatap datar tanpa minta sama sekali. Namun, wanita dengan rambut sebahu itu, langsung berdiri dan menyiapkan air mandi untuk sang suami.Aldrich menghela napas berat, ia meletakkan bunga dan coklat yang ia bawa di atas meja, dekat dengan laptop yang masih menyala. Ia sempat mengintip apa yang istrinya kerjakan dengan serius.Ia mengepalkan tangan dan mengerang marah. Ia melangkah ke arah kamar dan mencari keberadaan Eleanora. Membuka pintu kamar mandi dengan kasar dan membalik Elea dengan kasar."Apa maksudmu dengan mencari pekerjaan? Apa kamu merasa kurang selama ini?"Elea berdecak dan kembali mengisi bathtub. "Jangan tinggikan suaramu, Calix bisa saja terganggu karena itu," jawabnya d
Elea menjatuhkan ponselnya tanpa.sadar, bersamaan dengan dia yang terduduk di atas lantai karena luka hati yang terasa semakin sakit.Aldrich melukainya secara berurut, tanpa jeda dan tanpa obat. Ia menangis dalam diam. Sakit sekali rasanya karena ia tidak bisa mempercayai Aldrich jika mereka tidak ada hubungan apa pun."Kenapa? Kenapa dia berbohong padaku? Kenapa dia melakukan ini kepadaku?" katanya menangis terisak dengan menutup mulut agar Calix tidak terbangun."Apakah aku sudah tidak berarti lagi?"Elea mengusap air matanya, menatap Calix yang tertidur dengan pulas nya. Obrolan mereka tadi, ternyata membuat hatinya semakin sakit karena Aldrich pergi mencari Olivia."Olivia, kenapa dia begitu tega?" isaknya menahan tangis.Hingga pagi menjelang, barulah Elea bisa menenangkan hatinya. Dengan mata bengkak ia memandikan dan menyuapi Calix setelahnya. Seperti ibu pada umum nya dia menemani Calix bermain dan kemudian setelah lelah menidurkan putranya.Bel rumahnya berbunyi, Elea tidak
Elea menatap nanar pemandangan di depannya. Di mana suaminya sedang berada di atas kasur dengan tubuh telanjang, sedangkan di seolah ranjang ada wanita dengan pakaian tipis berwarna merah terang yang robek. Dia--Olivia.Aldrich mencoba untuk menjelaskan tetapi tangan Elea sudah terangkat. Ia menatap Aldrich dengan wajah sendu, "Sudah aku katakan, Rich, kembali dengannya jika kamu mau," katanya menahan sesak di hati.Kemudian Elea menatap Olivia yang tersenyum kecil, "Kamu senang karena sudah berhasil mendapat kan dirinya?" tanyanya pada Olivia yang terlihat menggeleng pelan, tetapi bibirnya tersenyum."Elea, aku bisa jelaskan." Olivia mendekat mencoba ingin meraih Elea tetapi ibu Calix mundur."Tetap di tempat kalian. Aku hanya di sini karena seseorang memintaku datang, dan aku yakin itu adalah kamu Olivia. Aku tidak tahu kalau kamu begitu rendah," katanya menggeleng pelan."Rich, terima kasih. Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Aku terlalu sakit dan itu karena mu," katanya lagi
Hana dan Elea berbalik melihat ke sumber suara. Kening Elea mengkerut tetapi tidak dengan Hana yang tersenyum menyambut. "Julian, kau sudah tiba rupanya," sambut Hana tersenyum.Elea melirik temannya dan menatap Julian kembali. "Kau ada urusan apa dengan Hana?" selidiknya.Hana tersenyum canggung dan merangkul pundak Hana, ia berdehem. "Maafkan aku Elea. Tadi, susu Calix tumpah dan aku tidak bisa keluar mencari gantinya jadinya aku minta tolong Julian," katanya menjelaskan dengan tidak enak hati."Tumpah?" Hana menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Tadi, kucing tetangga datang, kami saling kejar dan ya kau tahu akhirnya bagaimana."Menghela napas pelan, Elea melihat plastik yang Julian bawa, ia merasa tidak enak hati sekarang. "Aku merepotkan kalian, ya?"Hana menggeleng kuat. "Tidak, kebetulan Julian meneleponku tadi, dan aku minta tolong padanya. Sudahlah, aku yang bersalah," Hana melirik Julian kemudian bertanya, "Tagihannya sudah aku kirim ke nomormu."Elea menatap Hana kemudian
Aldrich tiba dengan makanan yang ia pesan, seafood juga sup daging kesukaan Eleanora. "Maaf karena aku terlambat, tadi antri," katanya saat Elea membukakan pintu untuknya. Ibu Calix itu hanya mengangguk dan mulai memindahkan semua ke dalam mangkuk. Aldrich menatap Elea yang enggan menatap dirinya. "Elea, aku dan Olivia tidak melakukan apa pun seperti yang kamu pikirkan. Kamar kami berbeda semalam," katanya menjelaskan. "Bisa saja kan kalian tetap bercinta walau pun kamarnya berbeda," sinis nya tetap memberikan mangkuk berisi sup ke depan Aldrich--suaminya.Aldrich menahan tubuh Elea dengan kemudian membalik tubuh istrinya yang seolah enggan ingin disentuh. "Aku bersumpah, Olivia sudah menjelaskan semuanya padaku, semalam tidak terjadi apa pun di antara kami.""Bagaimana kalau dia berbohong? Bagaimana kalau sebenarnya dia memanfaatkan kamu semalam?"Menggeleng cepat Aldrich berucap, "Aku mengenal Olivia, dia tidak akan berbohong padaku, Elea."Tersenyum getir, Elea menarik tangann
Elea mendekat, menatap Rea dengan tatapan penuh tanya. "Rea, katakan kalau yang Olivia katakan itu bohong." Rea menatap Elea dengan datar, "Ada hak apa aku harus menjawab? Kamu siapa memangnya?" Rea bersedekap menatap kesal pada Eleanora yang tidak pernah takut padanya. Dia kembali berucap. "Aku lebih tua darimu, Elea. Jadi, jaga bicaramu." Olivia duduk di sofa dengan kaki saling menumpu, dia hanya tersenyum.melihat kedua saudara ipar itu saling menatap dengan penuh kebencian. "Ya, teruslah saling serang, karena itu akan menguntungkan aku," batin Olivia menyaksikan kedua orang tersayang Aldrich itu. Olivia berdecak karena harus mengakui hal yang yang tidak ingin ia akui. Orang kesayangan Aldrich seharusnya hanya dirinya. "Ah, aku yakin, Olivia hanya membual untuk mengancam mu, kan?" kata Elea kini menatap Olivia yang melotot karena namanya di bawa-bawa. Mantan kekasih Aldrich itu berduri dan melangkah ke arah Eleanora dan Rea. "Aku? Kenapa aku harus berbohong sementara Rean