"Bagus jika memang kamu tidak terlibat dengan kejahatannya, Rea. Kamu adalah adikku, bagaimanapun, aku tidak mau kamu mendapat masalah terlalu jauh!"Setelah mengatakan itu, Rich meninggalkan ibu dan adiknya, memilih untuk ke tempat lain, menenangkan pikiran dan mencoba membuat Eleanora sadar siapa dirinya yang sekarang."Lihatlah mama, kakak selalu saja seperti itu menuduhku yang bukan-bukan selama ini," sengaja Rea meajuk dan menggandeng tangan ibunya."Jangan pikirkan, Aldrich hanya tidak mau kamu mendapat masalah, itu saja.""Ya, tapi tidak dengan mengatakan kalau Olivia juga jahat. Selama ini, dia selalu baik pada kita, ya, kan ma?""Benar, andai saja Aldrich mendengarkan mama, menikah dengan wanita seperti Olivia maka semua akan baik-baik saja," sesal nyonya Anita.Rea tertawa dalam hati karena mamanya ada di pihaknya, setidaknya jika terjadi sesuatu mamanya akan menolongnya."Kalau begitu, Rea ke kamar dulu, Ma. Aku harus mengingatkan Olivia agar tidak terlambat datang ke acara
"Sepertinya menantumu sudah lelah, nyonya," ujar nyonya Margaret menatap perhatian pada menantu temannya.Nyonya Anita yang sejak tadi merasa tidak bersemangat karena seluruh tamunya lebih menyukai Eleanora--menantunya yang tidak dia sukai.Rea yang tidak sengaja mendengar ucapan ibu Olivia langsung memiliki ide cemerlang. Melangkah ke belakang dan mulai menyusul rencana."Kamu yakin ini akan berhasil? Rea, ini di tempat keramaian, bagaimana kalau Aldrich--,"Olivia menghentikan ucapannya walau di dalam hati dia sangat tidak sabar menyaksikan apa yang akan terjadi."Aku hanya khawatir, kamu akan mendapatkan masalah, Rea," ujarnya tidak sungguh-sungguh."Olivia, tenang saja. Aku sudah muak dengan wanita itu. Ini pesta mamaku, tetapi dia menguasai semuanya. Berlagak seperti ratu di hadapan semya orang," kesal Rea karena sejak acara ibunya dimulai hingga selesai pemotongan kue, pusat perhatian semua orang adalah Elea yang cantik walau sedang hamil."Rea, aku tahu ke khawatiranmu, tetapi
Beberapa jam setelah Eleanora dan bayinya di pindahkan ke ruangannya. Aldrich tetap tidak meninggalkan box bayi sejak tadi. Ada ibunya dan juga nyonya Margaret di sana, duduk di bangku dekat ranjang Eleanora yang baru saja membuka mata.Sementara Olivia dan Rea tidak terlihat sejak tahu bahwa Elea berhasil diselamatkan beserta bayi didalam kandungannya. Kedua gadis itu, sibuk mencari cara untuk selamat dari pemeriksaan Jack yang sudah seperti detektif handal."Ma, kenapa masih menangis," ucap Elea yang sejak tadi membujuk ibu mertuanya agar tidak terus menangis."Elea, mama sungguh tidak tahu kalau akan terjadi hal ini padamu," ungkapnya dengan suara serak. Ia tidak ingin Aldrich membencinya karena hal yang tidak diketahui."Aku, mengerti. Lagipula, ini bukan salah mama, Elea yang tidak melihat lantainya basah dan sampai terjatuh," katanya mengingat bagaimana dia terjatuh sampai tidak sadarkan diri."Rich ...." sang ibu menoleh ke belakang, menunggu respon anaknya yang sejak tadi tet
Aldrich mendekat, duduk di kursi tempat ibunya tadi duduk. Ia menggenggam tangan Elea erat dan menciumnya. "Aku bersalah karena membiarkanmu masuk ke kamar sendiri, seharusnya aku mengantar kamu dulu," ucapnya mengecup punggung tangan istrinya lembut.Mendapatkan perhatian yang manis berkali-kali seperti ini dari Aldrich semakin membingungkannya. "Rich, apakah aku boleh bertanya satu hal?"Aldrich mendongak dan mengangguk. Elea tersenyum kecil dan berkata. "Aku merasa belakangan ini kamu sedikit berlebihan padaku, aku--,""Apa yang aku lakukan adalah dari hatiku, kamu istriku, jadi sudah seharusnya aku memperhatikan kamu, Elea," potongnya langsung karena seolah mengerti apa yang Elea pikirkan."Karena kontrak kita?"Aldrich menggeleng. "Kontraknya sudah kubakar dan tidak ada lagi," jawabnya lugas semakin tidak peduli Elea terbelalak kaget."Ba--kar? Kamu membakarnya? Lalu, bagaimana?"Kening Aldrich mengkerut. "Jelas, kamu akan menjadi istriku selamanya. Kita akan membesarkan anak ki
Aldrich memejamkan mata, mengerang kesal karena Eleanora sangat suka berteriak padanya setelah hamil."Sekarang berbaliklah, aku sudah selesai," bisiknya karena putra mereka kembali tertidur.Aldrich menoleh, ia mendapati putra pertamanya memang sudah pulas setelah perut kecilnya terisi. "Dia sangat tampan sepertiku, benar, kan?"Elea mengusap sayang pipi merah anaknya dengan jempol, ia berdehem. "Benar, dia sangat tampan, bahkan aku yang mengandung dan melahirkannya hanya mendapatkan bagian ini," ucapnya secara mengusap lembut bibir anaknya."Berikan padaku, aku akan menggendongnya!" Aldrich sudah menyodorkan tangan, ingin memeluk anaknya sampai pagi kalau bisa. Namun dengan tegas Eleanora menolak dan tetap meminta anaknya dibaringkan agar lebih nyaman."Hanya sebentar, dia merindukanku!""Baringkan dulu, setelah dia bangun kamu bisa bersamanya lagi," ujar Elea tidak ingin ada drama lain. Aldrich belum tidur sejak semalam, kesehatan suaminya harus dijaga."Ah, sayang sekali," ucapnya
"Selamat atas kelahiran putra pertama Anda, nyonya," ucap Jack setelah meletakkan buah yang ia beli di perjalanan tadi.Aladrich masih menimang anaknya. Tadi setelah putra tampannya bangun dan meminta kehidupan lagi, Aladrich langsung menggendong dan tidak melepasnya di dalam box."Terima kasih, tuan Jack," balas Elea tersenyum lembut seperti biasa. Aldrich meletakkan anaknya di box, dan Jack tahu bahwa tuannya sudah ingin mendengar apa yang akan dilaporkan pada tuannya. "Jack ikut denganku!"Jack menelan ludah kasar. Ia melirik nyonya--nya untuk meminta doa. Sementara Elea yang tahu ketakutan Jack hanya terkikik kecil. "Jangan khawatir, Rich tidak akan melakukan hal buruk padamu," kata Elea memberi semangat.Jack melangkah mengikuti tuan--nya. Menutup pintu dengan perlahan dan menghilang dari balik pintu. Elea hanya menghela napas karena sudah berusaha agar suaminya tidak lagi membahas hal yang sudah berlalu. Ia juga tidak tahu siapa yang melakukan itu padanya. Tetapi, Elea yakin
"Itu ... aku, aku ...." mendadak tidak bisa mengatakan apapun."Apa? Kamu rindu juga, ya?" goda Aldrich melihat wajah memerah sang istri."Tidak!" bantah nya tidak ingin diketahui bahwa terkadang ia rindu Aldrich, ingin memeluk tetapi sadar bahwa pernikahan mereka hanya sementara. Elea takut jika ia merasa nyaman dan terluka disaat yang bersamaan."Benarkah? Tapi, aku melihat yang lain, kamu bahkan sampai memakai kemejaku," ujar Aldrich ingin melihat sampai mana kejujuran Elea, dia suka melihat rona merah di wajah sang istri. Terlihat sangat manis.Ela langsung menoleh karena tertangkap. Bagaimana bisa ketahuan sementara dia melepas kemeja itu sebelum Aladrich menyadari semuanya. Dan itu ia lakukan selama kehamilannya. "Kenapa tidak jujur saja padaku? Aku juga terkadang merindukanmu," akunya membuat Elea semakin tidak percaya."Rich, aku ... mana berani aku jujur, kamu tentu tidak akan suka mendengarnya," jujurnya meremas jarinya.Aladrich duduk dipinggir ranjang. "Maaf ya, sudah memb
"Kamu itu selalu cantik, kenapa suka sekali berdiri lama di depan cermin, hem?" Aldrich mendekat dan memeluk istrinya dari belakang, mengecup pelang punggung terbuka yang mulus dan halus.Sudah dua minggu lebih dari pulangnya Eleanora dari rumah sakit, mereka akan mengadakan acara kecil untuk penyambutan si tampan Calix Evander.Aldrich sengaja memanggil beberapa orang media untuk memberitahu publik bahwa istri dan anaknya dalam keadaan yang sehat. Aldrich ingin melihat apa yang akan pelaku lakukan melihat kebahagiaan kecil mereka."Rich, apa kamu memang semanis ini?" "Ya, aku memang manis, apa kamu lupa di malam kita--," Aldrich berdehem, ia menetralkan wajahnya karena merasa salah bicara. "Aku memang manis, lebih manis dari mantan kekasihmu si Julian itu," katanya mengalihkan topik.Elea yang awalnya sudah tahu Aldrich akan membahas apa langsung membuang muka, ia malu jika harus mengingat apa yang pernah mereka lakukan. Tidak hanya itu, rasa kesalnya juga sebanding dengan rasa malu
"Mama, kapan kita berlayar?" tanya Calix mendongak ke arah ramping kanan.Elea berpikir lalu menatap suaminya sekilas dan berkata, "Kita tunggu Papa tidak sibuk, baru berlayar," jawabnya sekenanya.Calix mengerucutkan bibir, ia mendongak ke arah samping di mana sang ayah tengah berdiri menatap ibunya. Anak itu lantas berucap setelah mengatur napas dengan baik, "Papa, kapan Papa tidak sibuk?"Aldrich tersenyum cerah, hubungan ini adalah hubungan yang sangat ia sukai. Beberapa bulan lalu, setelah sang istri menanyakan bagaimana rupa tunangannya, hubungan mereka kembali tenggang tetapi tidak membuat mereka sampai bertengkar hebat. Memang tidak mudah membujuk Eleanora yang masih terluka, tetapi tidak ada yang tidak mungkin selama merayu dan membujuk dengan keras. Dan Aldrich berhasil membuktikan bahwa dia bisa mempertahankan rumah tangganya."Bagaimana kalau Minggu depan?" Calix mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir dan itu sangat menggemaskan bagi Eleanora. Tidak lama, Calix mengangguk
Elea terpaku, ia yang berniat akan mengambil air minum untuknya dan Rich tidak sengaja mendengarkan ucapan Reanita dan ibu mertuanya. Ada rasa yang tidak enak di dalam hati, sesuatu yang membuat hatinya sesak dan itu karena ucapan yang mungkin saja tidak benar.Nyonya Anita melirik anaknya agar Rea tidak melanjutkan kembali ucapannya. Tetapi, Reanita tidak juga menyadari apa yang ibunya maksud."Aku benarkan, Ma. Eleanora terlihat mirip dari bentuk tubuh. Ya, walaupun kita sama-sama tahu keduanya berbeda, hanya tubuhnya saja yang terlihat mirip," ujar Reanita belum juga sadar."Bahkan gaun pernikahan yang Eleanora pakai adalah gaun yang memang kakak siapkan untuk pernikahan kakak dengan--""Reanita diam!" pekik nyonya Anita karena Rea tidak juga menghentikan ucapannya sejak tadi.Rea sampai terkejut karena ibunya yang tiba-tiba berteriak, semakin terkejut saat tahu Eleanora sudah berdiri di dekat pintu mendengarkan ucapannya yang mana.Rea berdiri, begitupun dengan nyonya Anita. Kedua
Eleanora menggenggam tangan Reanita lembut, ibu Calix itu merasa senang karena merasa bahwa Rea sudah benar-benar berubah."Tidak, aku tidak pernah marah padamu Rea," ucap Eleanora pada saudara iparnya. Elea kembali melanjutkan, "Maafkan aku juga yang pernah melakukan kesalahan, jujur aku tidak ada niat melakukan itu," sambungnya.Rea merasa lega, semua beban dalam hatinya seolah menguar begitu saja setelah mendengar ucapan Eleanora yang tidak mempermasalahkan permasalahan mereka.Keduanya terus bercerita layaknya temannya yang sudah lama bersama. Eleanora menceritakan kisah hidupnya yang malang pada Reanita yang langsung terkejut karena Eleanora benar-benar sangat tangguh.Yang tidak mereka berdua sadari adalah, nyonya Anita sedang berdiri di dekat pintu, mendengarkan semua yang anak dan menantunya ucapkan. Hatinya juga ikut lega karena Eleanora mau memaafkan Reanita yang sudah keterlaluan selama ini.Karena tidak ingin mengganggu ketenangan keduanya, nyonya Reanita memutuskan untuk
Aldrich menyeringai, menatap pada Olivia yang terlihat semakin gugup, "katakan padaku Olivia kenapa kau tega lakukan ini padaku?" tanya Aldrich masih menikmati kegugupan Olivia."Rich, aku bisa jelaskan, tolong lepaskan aku dulu," mohonnya masih dengan wajah pucat."Kamu bahkan tega membuatnya menyerahkan diri pada Julian, di mana perasaanmu Olivia? Kau pendosa," ujar Aldrich dengan gigi gemeretak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya tunangannya saat itu. Dan wanita di hadapannya adalah dalangnya."Aku mencintaimu Rich, aku tidak ingin ada wanita lain dekat denganmu," aku Olivia dengan tubuh gemetar.Menurutnya hanya dia saja yang pantas bersama Aldrich karena mereka setara, sementara tunangannya dan Eleanora sama-sama dari wanita kelas bawah yang tidak cocok dengan Aldrich sama sekali.Berulang kali Olivia meminta dengan baik agar tunangan Aldrich mundur, tetapi wanita itu terus bersikeras bertahan walau sebenarnya Olivia tahu, dia juga menginginkan Julian.Olivia hanya in
Aldrich mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. "Calix di bawah bersama Mama dan juga Rea."Mata Elea terbelalak dan langsung melepas diri ingin turun ke bawah tetapi Aldrich mencegahnya. Pria itu menahan tubuh istrinya dan menatapnya dalam."Jangan khawatir, Rea tidak akan membawa Calix pergi jauh lagi. Ada mama yang menjaga. Lagipula kamu harus segera bersiap karena kota akan pergi dua jam lagi."Mengerutkan kening tidak mengerti. "Pergi? Kita akan kemana?" tanya Elea masih memikirkan Calix di bawah sana."Aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin kamu, mama dan jga Rea memiliki waktu bersama," jelas Aldrich.Semakin bingung dan tidak mengerti, apalagi saat Aldrich mengatakan mereka bertiga akan pergi bersama. Eleanora tahu kalau ibu mertuanya sudah menerimanya kembali, tetapi bagaimana jika mereka kembali berubah dan membuatnya tersisih."Apa kamu ikut bersama kamu?" Mengangguk pasti, cukup membuat hati Eleanora lega, setidaknya jika Aldrich ikut, maka semua pasti akan b
Keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Elea menumpahkan semua kekesalannya, mengatakan semua yang terjadi hingga terus merasa curiga dan sakit hati.Aldrich terdiam, dia mencerna juga mencoba mencari tahu siapa yang sebenarnya mengirim foto-foto pada sang istri."Aku sangat takut kalau kamu meninggalkan aku, sayang," kata Aldrich memeluk istrinya erat.Saat ini keduanya sedang duduk di sofa, dengan Eleanora yang berada di atas pangkuan sang suami. Bahkan jubah mandi Elea sudah terlihat berantakan walaupun keduanya tidak melakukan apa pun."Aku belum menemukan tempat bersembunyi yang tidak kamu ketahui. Bukankah selama ini kamu selalu menemukanku?" canda Eleanora membuat Aldrich terkekeh kecil.Mengangguk bangga, Aldrich melerai pelukan mereka, menatap wajah istrinya yang kemarin sempat dia lukai. "Apa rasanya sakit?" tanya nya mengusap wajah sang istri. Ia tahu itu pasti sangat sakit tapi dia ingin mendengar jawaban sang istri.Eleanora menggeleng pelan. "Tidak, melihatmu mengkhawati
Aldrich dan Olivia terkejut saat mendengar suara benda jatuh dari arah belakang. Dan semakin terkejut saat melihat siapa yang berada di depan pintu dengan makanan yang bercecer karena terjatuh. Olivia menjauh, sedang Aldrich mendekat ke arah seseorang yang saat ini berdiri mematung tanpa ekspresi apa pun. "Eleanora, kamu di sini? Ayo masuklah!" Aldrich begitu gugup walaupun dia tidak melakukan kesalahan tetapi wajah Elea cukup menggambarkan hal buruk akan terjadi. Elea menepis tangan suaminya keras. "Jangan sentuh kan tanganmu!" "Sudah jangan lagi kamu jelaskan apa pun. Aku sudah mendengar dan melihat semuanya, lagi," katanya menatap Olivia yang terlihat biasa saja. Eleanora menatap ke arah suaminya, rasa sesak yang semakin menambah kesaktiannya selama ini membuatnya mual dan kecewa. Aldrich baru saja menuduhnya melakukan hal buruk pada Olivia dan sekarang dia melihat suaminya di sentuh oleh wanita itu, ini sangat menyedihkan. "Elea, ini tidak seperti yang kamu kira," Ol
Reanita menggeleng, ia menangis dengan lutut sudah bertumpu di atas lantai. "Kakak maafkan aku. Aku bersalah karena sudah banyak bersalah padamu selama ini," Isak Rea menunduk."Berdiri Rea!"Menggeleng dengan lemah, Rea tidak berani mengangkat wajah, ia malu tetapi dia tidak akan menambah kerusakan lagi. Ini sudah cukup. Ia sudah mendapatkan kemarahan kakaknya. Jika dia kembali melakukan kesalahan bisa saja Aldrich tidak akan mengakuinya adik selamanya."Maafkan Rea, Kak" "Selama ini Kakak membenciku hanya karena ayah kita berbeda. Di sekolah aku selalu menjadi ejekan karena Kakak tidak pernah peduli padaku," ucap Rea dalam tangisnya, terdengar pilu dan menyayat hati."Aku semakin cemburu ketika kakak bertunangan, apa lagi, ruangan kakak tidak menyukaiku dan mengatakan aku anak haram."Hancur hati Anita, ia tidak tahu jika anak gadisnya sudah menderita sejak lama. Ia mengira Rea tidak memendam apa pun karena begitu ceria dan terbuka.Rea melanjutkan. "Hanya Olivia yang menerimaku, d
Elea berdehem dan melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, dia hanya ingin Calix dan ayahnya saling dekat. Mungkin dengan dia kembali ke rumah, Aldrich bisa meluangkan waktu lebih banyak pada sang putra."Sore nanti, kita ke rumah Mama, aku ingin kita menginap beberapa hari karena Mama kurang sehat."Lagi-lagi Eleanora berdehem. Ia memang berniat membawakan kue untuk ibu mertuanya, setidaknya jika bersama Aldrich dia tidak akan mendapatkan hinaan seperti sebelumnya.••••••Sementara itu, di tempat berbeda, Nyonya Anita terus mengetuk pintu Rea, anak gadisnya sudah beberapa hari tidak keluar kamar dengan alasan lelah."Rea! Kamu ada masalah apa sayang?" tanya nyonya Anita lebih keras. Tidak biasanya Rea mengurung diri selama ini."Ada yang membuatmu tersinggung?" Kembali nyonya Anita melanjutkan. "Eleanora membuatmu sakit hati lagi?"Rea membuka pintu karena ibunya sekali lagi menyalahkan Eleanora. Gadis itu terlihat sangat kacau dengan wajah dan mata yang bengkak.Sudah berapa lama Rea men