"Itu ... aku, aku ...." mendadak tidak bisa mengatakan apapun."Apa? Kamu rindu juga, ya?" goda Aldrich melihat wajah memerah sang istri."Tidak!" bantah nya tidak ingin diketahui bahwa terkadang ia rindu Aldrich, ingin memeluk tetapi sadar bahwa pernikahan mereka hanya sementara. Elea takut jika ia merasa nyaman dan terluka disaat yang bersamaan."Benarkah? Tapi, aku melihat yang lain, kamu bahkan sampai memakai kemejaku," ujar Aldrich ingin melihat sampai mana kejujuran Elea, dia suka melihat rona merah di wajah sang istri. Terlihat sangat manis.Ela langsung menoleh karena tertangkap. Bagaimana bisa ketahuan sementara dia melepas kemeja itu sebelum Aladrich menyadari semuanya. Dan itu ia lakukan selama kehamilannya. "Kenapa tidak jujur saja padaku? Aku juga terkadang merindukanmu," akunya membuat Elea semakin tidak percaya."Rich, aku ... mana berani aku jujur, kamu tentu tidak akan suka mendengarnya," jujurnya meremas jarinya.Aladrich duduk dipinggir ranjang. "Maaf ya, sudah memb
"Kamu itu selalu cantik, kenapa suka sekali berdiri lama di depan cermin, hem?" Aldrich mendekat dan memeluk istrinya dari belakang, mengecup pelang punggung terbuka yang mulus dan halus.Sudah dua minggu lebih dari pulangnya Eleanora dari rumah sakit, mereka akan mengadakan acara kecil untuk penyambutan si tampan Calix Evander.Aldrich sengaja memanggil beberapa orang media untuk memberitahu publik bahwa istri dan anaknya dalam keadaan yang sehat. Aldrich ingin melihat apa yang akan pelaku lakukan melihat kebahagiaan kecil mereka."Rich, apa kamu memang semanis ini?" "Ya, aku memang manis, apa kamu lupa di malam kita--," Aldrich berdehem, ia menetralkan wajahnya karena merasa salah bicara. "Aku memang manis, lebih manis dari mantan kekasihmu si Julian itu," katanya mengalihkan topik.Elea yang awalnya sudah tahu Aldrich akan membahas apa langsung membuang muka, ia malu jika harus mengingat apa yang pernah mereka lakukan. Tidak hanya itu, rasa kesalnya juga sebanding dengan rasa malu
"Selamat atas kelahiran putramu, Eleanora," ucap seseorang di belakang dengan sebuah kotak.besar di tangannya.Elea menahan napas, ia mencari dimana keberadaan Aldrich tetapi tidak juga terlihat."Elea, apakah aku bisa masuk?"Yang dipanggil menoleh perlahan. Ia menampilkan senyum kecil untuk menghilang kan kegugupannya. Julian mendekat perlahan dan dapat melihat wajah tampan si bayi di dalam ranjang kayu dengan ukiran yang indah."Dia sangat tampan, mirip denganmu dan--,""Terima kasih karena menyempatkan hadir, dimana Fera, dia tidak datang bersamamu?" ucap Elea memotong ucapan Julian serta berharap Aldrich segera datang.Julian meletakkan hadiah yang ia bawa di atas nakas, berjejer dengan hadiah-hadiah lain yang ia tahu harganya pasti sangat fantastis."Dia kembali ke rumah orang tuanya. Mungkin membutuhkan waktu untuk berpikir," ujarnya masih menatap lembut pada Eleanora."Kalian bertengkar?"Julian menggeleng. "Aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat menikah dengannya. Aku meras
Sampai di apartemennya, Julian melempar semua yang bisa dijangkau oleh tangannya. Napas nya terengah hebat. Emosinya memuncak. "Tidak mungkin, aku tidak akan percaya carita murahan ini," katanya memejamkan mata menahan sakit akibat pukulan membabi buta preman-preman tadi."Aku akan menemukan siapa dalangnya, aku akan membuatnya menyesal karena sudah memfitnah Eleanora. Ya, aku akan membuat siapapun itu menyesal karena luka-luka yang kudapatkan."Julian masuk ke dalam kamar dengan tertatih, semakin marah karena tidak menemukan Fera di dalam kamar. Istrinya itu sudah berani melakukan ancaman murahan kepadanya.Julian meraih ponselnya dan menekan nomor yang dia hafal. "Kamu dimana? Kalau sore ini kamu tidak ada di apartemen maka kita lebih baik bercerai," ucapnya sebelum membuang ponselnya di kasur dan mengerang marah."Wanita sialan, seenaknya dia mau mengatur hidupku," umpatnya marah menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya."Hah! Eleanora, apakah kamu memang yang melakukannya? Apakah se
Elea menahan napas, deru napasnya memburu, dia ingin lari dari situasi ini tetapi kakinya lemas. Aldrich menyeringai karena tahu Elea sudah tidak bisa berkutik.Tangan kekarnya menarik pelan tubuh sang istri, menempelkannya dengan tubuh mereka berdua hingga napas hangat itu menyapu wajah putihnya."Rich ... apa yang kamu lakukan?" ucapnya terbata menahan diri agar terjatuh. Aroma Aldrich selalu membuatnya tak berdaya."Aku hanya rindu, apakah salah?" bisiknya dengan suara serak.Elea yang sejak tadi tidak bisa tahan dengan aroma tubuh suaminya, menggeleng. Sejujurnya sudah lama ia menginginkan sebuah pelukan tetapi takut jika Aldrich menolaknya."Kalau begitu, apakah aku bisa memelukmu, Baby?" pertanyaan yang seharusnya tidak Aladrich tanyakan. Karena Elea tentu malu menjawabnya."Elea, boleh ya? Aku merindukanmu sudah lama, memandangmu setiap malam membuatku tidak tahan, tetapi karena menghargaimu, aku--,""Peluk saja, kenapa meminta izin," ucapnya sedikit ketus tetapi dengan wajah m
Elea terbangun dengan tubuh remuk redam, bayangan bagaimana mereka semalam bercinta membuat wajahnya memerah dan panas.Setelah merentangkan tubuh dan tangannya perlahan, Ia menyapu seluruh ruangan dan tidak menemukan Aldrich, suaminya. "Apa dia sudah berangkat kerja?" gumamnya lalu menoleh pada box bayi yang sudah kosong. Tidak ingin berpikir macam-macam, Elea lantas turun dan memeriksa dengan benar.“Di mana Calix, putraku?” gumamnya menoleh ke segala arah, mungkin saja ada Aldrich duduk di sofa atau di balkon bersama putranya."Tidak ada!" Jantungnya berdegup.kencang, tidak menunggu lama, Elea langsung berlari keluar, tanpa alas kaki menuruni tangga."Rich, kamu dimana?" teriaknya karena tidak melihat siapapun berlalu lalang di lantai bawah."Nyonya, tolong hati-hati," seorang pelayan dengan cepat menahan tubuh sang nyonya yang hampir terjatuh karena menginjak ujung gaunnya. Elea terengah. "Ah, terima kasih. Bi, di mana tuan?" tanya nya dengan napas masih terengah."Tuan berada di
"Katakan, apa yang membuatmu kembali menemuiku, Olivia?" Aldrich masih duduk dengan tenang, menatap lurus pada mantan kekasihnya yang berulang kali mengkhianati dirinya."Rich, kenapa kamu begitu cepat berubah? Aku pernah menjadi bagian darimu, apakah rasa itu sudah hilang?" ibanya tetap mengharapkan dekapan sang mantan."Setelah kamu mencoba membodohiku berulang kali? Kamu tidak menghargaiku yang berusaha menerimamu, Olivia," sarkasnya menolak mengingat semua kebodohan yang pernah dia lakukan."Sudah aku katakan, aku menyesal."Rich berdiri dari duduknya, membelakangi Olivia yang tidak juga mengerti situasi mereka. Sementara wanita itu juga ikut berdiri dan memeluk Rich dari belakang."Jangan melepasnya, Rich. Aku merindukan wangi tubuhmu. Aku ... tidak bisa melupakan bahwa kamu pernah memelukku begitu erat," katanya semakin mengeratkan pelukannya. Olivia membenamkan wajahnya, menghirup seluruh wangi parfum Aldrich yang selalu membuatnya lupa diri."Lepaskan Olivia! Aku tidak ingin i
Nyonya Anita menggeleng pelan, langkah kaki putrinya semakin membuatnya terluka. Apalagi, tadi dia menampar Rea begitu keras.Dengan langlah pelannya, ia meraih ponsel miliknya dan menelpon putranya--Aldrich. Memberitahu untuk menjaga Rea yang terlihat marah saat meninggalkan rumah.Nyonya Anita menjelaskan semuanya, menjelaskan apa yang membuat putrinya sampai salah paham. Ya, tidak ada yang bisa dia lakukan. Ia sudah berjanji akan terbuka pada sang putra. Jika ingin hubungan mereka kembali membaik.Setelahnya, wanita yang pernah melahirkan dua kali itu, masuk ke dalam kamarnya kembali, membuka sebuah laci kecil di dekat ranjang besarnya. Sebuah foto lama yang disimpan selama ini. Ada begitu banyak kenangan, tetapi terpaksa dia lupakan demi ketentraman anaknya. Dia adalah ayah dari Aldrich, suami tercintanya yang ia khianati dengan ayah Reanita. Jika mengingat itu, nyonya Anita merasa menyesal, dia terlalu mengikuti nafsunya yahg padanujuhgnya dia tidak bahagia."Rea, maafkan mama s