Aldrich mulai frustasi karena Elea masih terus menangis sesegukan. "Elea, berhentilah menangis," ujar Aldrich lelah sejak tadi mencoba membuat sang istri terdiam.Elea mendongak, mata sembabnya terlihat lucu. "Aku hanya takut. Aku tidak memiliki ibu. Tahu rasanya sangat menyakitkan saat anak lain memeluk ibunya sementara aku, tidak bisa melakukannya," ucapnya.Menghela napas. "Kau tidak mengantuk?""Tentu saja mengantuk!"Aldrich mengangguk, ia melangkah ke arah ranjang, naik duluan menepuk sisi ranjang meminta Elea untuk tidur disana. Awalhya gadis yang mulai sensitif itu ragu, namun dengan senyum mengembang, ia melangkah dan naik ke atas ranjang.Elea membaringkan diri, menarik selimut dan memejamkan mata. Aldrich sampai tidak bisa mengatakan apapun karena tingkah Elea.______"Benar, Tuan. Nyonya hamil," kata dokter wanita yang baru saja memeriksa Eleanora. Setelah melakukan pembujukan selama hampir satu jam, Elea akhirnya mau ke rumah sakit.Elea dan Aldrich saling pandang kemudia
"Benarkah?" Elea menyelidik, mencari kebohongan pada wajah Asisten suaminya. "Wajahmu tampan, tidak mungkin masih sendiri," katanya tidak percaya."Aku menebak ini semua karena tuanmu yang kaku itu, dia pasti menyusahkanmu, kan?"Jack menggeleng takut, bagaimana bisa ia mengatakan kalau memang sebenarnya apa yang nyonya Elea katakan tidak salah? Matilah dia jika membuka mulut."Jangan menyangkal, tidak apa jujur padaku, aku tahu dia memang sedikit menyebalkan," bisiknya kemudian mencoba sedikit roti daging pesanannya."Ah, ini sangat enak," katanya memakan roti miliknya hingga setengah."Tuan, kau tidak makan roti milikmu? Cobalah ini sangat enak," katanya menggigit kembali sisa roti miliknya.Menggeleng dan menyodorkan roti miliknya. "Jika Nona ingin, silakan nona habiskan, kebetulan saya masih sangat kenyang.""Boleh?"Jack mengangguk. Pemandangan romantis itu kembali mengundang para pengunjung lain untuk diam-diam mengambil gambar Jack dan Eleanora.Dan dengan cepatnya gambar itu t
Wanita yang memanggil Rich tadi langsung menutup pintu mobilnya dan mengikuti kemana pria yang selalu terlihat tampan di matanya."Rich ....""Tuan, pesanan Anda," kata pelayan yang memang sejak tadi sudah menyiapkan pesanan tuan muda kaya raya ini.Aldrich mengambil dan membayar tagihan. Olivia, wanita yang sejak tadi mengikuti Rich tertegun saat mendapati tatapan dingin dari Aldrich."Aldrich, aku ingin bicara denganmu," katanya mengekori Aldrich.Aldrich menghentikan langkah, ia menoleh dan kembali menatap tidak suka pada Olivia yang menurutnya selalu saja bersikap semaunya."Kalau ingin bicara, datang ke mansion!" Aldrich melangkah masuk mobilnya dan membiarkan Olivia tersenyum lebar karena mendapatkan undangan terbuka.Ia akan meminta maaf pada Aldrich. Biarlah ada Elea disana. Jika perlu, Olivia akan bersikap baik pada wanita itu, asal bisa kembali merebut hati Aldrich. Itu pikirnya.Sampai di rumah, Aldrich langsung meminta pelayan mengambil apa yang tadi ia beli dan menyiapkan
"Simpan saja di atas meja," kata nya ramah. Kemudian ia melongok keluar pintu. "Apakah nona itu masih berada dibawah?"Si pelayan mengangguk. Elea menghela napas pelan dan merasa bersalah karena hadir diantara mereka. "Apakah dulu mereka saling mencintai? Aku ... merasa bersalah karena menikah dengan tuan," katanya duduk menatap makanan di hadapannya dengan tatapan lapar."Maafkan saya nyonya, tetapi kami tidak bisa menjawab pertanyaan ini," ujar si pelayan sopan."Kenapa? Jawab saja, aku tidak marah," katanya masih menunggu."Tuan dan nona Olivia memang pernah dikabarkan dekat, mungkin saja benar mereka sepasang kekasih," akhirnya si pelayan menjawab."Mungkin? Kau seperti tidak yakin."Si pelayan menunduk. "Maafkan saya nyonya," ucapnya pelan lalu pamit untuk kembali ke lantai bawah.Eleanora menghela napas pelan. Ia berdiri dan kembali melongok kepala, masih penasaran, ia melangkah pelan untuk mencuri dengar apa yang mereka berdua bincangkan di lantai bawah.Namun, tubuhnya terasa
"Ah, lupakan saja. Apakah masih lama? Aku gugup sekali," katanya memasukkan ponsel dalam tas Dior senada dengan gaunnya. Aldrich yang memilih semua yang ia kenakan."Sebentar lagi, kita akan sampai nyonya," jelas Jack membawa mobil mewahnya ke arah parkiran sebuah Villa.Eleanora melihat keluar. Begitu banyak tamu undangan yang datang. Tetapi, jika dibandingkan dengan pernikahannya yang tertutup. Jelas, pernikahannya lebih mewah.Ah, lupakan tentang pernikahan mereka yang tidak memiliki kesan apapun."Nona, silahkan!" Jack membuka pintu dan menjaga kepala sang nyonya agar tidak terbentur. Media yang mendapatkan momen itu tidak mengabaikan kesempatan. Karena bagi mereka, semua yang berkaitan tentang Aldrich adalah uang.Tak peduli itu adalah Jack. "Mereka mengambil gambarku?" terkejut Elea karena disorot cahaya. "Tenang saja, Nyonya. Jika Anda tidak berkenan kurang dari 24 jam saya akan menghapusnya," kata Jack membawa nyonya muda dengan hati-hati.Elea hanya mengenakan sepatu yang
Tidak satupun orang yang tidak melihat dan mendengar. Berita begitu cepat tersebar. Seolah tuan muda misterius ini memang sengaja mengatakan pada dunia bahwa dia telah menikah. Julian yang berhak mengetahui berita itu, mendadak kehilangan napas. Tenggorokan kering. Ia tak terima dan tak ingin percaya."Sayang, tatapanmu padanya membuatku kesal," Fera mendengus, ia sejak tadi terus menampilkan senyum untuk semua tamu, sementara Julian sudah seperti orang hilang akal."Tunggulah, aku akan kembali." Julian melangkah pergi meninggalkan Fera sendiri. Pria yang seharusnya tertawa bahagia itu tengah dalam suasana hati yang buruk."El, aku ingin bicara denganmu," ujar Julian yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu toilet. Tadi, Julian melihat Elea pergi ke arah sana kemudian mengikutinya.Elea memasang wajah datar, meski terasa sakit dan rindu masih ia rasa dalam waktu bersamaan."Menyingkirlah, Julian!" Elea ingin melangkah namun tangan sebelah Julian terlentang menghalangi."Katakan den
"Tuan, Anda mendapatkan undangan dari tuan Julian untuk lusa," Jack memberitahu tuan nya setelah semua dokumen sudah dibubuhi dengan coretan tangannya.Aldrich mengangkat wajah, menampilkan senyum iblisnya. Ia mengangguk paham. "Beritahu dia, kalau aku akan datang."Jack dengan patuh menyetujui. Aldrich berdiri, melonggarkan dasi dan mengajak Jack duduk di sofa bersama. "Sepertinya dia mulai terganggu, kau atur saja semuanya."Sekali lagi Jack mengangguk patuh. Tidak lama, pintu diketuk dan masuklah seorang wanita dengan penampilan seksi membawa nampan dengan 2 gelas kopi diatasnya."Tuan, silakan." Aldrich mengangguk tanpa melihat pemilik suara, sementara Jack, ia melirik tajam agar tanpa kata-kata."Ada lagi yang Anda butuhkan?""Aku bisa memanggilmu lagi, jika menginginkan yang lain," ucapnya meminta sang sekretaris keluar.Aldrich menghela napas menatap Jack. "Terima cintanya maka dia akan bersikap baik padamu.""Tuan, jangan membahasnya, saya tidak ingin mengenal cinta untuk beb
"Nyonya, apakah tuan masih sakit?" Jack datang pagi-lagi sekali ke mansion. Sudah hampir seminggu tuannya tidak masuk kantor dan itu membuatnya khawatir."Heum, tuan ada di halaman belakang bermain dengan Doby,” anjing milik Aldrich yang lucu. Hanya Elea yang mengatakan anjing itu lucu. Entah nyonya muda itu melihat dari sudut mana."Saya ingin mengatakan sesuatu padanya, apakah boleh?"Elea terkekeh. "Astaga, kau minta ijin padaku? Temui saja dia, sepertinya dia memang merindukanmu, sepanjang waktu wajahnya selalu saja masam," ungkap Elea mengelus perutnya yang sudah terlihat membuncit.."Terima kasih, nyonya. Jaga kesehatan Anda dengan baik."Elea mengangguk, ia berjalan ke arah dapur, meminta pelayan membuatkan teh untuk tuan Jack, sementara dia akan membawakan cake buatannya kepada kedua orang yang selalu terlihat bersama itu."Selamat pagi, Tuan." Jack membungkuk dan mendekat pada tuannya. Aldrich mengangkat wajah dan mengangguk, meminta Jack duduk di hadapannya."Katakan ada apa