"Simpan saja di atas meja," kata nya ramah. Kemudian ia melongok keluar pintu. "Apakah nona itu masih berada dibawah?"Si pelayan mengangguk. Elea menghela napas pelan dan merasa bersalah karena hadir diantara mereka. "Apakah dulu mereka saling mencintai? Aku ... merasa bersalah karena menikah dengan tuan," katanya duduk menatap makanan di hadapannya dengan tatapan lapar."Maafkan saya nyonya, tetapi kami tidak bisa menjawab pertanyaan ini," ujar si pelayan sopan."Kenapa? Jawab saja, aku tidak marah," katanya masih menunggu."Tuan dan nona Olivia memang pernah dikabarkan dekat, mungkin saja benar mereka sepasang kekasih," akhirnya si pelayan menjawab."Mungkin? Kau seperti tidak yakin."Si pelayan menunduk. "Maafkan saya nyonya," ucapnya pelan lalu pamit untuk kembali ke lantai bawah.Eleanora menghela napas pelan. Ia berdiri dan kembali melongok kepala, masih penasaran, ia melangkah pelan untuk mencuri dengar apa yang mereka berdua bincangkan di lantai bawah.Namun, tubuhnya terasa
"Ah, lupakan saja. Apakah masih lama? Aku gugup sekali," katanya memasukkan ponsel dalam tas Dior senada dengan gaunnya. Aldrich yang memilih semua yang ia kenakan."Sebentar lagi, kita akan sampai nyonya," jelas Jack membawa mobil mewahnya ke arah parkiran sebuah Villa.Eleanora melihat keluar. Begitu banyak tamu undangan yang datang. Tetapi, jika dibandingkan dengan pernikahannya yang tertutup. Jelas, pernikahannya lebih mewah.Ah, lupakan tentang pernikahan mereka yang tidak memiliki kesan apapun."Nona, silahkan!" Jack membuka pintu dan menjaga kepala sang nyonya agar tidak terbentur. Media yang mendapatkan momen itu tidak mengabaikan kesempatan. Karena bagi mereka, semua yang berkaitan tentang Aldrich adalah uang.Tak peduli itu adalah Jack. "Mereka mengambil gambarku?" terkejut Elea karena disorot cahaya. "Tenang saja, Nyonya. Jika Anda tidak berkenan kurang dari 24 jam saya akan menghapusnya," kata Jack membawa nyonya muda dengan hati-hati.Elea hanya mengenakan sepatu yang
Tidak satupun orang yang tidak melihat dan mendengar. Berita begitu cepat tersebar. Seolah tuan muda misterius ini memang sengaja mengatakan pada dunia bahwa dia telah menikah. Julian yang berhak mengetahui berita itu, mendadak kehilangan napas. Tenggorokan kering. Ia tak terima dan tak ingin percaya."Sayang, tatapanmu padanya membuatku kesal," Fera mendengus, ia sejak tadi terus menampilkan senyum untuk semua tamu, sementara Julian sudah seperti orang hilang akal."Tunggulah, aku akan kembali." Julian melangkah pergi meninggalkan Fera sendiri. Pria yang seharusnya tertawa bahagia itu tengah dalam suasana hati yang buruk."El, aku ingin bicara denganmu," ujar Julian yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu toilet. Tadi, Julian melihat Elea pergi ke arah sana kemudian mengikutinya.Elea memasang wajah datar, meski terasa sakit dan rindu masih ia rasa dalam waktu bersamaan."Menyingkirlah, Julian!" Elea ingin melangkah namun tangan sebelah Julian terlentang menghalangi."Katakan den
"Tuan, Anda mendapatkan undangan dari tuan Julian untuk lusa," Jack memberitahu tuan nya setelah semua dokumen sudah dibubuhi dengan coretan tangannya.Aldrich mengangkat wajah, menampilkan senyum iblisnya. Ia mengangguk paham. "Beritahu dia, kalau aku akan datang."Jack dengan patuh menyetujui. Aldrich berdiri, melonggarkan dasi dan mengajak Jack duduk di sofa bersama. "Sepertinya dia mulai terganggu, kau atur saja semuanya."Sekali lagi Jack mengangguk patuh. Tidak lama, pintu diketuk dan masuklah seorang wanita dengan penampilan seksi membawa nampan dengan 2 gelas kopi diatasnya."Tuan, silakan." Aldrich mengangguk tanpa melihat pemilik suara, sementara Jack, ia melirik tajam agar tanpa kata-kata."Ada lagi yang Anda butuhkan?""Aku bisa memanggilmu lagi, jika menginginkan yang lain," ucapnya meminta sang sekretaris keluar.Aldrich menghela napas menatap Jack. "Terima cintanya maka dia akan bersikap baik padamu.""Tuan, jangan membahasnya, saya tidak ingin mengenal cinta untuk beb
"Nyonya, apakah tuan masih sakit?" Jack datang pagi-lagi sekali ke mansion. Sudah hampir seminggu tuannya tidak masuk kantor dan itu membuatnya khawatir."Heum, tuan ada di halaman belakang bermain dengan Doby,” anjing milik Aldrich yang lucu. Hanya Elea yang mengatakan anjing itu lucu. Entah nyonya muda itu melihat dari sudut mana."Saya ingin mengatakan sesuatu padanya, apakah boleh?"Elea terkekeh. "Astaga, kau minta ijin padaku? Temui saja dia, sepertinya dia memang merindukanmu, sepanjang waktu wajahnya selalu saja masam," ungkap Elea mengelus perutnya yang sudah terlihat membuncit.."Terima kasih, nyonya. Jaga kesehatan Anda dengan baik."Elea mengangguk, ia berjalan ke arah dapur, meminta pelayan membuatkan teh untuk tuan Jack, sementara dia akan membawakan cake buatannya kepada kedua orang yang selalu terlihat bersama itu."Selamat pagi, Tuan." Jack membungkuk dan mendekat pada tuannya. Aldrich mengangkat wajah dan mengangguk, meminta Jack duduk di hadapannya."Katakan ada apa
"Kau tidak berhasil membawanya pulang?"Jack menggeleng dan menyerahkan manisan mangga di atas meja. Aldrich meraihnya dan menelan liur saat melihat isi dari rantang yang Jack bawa."Kamu dapatkan dimana ini?" "Di pinggir kota, Tuan. Saya harus berdebat sedikit untuk mendapatkannya," Aldrich mengernyit bingung.Jack melanjutkan. "Toko sudah hampir tutup saat saya datang. Pemilik tidak ingin menjual lagi karena sudah lelah, tetapi saat mengatakan Anda mengalami ngidam, pemiliknya langsung bergegas membuatnya."Aldrich sampai tersedak. Pikiran bodoh apa yang Jack dapatkan. "Jaga bicaramu, aku bukan wanita hamil," ungkapnya mengelap ujung bibir dengan serbet."Saya mendapatkan berita itu dari internet tuan. Yang Anda alami memang ngidam, biasa terjadi bagi sebagian pasangan suami istri," jelas Jack dengan bijaknya."Omong kosong!"Jack menghela napas, percuma juga menjelaskan jika sang tuan tidak mau menerima. "Jadi dimana dia sekarang?""Ya, tuan?" jawab Jack tidak fokus karena ikut t
"Kau ingin kemana?" Elea menghentikan gerakan tangannya. Ia yang beberapa menit lalu terbangun dan mendapatkan Aldrich di sebelahnya merasa terkejut bukan main.Ingin melempar turun ranjang tetapi ia urung. Kasihan dan juga kesal menjadi satu. Jadi, ia memilih untuk turun diam-diam dan mencoba menghilang lagi.Aldrich bangkit, duduk di pinggir ranjang dan menatap lurus pada Eleanora yang tak juga berbalik."El, kamu ingin kemana?""Bukan urusanmu!" Elea membuka pintu sedikit lebar ingin keluar, namun, tubuhnya ditahan, entah kapan Aldrich berdiri dan menahan tubuhnya."Dengarkan aku dulu, aku tidak bermaksud untuk mempermainkanmu, aku bersalah," ungkapnya menahan Elea.Elea menoleh dan menatap tangannya yang dicengkram kuat. "Lepaskan tanganku, kau menyakitinya.Sontak Aldrich melepaskan namun sebelum itu, ia membawa masuk Elea dan mengunci pintu, lebih aman dan tak akan ada drama saling tarik."Maafkan aku, aku ... memang bersalah," ucapnya menatap Elea yang menunduk."Kenapa harus a
"Kau belum pulang?" Aldrich berbalik, menatap lekat wanita dengan perut buncit di belakangnya. Ia meletakkan sendok sayur, mematikan kompor dan mendekat ke arah Eleanora--istrinya.Elea mundur selangkah. "Kau ingin apa?"Aldrich menahan tangan Elea, berjongkok dan mencium perut buncit milik gadis pemarahnya. "Selamat pagi, sayang," ucapnya mengusap perut Elea."Apa yang kau lakukan?" Elea mundur namun Aldrich menahan tangannya. Pria itu mendongak dan menatap dingin pada Elea. Tatapan yang tak pernah Elea lihat sebelumnya. Karena bagi Elea, seacuh apapun Aldrich ia tak akan mendapati suaminya menatapnya asing.Eleanora membeku, kakinya terasa lemas dan ingin terjatuh. Aldrich menambahkan. "Kamu tidak melihat apa yang aku lakukan? Aku menyapa anakku!""Anak? Ya, aku masih mengingat juga dengan jelas, kau sangat ingin aku hamil, apa ini juga termasuk dalam permainanmu, Rich?"Dimana kata ‘tuan’ yang biasa Elea ucapkan?Aldrich bangkit berdiri, Elea mengambil itu sebagai kesempatannya un