"Mas ....""Pak, Non Sonia tadi nyuruh saya foto Pak Al diam-diam. Pas saya fotoin hasilnya blur, malah ponsel saya dibanting dan diinjak-injak." Dea mencoba memberi penjelasan palsu sambil terus menitikkan air mata buaya.Albian menatap tajam pada sang istri, menuntut penjelasan karena benda pipih itu masih berada di bawah kaki Sonia. Meskipun dia memiliki banyak uang, tetapi sejak dulu tidak suka apabila ada yang merusak barang dengan sengaja.Sekarang Sonia melakukan itu. Dia tidak bisa menyangkal karena dilihat dengan kedua mata Albian sendiri. Beberapa menit berlalu, tetap saja wanita itu diam. Beruntung Bi Sumi datang dan menuntunnya duduk di sofa sebelum jatuh ke lantai.Dea berdiri, memandangi ponselnya yang hancur dan tidak bisa menyala. Dengan sengaja dia terus menggerutu, menangis karena bingung bagaimana cara menelepon keluarga saat merindukannya. Albian pun berjanji akan mengganti dengan yang baru."Tidak usah, Pak. Ini masih bisa diperbaiki, kok," kata Dea. Tentu saja ka
"Mas, besok aku mau ngajak Sonia ke suatu tempat. Boleh?" tanya Jessica ketika mereka menikmati makan malam.Lelaki itu terdiam sesaat lalu beralih memandang Sonia yang seolah-olah tidak mendengar pertanyaan tadi. Dia berpikir mereka berdua memiliki sebuah rencana, tetapi masih sulit untuk menebak."Ke mana? Mau aku temenin, Sayang? Sonia biar di rumah aja soalnya dia lagi hamil. Katamu kemarin, wanita hamil itu gak boleh kecapean. Nah, kamu kalau misal belanja, kan, pasti lama.""Mas di rumah aja soalnya lusa, kan, ada meeting, ya? Jadi, bakal sibuk banget dan harus istirahat biar gak capek. Sonia juga pasti jenuh kalau di rumah mulu."Lelaki tampan dengan rahang tegas itu menggigit bibir bawah karena ragu istri tercintanya berkata jujur. Sungguh, dia sangat ingin percaya, tetapi entahlah.Karena terus didesak, dia pun setuju. Namun, Albian memiliki rencana sendiri. Jessica langsung mengukir senyum, kemudian menjelaskan pada Sonia bahwa mereka akan berkunjung ke rumah salah satu tema
Jessica menepikan mobil di depan rumah besar nan megah, setelah itu meminta adik madunya untuk segera turun. Sejak tadi Sonia mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya tentang mengapa mereka begitu buru-buru keluar dari mal? Namun, sampai kini masih tanpa jawaban.Rasa penasaran semakin menjadi, apalagi hatinya sudah terlanjur senang karena mengingat akan membeli pakaian untuk ibu dan adiknya. Jessica masih tersenyum sampai pintu utama rumah itu terbuka lebar."Silakan masuk!" pinta wanita itu ramah.Sonia menoleh sekilas pada Jessica, kemudian mengekori meskipun ada rasa canggung. Mereka duduk di ruang tamu di mana terdapat banyak paper bag di meja kaca itu."Kenalin ini adik aku, namanya Sonia." Jessica memperkenalkan wanita itu. "Dan Sonia, dia ini teman SMA aku kemarin. Namanya Veronica."Mereka berdua pun saling mengulurkan tangan lantas berbincang santai. Sonia merasa lega karena teman Jessica tidak seperti apa yang disangkanya. Di
"Kamu masih nggak setuju ada banyak ART di rumah ini?" tanya Albian menghampiri istrinya yang sedang duduk menghadap jendela kamar yang terbuka lebar. Angin malam menyapu lembut wajah wanita itu.Gugusan bintang menemani rembulan terlihat biasa saja saat suasana hati sedang kacau. Jessica menaikkan sebelah alisnya, gumpalan awan di langit malam ternyata mengusik perhatian. Selama ini dia mengira awan hanya bisa dilihat kala pagi hingga sore hari.Tanpa peduli dengan pertanyaan Albian tadi, dia segera merogoh ponsel dan mengarahkan ponsel ke langit. Dia memotret hingga tiga kali dengan alasan mungkin setelah mood-nya kembali, gambar itu bisa sangat berarti."Sayang, kamu masih nggak setuju ada banyak ART di rumah ini?" ulang Albian. Suaranya semakin pelan karena jarak di antara mereka pun semakin terkikis."Apa jawabanku penting, Mas?""Sayang?""Kalau aja jawabanku penting bagimu, pasti kamu nggak akan manggil tiga ART lama, apalagi sekalian sama Dewi.""Aku mikirin mereka yang sekara
"Sayang, besok aku ada meeting," sanggah Albian dengan mimik serius."Bisa ditunda, kan?"Lelaki itu terdiam. Dia bingung harus memberi alasan apa. Sebenarnya dia tidak ada meeting besok, hanya alasan agar Jessica mengerti. Lagi pula kalau dia mengantar wanita muda itu ke rumah orang tuanya, maka bagaimana perasaan Jessica sebagai istri pertama? Tidakkah dia merasa cemburu karena sekarang suaminya harus peduli pada dua orang?Lagi pula, dia tidak kenal dekat dengan ibu dan adik Sonia. Jika bertamu ke sana, mungkin sulit menemukan bahasan yang cocok. Wanita paruh baya itu pun pasti tahu bahwa dirinya tidak mencintai Sonia dan mungkin sampai kapan pun cinta itu ibarat mustahil ada. Satu lagi, Albian memikirkan tanggapan tetangga.Masalah tempat tinggal, itu hal biasa sekarang karena setahu Albian, Jessica merenovasi rumah orang tua Sonia hingga terlihat lebih layak. Hal itulah yang menjadi sebab istri keduanya semakin sulit kalau mau membantah. Dia menurut saja, seperti boneka."Nggak a
"Kamu mulai gemukan, Nak. Nampak kayak orang kaya, tapi kamu bahagia, kan?" tanya Bu Siti dengan mata berkaca-kaca. Sungguh, dia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya."Gemuk karena hamil mungkin, Bu. Kalau masalah bahagia, lumayanlah. Minimal nggak sengsara di sana.""Maksudnya?"Sonia terdiam. Tidak mungkin dia jujur pada sang ibu bahwa ada ART bernama Dea yang selalu cari masalah padanya. Dia harus menutupi semua itu dan memancarkan senyum paling manis. Hanya sebentar lagi dia akan bebas dari perjanjian yang sebenarnya sangat tidak diinginkan.Lagi pula itu bukan masalah besar, Sonia bisa mengatasinya. Sekarang dia tidak takut, terutama jika Albian berada di sisinya meskipun sedikit melihat perubahan pada Jessica.Dia tidak tahu mengapa wanita itu semakin baik padanya. Bukan maksud menggiring opini negatif, Sonia hanya khawatir ada sesuatu yang direncanakan. Bukankah musuh paling besar adalah seseorang yang dianggap penting?
"Kakak!" teriak Tania ketika dia pulang sekolah dan menemukan sang kakak tercinta sedang menonton televisi. Raut wajah gadis itu berubah ceria, padahal sebelumnya bagai pakaian kusut karena kelelahan.Sonia menyambut dengan senyuman lantas memeluk adiknya. Dia rindu. Tanpa terasa bulir bening mulai mengalir membasahi kedua pipinya yang mulus bersama harapan agar Tania menjadi orang sukses dengan pendidikan tinggi agar tidak berakhir seperti dirinya.Dunia begitu kejam, begitu pikir Sonia. Untuk itu, Tania harus mengubah semuanya. Menjadi kebanggaan orang tua dengan segudang prestasi yang membanggakan. Bagaimana pun caranya nanti, dia harus bisa mengutamakan pendidikan sang adik."Kakak kenapa ke sini gak bilang-bilang dulu?""Mendadak. Tadi dianter sama Mas Al, cuman Mas Al ada urusan penting.""Kakak nginep, kan, malam ini?"Mendengar itu, Sonia memanyunkan bibir. Air mukanya menyiratkan keputusasaan. Beberapa saat kemudian, dia pun menjawab, "Sayangnya nggak bisa. Mas Al sibuk bange
Bab 27Albian menoleh ke belakang karena sama terkejutnya dengan Sonia. Lelaki itu terlalu senang merasakan gerakan di dalam perut. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana rasa bahagia itu datang ketika bayinya telah lahir.Mereka masih beruntung karena tidak terjadi kecelakaan, tetapi amarah pengendara di belakang tentu tidak bisa dielakkan. Dia turun dari mobil, melangkah penuh rasa kesal dan mengetuk kaca jendela kanan."Maaf, Pak. Istri saya tiba-tiba tutup mata, jadi saya kaget." Begitu Albian memberi alasan.Lelaki berkumis tebal itu melirik pada Sonia yang memang memejamkan mata. Amarahnya mereda ketika melihat perut yang membuncit itu. Rasa rindu pada mendiang istri kembali meraja dalam hati karena dulu dia meninggal satu jam setelah melahirkan.Dia memahami bagaimana perjuangan seorang ibu melahirkan anaknya, bukan hanya itu, tetapi saat sedang mengandung pula. Beberapa saat kemudian, dia mengatup kedua tangan di depan dada lalu kembali ke mobilnya tanpa sepatah kata pun."Syuk
Baru saja ingin merebahkan diri di tempat tidur, pintu kamar terketuk pelan. Sonia terpaksa bangun lagi begitu mendengar suara suaminya dari luar.Daun pintu terbuka lebar menampilkan sosok lelaki bertubuh tinggi tegap itu. Dia tersenyum lalu melangkah masuk sebelum berbicara sepatah kata pun. Sonia mengikuti dari belakang, tentu setelah mengunci pintu."Mas, malem ini nggak mau sama Kak Jes?""Kenapa? Kamu nggak suka aku ada di sini?""Bukan gitu, tapi aku rasa Kak Jes pasti ngerasa sedih. Aku gak masalah kalau misal Mas Al lebih banyak menghabiskan waktu sama Kak Jes karena aku ini cuman istri kedua yang—""Yang apa?"Sonia menghela napas berat. Sesuai saran dari Megan, dia harus tahu bagaimana perasaan lelaki itu yang sebenarnya. Jika masih ragu, mereka tentu sulit bertindak lebih jauh karena khawatir cinta menutup mata Albian dan membiarkan kejahatan Jessica begitu saja."Mas.""Sonia, mungkin kamu harus tahu perasaan aku yang sebenarnya sama kamu," kata Albian dengan suara pelan,
Sonia baru saja keluar dari kamar mandi ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya. Dia tidak penasaran dan memang tidak ingin membukanya karena masih memakai handuk. Dia harus mengurus diri sendiri terlebih dahulu sebelum mengetahui apa yang akan terjadi di luar sana.Dia ingin mengganti pakaian, bahkan menyisir rambut dengan santai dulu. Selama bukan sesuatu yang darurat, Sonia menganggap semua masih bisa ditunda. Dia harus bisa rileks agar pikiran tidak mempengaruhi kesehatan jiwanya.Bagaimana dengan keberadaan Jessica dan Megan yang masih tanda tanya? Entahlah, mungkin semua akan berlalu sesuai apa yang digariskan oleh Tuhan. Dia hanya perlu hati-hati dalam mengambil keputusan. Selama belum cukup yakin kalau wanita yang mengaku sebagai bodyguard-nya itu memang jujur, maka dia tidak ingin terbuka lebih banyak.Ketukan pintu tidak lagi terdengar. Sekarang Sonia mengulum senyum, kemudian menyisir rambut dan mengikatnya serapi mungkin. Dia merasa gerah, padahal ada pendingin ruangan. E
Begitu Kamila datang membawa ponsel wanita berbadan dua itu, wajahnya terlihat pucat, tetapi tiada siapa pun yang bertanya. Sonia pun menganggap dia sedang lelah saja dan butuh istirahat.Menekan tombol power, ada pesan dari nomor yang tidak dikenal.[Hati-hati. Dia tidak sebaik yang kamu kira.]Siapa pengirim itu dan mengapa memberi peringatan? Sonia juga tidak mengerti kata "dia" mengacu pada siapa sehingga memilih mengabaikan pesan itu lantas memasuki kolom chat Albian. Dia segera menyampaikan maksudnya tanpa berbasa-basi.Lama menunggu tanpa balasan, Indah menyarankan Sonia agar mengecek pemilik kontak itu di salah satu aplikasi berwarna biru muda. Dia menurut, tetapi sayang sekali karena tidak ada penanda di sana.Nomor baru? Siapa?"Mungkin Megan, Non. Siapa tahu dia udah save nomer Non Sonia duluan," kata Kamila setelah berpikir lama."Jangan yakin juga. Selama bukan Megan langsung yang ngaku, kita harus hati-hati, Non. Aku malah khawatir pemilik pesan itu Bu Jessi. Selain Bu J
"Sonia, aku rasa kamu menginjak pada tanah yang basah."Sonia mengerutkan kening ketika mendengar apa yang dikatakan oleh kakak madunya. Dia salah telah mengira bahwa seseorang tadi adalah Dea. Rupanya wanita licik itu masih berada di rumah. Sekarang apa yang harus dia lakukan, menuruti saran dari wanita yang mengaku sebagai bodyguard-nya atau melawan sesuka hati?Bukan tanpa alasan, tetapi wanita berbadan dua itu jauh lebih khawatir apabila nanti ada kesalahan di mana dirinya yang bersalah, sebut saja merusak sebuah rencana besar di mana Jessica tidak akan memiliki kesempatan mengelak."Aku ngantuk, nggak ngerti Kak Jes ngomong apa." Sonia pun pura-pura menguap, kedua mata mendadak sayu.Baru saja wanita berbadan dua itu ingin melangkah cepat ke lantai dua ketika Jessica menghalangi jalannya. Dia tersenyum miring untuk sesaat dengan raut wajah yang jelas sekali menunjukkan kemarahan. Detik selanjutnya, suasana tegang itu berubah menjadi lebih santai ketika Indah dan Kamila mendekat u
"Kamu siapa? Kalau gak ada kepentingan sama Non Sonia, lebih baik menjauh!" perintah Megan dengan tegas tanpa senyuman. Dia memang tidak ingin percaya pada pelayan di rumah itu karena ada kemungkinan suatu hari berpaling pada Jessica."Itu siapa, Meg?""Aku nggak tahu, Non, tapi dia kayak mencurigakan. Apa dia yang namanya Dea?" Wanita itu membuka pintu semakin lebar seraya sedikit bergeser agar Sonia bisa melihat siapa yang berdiri di sana."Mbak Indah?" Sonia mengerutkan kening lantas menghampiri mereka. "Kenapa, Mbak? Ada sesuatu yang mencurigakan?""Itu ... itu ...." Indah tidak bisa melanjutkan apa yang akan dia ucap karena ada Megan. Dia pun memberi isyarat dengan mata agar wanita berbadan dua itu segera keluar dari kamar karena ada hal yang harus mereka bicarakan.Melihat wajah pucat Indah membuat wanita itu menurut. Dia pun meminta Megan menunggu di kamar sendiri dan nanti akan dipanggil. Namun, wanita itu menolak. Dia tahu ada sesuatu yang Indah curigai darinya."Aku tahu kam
Bab 56"Ini pasti Bu Jessi yang Pak Al ceritakan itu, ya?" Megan tersenyum manis pada wanita licik itu."Nggak usah pura-pura, ya. Tujuan kamu ke sini apa? Aku ragu kalau Mas Al yang nyari kamu."Megan menatap Sonia sekilas, kemudian melangkah panjang menuju taman dan itu membuat Jessica mengerti, dia pun mengikuti dari belakang seolah-olah dirinya bukan pemilik rumah.Sementara itu, wanita berbadan dua tadi hanya bisa mematung dengan seribu tanya yang bersarang dalam pikiran. Kalau benar Megan tidak memiliki rahasia, mengapa harus menjauh sekadar memberi jawaban mengapa dia ada di sini? Lantas apa alasannya pura-pura tidak mengenali Jessica tadi?"Pasti ada yang nggak beres," gumam wanita itu lalu melangkah panjang menuju dapur sekadar mencari seseorang yang bisa membantunya.Sial, dia tidak menemukan indah, tetapi waktu mendesaknya untuk segera menemukan seseorang. Melihat Dewi, dia segera memanggil gadis itu dan menceritakan semuanya dengan cepat pun suara pelan. Dewi mengangguk pa
Daun pintu terbuka lebar menampilkan seorang wanita dengan penampilan yang tidak mengejutkan lagi bagi seorang bodyguard. Dia memakai kacamata hitam, rambut panjangnya digulung rapi sehingga leher jenjang itu terlihat semakin indah."Non Sonia?" tebaknya membuat wanita berbadan dua itu mengangguk ragu, "kenalin, aku Megan."Ketika wanita bernama Megan itu mengulurkan tangan, Sonia menyambut beriring senyum penuh paksaan. Dia berusaha meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Ketika kaca mata hitam itu dilepas, ternyata mata Megan lebih tajam dari yang dibayangkan.Menyadari mereka harus terbiasa bersama membuat wanita berbadan dua itu menyilakan Megan masuk. Mereka duduk di ruang tamu, sekadar berbasa-basi; Megan berusaha mengenali bagaimana watak Sonia, begitu juga sebaliknya."Non Sonia nggak perlu khawatir." Megan mendekat agar bisa memelankan suara. "Aku memang kenal sama Jessica, tapi bukan orang yang percaya sama dia.""Maksud kamu?""Ada kisah di masa lalu yang buat aku
Bab 54Begitu tiba di rumah, Albian langsung naik ke lantai dua karena harus segera berangkat, sementara sang istri muda memilih mencari salah seorang pelayan yang sudah dianggap sebagai keluarga itu. Rupanya mereka sedang sibuk dengan tugas masing-masing.Sonia menghela napas panjang tatkala teringat lelaki tua itu. Apakah memang Jessica terlibat tentang kejadian tadi malam? Rencana yang berubah di tengah jalan karena rasa cemburu yang mungkin merajai hati ataukah ketakutan membelenggu jiwa?Tidak ada yang tahu pasti tujuan wanita licik itu melakukan segalanya, kecuali dia sendiri. Ada kemungkinan lain bahwa dia sedang tersudut. Secepat itu?"Sayang, aku berangkat dulu, kamu baik-baik di sini. Jangan sendirian, jangan melamun, jangan lupa makan." Albian membuyarkan lamunan Sonia. Saat melihat jam dinding, ternyata sudah satu jam berlalu. Waktu bergerak cepat karena lelaki yang dia cintai akan meninggalkan rumah meskipun sejatinya akan kembali.Setelah pamit, Albian menemui istri terc
Mereka berdua duduk di meja makan dengan posisi saling berhadapan. Bu Siti menampilkan air muka serius membuat Sonia semakin bertanya-tanya."Sebenarnya siang tadi waktu ketemu bapakmu, Ibu curiga dia ada kerja sama dengan Jessica, Nak.""Kenapa Ibu mikir gitu? Ada buktinya?""Entahlah, tapi waktu Ibu ngasih tahu kalau Ibu nggak akan bantu sepeser pun, ada yang nelfon bapak ... maksud Ibu, ada yang nelfon Pak Haris.""Lalu Ibu langsung nyimpulin itu Kak Jes?"Bu Siti menggeleng cepat, kemudian memberitahu bahwa di kontak tertera nama Jessica Albian. Jika bukan wanita yang dia kenali, lantas siapa? Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mereka saling mengenal, kemudian bertemu di mana, serta apa tujuannya?Mendengar semua penjelasan itu, bahkan termasuk obrolan yang Bu Siti dengar, Sonia terperanjat. Dia menduga kalau kakak madunya memang sengaja melenyapkan mereka dengan tangan Pak Haris sendiri agar dirinya dianggap tidak tahu apa-apa.Tujuannya tentu agar Sonia hidup se