Pagi itu, Amelia duduk di ruang tamu apartemennya. Pikirannya masih dipenuhi oleh lamaran Adrian yang begitu tiba-tiba. Ia tidak bisa berhenti memikirkan perasaan Adrian yang begitu tulus, namun juga kompleks. Di satu sisi, Amelia menyadari bahwa Adrian berada dalam situasi yang sulit, terjebak dalam rasa dendamnya kepada Alexander dan kematian Daniel. Di sisi lain, ia tahu bahwa Adrian benar-benar ingin berubah, dan ia melihat Amelia sebagai pendorong perubahan itu.Namun, pernikahan adalah langkah besar. Apakah Adrian sungguh-sungguh? Atau ini hanyalah pelarian dari perasaan bersalah dan kemarahan yang masih menggantung di hatinya?Sementara itu, di tempat lain, Adrian duduk di mejanya, menatap kosong ke jendela. Pikirannya tak henti-hentinya melayang pada Amelia. Ia tahu bahwa permintaan untuk menikah mungkin terlalu mendadak, tetapi ia tak bisa menahan perasaannya. Amelia telah menyentuh bagian terdalam hatinya, sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Namun, ada satu ha
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Di bawah langit biru cerah, Amelia berdiri di depan cermin, memperhatikan dirinya dalam gaun putih sederhana namun elegan. Kembang buket di tangannya berwarna putih dan merah muda, melambangkan harapan baru dalam hidupnya. Dalam hati, ia merasakan campur aduk antara kegembiraan dan kegugupan.Amelia mengingat kembali perjalanan yang telah dilalui bersama Adrian. Dari ketegangan saat mengetahui hubungan keluarganya, hingga saat-saat penuh emosional ketika Adrian mengungkapkan keinginannya untuk berubah. Kini, mereka berdiri di ambang pintu pernikahan, siap mengukuhkan cinta mereka meski segala rintangan yang telah dihadapi.Sementara itu, di sisi lain gedung, Adrian mengenakan setelan jas hitam yang membuatnya tampak lebih matang dan berkarisma. Ia menatap refleksinya di cermin, merasa bersyukur atas perubahan yang telah terjadi dalam hidupnya. Melihat Amelia, sosok yang telah membuka matanya, membuatnya merasa lebih berharga. Kini, ia siap memulai hidu
Malam pernikahan Adrian dan Amelia berlalu dengan indah, namun keesokan harinya, bayang-bayang masa lalu kembali mengganggu pikiran Adrian. Meski ia berjanji pada dirinya sendiri dan Amelia bahwa ia akan berubah, perasaan bersalah dan dendam yang belum sepenuhnya terselesaikan masih menghantui hatinya. Di sisi lain, Amelia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Adrian, namun ia memilih untuk menunggu Adrian berbicara terlebih dahulu.Pagi itu, Adrian duduk di meja kerja di rumahnya, mencoba fokus pada pekerjaan. Namun, pikirannya terus berputar pada kejadian-kejadian sebelumnya. Wajah Daniel, kakaknya, selalu muncul di benaknya, mengingatkan Adrian pada misi yang pernah ia rencanakan. Sebelum menikah dengan Amelia, ia sempat bertekad untuk menyelesaikan apa yang ia mulai—membalas dendam atas kematian Daniel, yang menurutnya disebabkan oleh Alexander.Saat ia sibuk dengan pikirannya sendiri, pintu kamar kerja terbuka. Amelia berdiri di sana, masih dalam balutan pakaian tidur, wajah
Malam itu terasa begitu sunyi bagi Adrian, meskipun Amelia berada di sisinya. Setelah berbicara panjang lebar tentang masa lalu dan kebenaran yang selama ini ia simpan, Adrian merasa sedikit lebih ringan, namun perasaan bersalah dan ketidakpastian tetap menghantui pikirannya. Amelia memang selalu memberikan dukungan penuh, tetapi Adrian tahu bahwa keputusan untuk benar-benar melepaskan dendam ada di tangannya sendiri.Di ruang tamu, suasana hangat dari lilin yang menyala seolah menenangkan jiwa Adrian, tetapi tak bisa menghilangkan bayang-bayang Daniel yang terus menghantuinya. Sesekali, bayangan wajah kakaknya terlintas di benaknya—wajah yang penuh dengan kemarahan dan kekecewaan karena merasa dikhianati oleh Alexander. Itu yang selalu menjadi bahan bakar dendamnya.Amelia menyadari bahwa Adrian masih terjebak dalam pikirannya. Ia mengulurkan tangan, menggenggam tangan Adrian, berusaha menyalurkan ketenangan. "Kita bisa melewati ini bersama, Adrian," ucapnya lembut.Adrian memandang
Setelah pertemuannya dengan Andi, pikiran Adrian dipenuhi berbagai spekulasi dan keraguan. Kata-kata Andi terus berputar di benaknya: *Daniel tidak mati karena kecelakaan.* Adrian merasa jantungnya berdetak semakin cepat setiap kali mengingat pernyataan itu. Jika Daniel tidak mati karena kecelakaan, lalu siapa yang bertanggung jawab atas kematiannya? Dan apa peran Adrian dalam hal ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut membebaninya lebih berat daripada sebelumnya.Amelia, yang selama ini selalu menjadi pendengar setia Adrian, mulai merasakan perubahan dalam diri suaminya. Adrian sering kali tampak melamun dan semakin tertutup. Meskipun ia selalu berusaha untuk bersikap normal di depan Amelia, ia tak bisa sepenuhnya menyembunyikan kegelisahannya. Amelia, yang merasakan perubahan tersebut, mulai merasa cemas."Adrian, ada apa? Kau seperti sedang memikirkan sesuatu yang besar. Apa ini tentang pertemuanmu dengan Andi?" Amelia bertanya lembut suatu malam ketika mereka sedang makan malam bersa
Adrian merasa seluruh tubuhnya membeku. Perkataan pria misterius itu masih bergaung di telinganya, membuatnya merasa seolah dunia tiba-tiba runtuh di sekelilingnya. *Orang yang paling dekat denganmu. Orang yang selalu berada di sisi keluargamu.* Kalimat itu memutar ulang pikirannya, membuatnya bertanya-tanya: apakah mungkin Amelia? Apakah benar ada hubungan antara Amelia dan kejadian yang menimpa Daniel? Apakah ada sesuatu yang lebih besar yang selama ini disembunyikan darinya?Pria itu masih berdiri di depannya, menatap dengan tatapan tajam yang penuh makna. Adrian mencoba mengumpulkan pikirannya, berusaha menenangkan dirinya."Apa maksudmu?" tanya Adrian dengan suara serak, meskipun ia berusaha untuk tetap tenang. "Kau mengatakan ada seseorang yang lebih dekat dengan keluargaku yang terlibat dalam kematian Daniel, tapi siapa?"Pria itu menarik nafas dalam-dalam dan melangkah lebih dekat. "Kebenaran ini sangat rumit, Adrian. Tidak hanya Alexander yang terlibat dalam kejadian tersebut
Adrian duduk diam, tubuhnya terasa kaku. Perkataan Amelia tadi berputar-putar di kepalanya, namun ada satu hal yang tak bisa ia hilangkan dari pikirannya: apakah ia benar-benar bisa mempercayai istrinya? Ada begitu banyak ketidakjelasan, begitu banyak tanda tanya yang menggantung di antara mereka.Amelia terlihat cemas, matanya berkilat-kilat seolah sedang berjuang untuk berkata jujur, namun takut dengan konsekuensinya. Dia mengalihkan pandangan ke jendela, seolah mencoba mencari keberanian untuk melanjutkan."Ada sesuatu yang lebih besar dari yang kita pikirkan, Adrian," katanya akhirnya, suaranya pelan. "Tapi aku takut, jika kau tahu semua ini, kau mungkin akan jauh lebih terluka."Adrian merasa hatinya semakin berat. Dia sudah merasa terluka, namun kebenaran yang tersembunyi jauh lebih mempengaruhi dirinya. Meskipun ia merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kematian Daniel, ia ingin tahu. Ia harus tahu."Amelia," kata Adrian dengan suara penuh penekanan. "Katakan apa yang kau k
Pagi itu, Adrian merasa cemas. Setelah percakapan dengan Amelia, ia tahu bahwa langkah berikutnya adalah berbicara dengan Alexander. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan ketakutan yang mendalam. Apa yang akan terjadi jika ia benar-benar mengetahui kebenaran? Apa yang akan terjadi jika Alexander, yang selama ini menjadi teman dekat dan sepupunya, benar-benar terlibat dalam permainan berbahaya ini?Meskipun perasaan ragu dan cemas menggelayuti dirinya, Adrian tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Ia tidak bisa terus hidup dengan kebohongan dan ketidakjelasan. Daniel, adik sepupunya yang sudah lama hilang, menjadi alasan utama mengapa ia harus menggali kebenaran ini lebih dalam. Dan jika Alexander terlibat dalam semuanya, maka ia harus menghadapi pria itu secara langsung.Pagi itu, Adrian memutuskan untuk menemui Alexander. Ia tahu bahwa ini adalah langkah yang berisiko, tapi ia tidak bisa hanya diam dan membiarkan semuanya terjerumus dalam kegelapan.Di rumah Alexander, suasana terasa tegan