Pagi itu, Adrian merasa cemas. Setelah percakapan dengan Amelia, ia tahu bahwa langkah berikutnya adalah berbicara dengan Alexander. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan ketakutan yang mendalam. Apa yang akan terjadi jika ia benar-benar mengetahui kebenaran? Apa yang akan terjadi jika Alexander, yang selama ini menjadi teman dekat dan sepupunya, benar-benar terlibat dalam permainan berbahaya ini?Meskipun perasaan ragu dan cemas menggelayuti dirinya, Adrian tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Ia tidak bisa terus hidup dengan kebohongan dan ketidakjelasan. Daniel, adik sepupunya yang sudah lama hilang, menjadi alasan utama mengapa ia harus menggali kebenaran ini lebih dalam. Dan jika Alexander terlibat dalam semuanya, maka ia harus menghadapi pria itu secara langsung.Pagi itu, Adrian memutuskan untuk menemui Alexander. Ia tahu bahwa ini adalah langkah yang berisiko, tapi ia tidak bisa hanya diam dan membiarkan semuanya terjerumus dalam kegelapan.Di rumah Alexander, suasana terasa tegan
Singkat Cerita... Enam tahun berlalu, Zacky kini telah menjadi seorang anak kecil yang ceria dan penuh energi. Hari itu adalah hari pertama Zacky memasuki sekolah Taman Kanak-Kanak. Alexander dan Sarah berusaha mengatur kehidupan mereka dengan baik. Meskipun ada berbagai tantangan dan masalah di masa lalu, sekarang keluarga mereka tampak lebih kuat daripada sebelumnya. Pagi yang cerah menghiasi rumah keluarga Alexander, Sarah, dan Zacky. Suara tawa Zacky yang riang terdengar di seluruh rumah saat ia berlarian mengejar mainan barunya. “Papa! Aku mau sekolah!” seru Zacky dengan semangat, mengenakan seragam TK-nya yang tampak pas di tubuh kecilnya. Rambutnya yang sedikit berantakan diatur cepat oleh Sarah yang tersenyum bahagia melihat putra sulungnya tumbuh begitu cepat. Alexander berdiri di dekat meja makan, mengenakan kemeja biru gelap, matanya menatap anaknya penuh kebanggaan. “Ayo, Nak, ini hari yang besar untukmu. Kamu sudah siap, kan?” Zacky mengangguk antusias. “Siap, Pa!
Beberapa minggu setelah ulang tahun Zacky, kehidupan keluarga Alexander terasa semakin harmonis. Sarah, yang kini hamil besar, semakin fokus pada persiapan kelahiran anak kedua mereka. Di rumah, suasana penuh kebahagiaan dan cinta. Namun, di balik semua itu, Alexander merasakan ketegangan yang tak kunjung hilang. Meskipun ia berusaha menikmati momen kebersamaannya dengan keluarga, pikirannya tetap terhantui oleh teror yang pernah ia alami.Suatu malam, setelah Zacky tidur dan Sarah sudah beristirahat, Alexander duduk di ruang kerjanya. Ia memeriksa kembali berkas-berkas dari kantor, namun pikirannya selalu kembali ke satu hal: siapa sebenarnya yang berada di balik semua teror ini? Kenapa mereka menggunakan nama Daniel? Meskipun Adrian telah memberikan penjelasan tentang hubungannya dengan Daniel, Alexander masih merasa ada sesuatu yang disembunyikan.Ketika Alexander sedang tenggelam dalam pikirannya, ponselnya berdering. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal._"Ini belum berakhir
Pagi itu, Alexander memutuskan untuk tidak menunggu lebih lama. Ia segera memerintahkan James untuk menggali lebih dalam segala hal yang berkaitan dengan Adrian dan Daniel. Ada sesuatu yang terasa janggal, dan Alexander bertekad untuk mengungkapnya. Ancaman yang diterimanya bukan lagi sekadar peringatan, tapi lebih kepada serangan yang dapat mengancam keluarganya.Di tengah perjalanan menuju kantor, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal:_"Jangan berpikir bahwa semuanya sudah berakhir. Kamu masih punya hutang besar yang belum terbayar."_ Alexander menggertakkan giginya. Ia tahu, teror ini semakin mendekat dan ia harus segera bertindak. Sesampainya di kantor, ia langsung menemui James di ruangannya. Di sana, James sudah menyiapkan laporan terbaru.“Pak, saya sudah melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang Adrian,” kata James membuka pembicaraan dengan nada serius.“Apa yang kau temukan?” tanya Alexander sambil menyandarkan punggungnya ke kursi, berusah
Alexander berjalan keluar dari apartemen Adrian dengan perasaan campur aduk. Pikirannya berputar, memikirkan kata-kata Adrian. Tentu saja, Adrian telah menyimpan dendam yang dalam selama bertahun-tahun, dan sekarang dia ingin menghancurkan Alexander, menghancurkan keluarganya.Saat Alexander kembali ke mobil, ponselnya berdering. Itu panggilan dari James."Ada apa, James?" tanya Alexander setelah mengangkat telepon."Pak, saya baru mendapat informasi penting. Kami berhasil melacak Andi. Dia sering terlihat bertemu dengan beberapa orang yang terlibat dalam bisnis gelap. Saya pikir dia mungkin bekerja sama dengan Adrian dalam operasi yang lebih besar."Alexander menghela napas berat. "Terus pantau dia. Kita tidak bisa mengambil risiko. Segera cari tahu apa saja yang mereka rencanakan."“Baik, Pak. Saya juga akan mengirim tim untuk menjaga rumah Anda.”Setelah menutup telepon, Alexander menatap keluar jendela mobil. Langit di luar tampak mendung, seolah mencerminkan suasana hatinya yang
Amelia dan Sarah memutuskan untuk menemui Alexander secepatnya. Amelia tak bisa menahan rasa cemasnya. Semakin banyak hal yang ia temukan tentang Adrian, semakin ia merasa bahwa semuanya berada di ambang bahaya. Sarah, di sisi lain, masih terkejut dengan informasi yang diterimanya. Jika benar Adrian terlibat, maka ini bukan hanya masalah persaingan bisnis biasa, melainkan dendam pribadi yang sudah mengakar.Ketika mereka sampai di kantor Alexander, Amelia berusaha tetap tenang, namun Sarah bisa merasakan ketegangan di wajah temannya itu. Alexander sedang duduk di belakang meja, tangannya memegang berkas-berkas, tapi begitu mereka masuk, dia segera meletakkan berkas tersebut dan menatap mereka dengan penuh perhatian.“Ada apa? Kalian berdua kelihatan tegang,” ujar Alexander sambil berdiri, mendekati mereka.Sarah mengambil napas dalam-dalam, lalu mulai bicara, "Amelia menemukan sesuatu yang sangat penting. Kami pikir kau harus tahu tentang ini."Amelia mengangguk dan mengeluarkan beber
Malam itu, suasana terasa hening di rumah. Adrian duduk di tepi tempat tidur, tubuhnya diselimuti kelelahan yang mendalam. Selama beberapa hari terakhir, pikirannya dipenuhi oleh semua kesalahan dan dendam yang pernah ia simpan terhadap Alexander. Namun, di tengah gelapnya perasaan itu, ada satu sinar yang selalu memberinya kekuatan—Amelia."Amelia, kasian dia sejak awal pernikahan aku kurang memperhatikan nya. " batin Adrian. Amelia sedang berbaring dengan sebuah buku di pangkuannya, terlihat seperti membaca buku tentang anak-anak dan ibu. Wajahnya tampak tenang, bibirnya membentuk senyuman samar yang hangat. Meskipun semua kekacauan terjadi di sekitar mereka, Amelia selalu menjadi pusat ketenangan bagi Adrian.Adrian menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mendekati istrinya. Perlahan-lahan, ia bergerak mendekat, lalu duduk di samping Amelia. Tangannya yang kokoh namun lembut menyentuh tangan Amelia. Amelia menoleh, dan senyum lembut menghiasi wajahnya.Adrian
Pagi itu, sinar matahari yang lembut menembus jendela kamar mereka, menghangatkan ruangan dengan cahaya keemasan. Amelia perlahan terbangun, merasakan gerakan halus dari dalam perutnya. Senyum kecil menghiasi wajahnya, mengingatkan bahwa dalam waktu dekat, kehidupan mereka akan berubah dengan kehadiran bayi mereka.Amelia menatap Adrian yang masih terlelap di sampingnya. Wajahnya terlihat damai, jauh berbeda dari kekhawatiran yang sering terpancar di hari-hari sebelumnya. Amelia menyentuh pipi suaminya dengan lembut, merasa bersyukur atas perubahan yang terjadi di antara mereka. Ada harapan baru yang tumbuh, meski di balik semua itu, masih tersisa sedikit rasa takut tentang masa depan.“Pagi,” suara lembut Adrian menyadarkan Amelia dari pikirannya. Adrian membuka matanya dan menatap Amelia dengan senyum penuh kasih.“Pagi juga,” jawab Amelia sambil tersenyum. “Bagaimana tidurmu tadi malam?”Adrian menghela napas, “Lebih baik dari sebelumnya. Aku merasa lebih ringan sekarang.” Ia kemud