Malam itu, suasana di rumah Alexander terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya suara detak jam di dinding yang terdengar samar, membuat suasana semakin tegang. Alexander duduk di ruang kerjanya, matanya menatap layar laptop yang menunjukkan rekaman CCTV dari beberapa hari terakhir di kantornya. Setiap detik yang ia lihat memperjelas satu hal: pengkhianat itu ada di sekitarnya selama ini.James, asisten setianya, masuk ke ruangan dengan raut wajah serius. "Tuan, saya telah melakukan penyelidikan lebih dalam seperti yang Anda minta. Kami akhirnya menemukan siapa yang terlibat dalam semua ini."Alexander menoleh dengan cepat. "Siapa, James? Siapa yang berani melakukan semua ini?"James menghela napas, tampak ragu sejenak sebelum mengeluarkan sebuah amplop cokelat tebal. "Ini semua bukti yang telah kami kumpulkan. Dan pelakunya... adalah Adrian, sepupu Daniel."Mendengar nama itu, Alexander terdiam sejenak. Matanya membesar, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Adrian? Tidak m
Setelah pertemuan yang tegang dengan Adrian, Alexander merasa beban di pundaknya semakin berat. Ia pulang dengan langkah cepat, pikirannya berputar tak henti. Rencana balas dendam Adrian dan Andi semakin jelas di kepalanya, namun ia harus tetap tenang dan berpikir secara rasional. Malam itu, Alexander duduk di ruang kerjanya lebih lama dari biasanya, mencoba menyusun langkah-langkah yang harus ia ambil.Sementara itu, di dalam rumah, Sarah sibuk merapikan mainan Zacky yang berantakan di ruang keluarga. Sesekali, ia melirik ke arah pintu ruang kerja Alexander, merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda pada suaminya akhir-akhir ini. Perasaan gelisah menyelimuti dirinya, terutama setelah beberapa teror yang diterima Alexander di kantor.Pintu ruang kerja tiba-tiba terbuka, membuat Sarah menoleh. Alexander keluar dengan ekspresi tegang, tetapi ketika matanya bertemu dengan Sarah, ia mencoba memasang senyum tipis."Kamu baik-baik saja?" tanya Sarah, berjalan mendekat dan memegang lengannya. "A
Alexander tahu bahwa perang melawan Adrian dan Andi tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Setelah menemukan beberapa petunjuk tentang keterlibatan mereka, dia memutuskan untuk bergerak lebih cepat. Baginya, ini bukan hanya soal bisnis atau balas dendam, tapi juga tentang melindungi keluarga yang dicintainya—Sarah dan Zacky.Di sisi lain, Amelia mulai merasa semakin tidak nyaman dengan semua yang terjadi di sekitarnya. Setelah malam di mana ia melihat Adrian bertemu dengan pria misterius, instingnya mengatakan ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan singkat itu. Amelia memutuskan untuk tidak tinggal diam, dan menghubungi seorang temannya yang bekerja sebagai penyelidik swasta. Amelia tahu, dia perlu lebih banyak informasi untuk bisa menghubungkan semua titik.Pagi itu, di rumah Alexander, suasana tampak tenang seperti biasa. Sarah sedang bermain dengan Zacky di ruang keluarga. Namun, Alexander duduk di ruang kerja, pikirannya terus berputar, merencanakan langkah berikutnya.
Pagi itu, Alexander terbangun dengan perasaan gelisah. Setelah pertemuan dengan James, ia tahu bahwa situasi semakin serius. Pikirannya masih dipenuhi oleh rencana untuk melindungi keluarganya dari Adrian dan Andi. Namun, di tengah kesibukan dan tekanan yang ia rasakan, Alexander tahu bahwa ia tidak bisa menunjukkan kelemahannya di depan Sarah. Sarah harus tetap merasa aman.Di meja makan, Sarah sedang menyuapi Zacky sambil tersenyum. Pemandangan itu membuat hati Alexander sedikit tenang. Namun, di balik ketenangan yang terlihat, pikiran Alexander terus bekerja. Semua peringatan tentang Adrian masih menghantui pikirannya, terutama setelah ancaman-ancaman yang dia terima belakangan ini.“Sayang, kau terlihat lelah,” Sarah berkata sambil menatap Alexander dengan cemas. “Apakah semuanya baik-baik saja di kantor?”Alexander tersenyum, meskipun hatinya berat. “Semua baik-baik saja. Aku hanya sedikit terbebani dengan pekerjaan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”Sarah menatap suaminya den
Malam itu, Alexander duduk di ruang kerjanya, memandangi layar komputer yang memutar rekaman CCTV dari kantornya. Sudah berminggu-minggu sejak teror pertama kali dimulai, dan ancaman semakin intens. Alexander merasa semakin dekat untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab, tapi semua masih terasa samar dan penuh teka-teki.Di saat yang sama, Amelia datang menemui Alexander di rumahnya. Dia membawa informasi penting yang berhasil dia kumpulkan mengenai Adrian, yang mungkin bisa membantu Alexander mengungkap kebenaran di balik semua ini. Amelia terlihat gugup, tapi tekadnya sudah bulat untuk memberitahu Alexander semuanya."Alexander," kata Amelia sambil duduk di depan meja kerja suaminya Sarah itu. "Ada sesuatu yang harus kau tahu tentang Adrian. Ini penting."Alexander menatap Amelia dengan alis terangkat, merasa ini bisa menjadi petunjuk yang ia butuhkan. "Apa yang kau temukan?"Amelia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Aku telah melakukan sedikit penyelidikan tentang
Pagi itu, suasana di rumah Alexander terasa lebih tegang dari biasanya. Alexander bangun lebih awal dari Sarah dan Zacky, lalu beranjak ke ruang kerjanya untuk memikirkan langkah selanjutnya. Setelah percakapan dengan Amelia dan informasi yang ia dapatkan tentang Adrian, Alexander tahu bahwa konfrontasi tidak bisa dihindari lagi. Ini adalah saatnya untuk mengakhiri semua kekacauan yang telah terjadi.Sementara itu, di sisi lain kota, Adrian juga bersiap. Di dalam hatinya, perasaan campur aduk antara dendam dan keraguan semakin menguasainya. Dia tidak pernah berpikir bahwa semua ini akan berjalan sejauh ini, namun kebencian terhadap Alexander telah membuatnya buta. Setiap langkah yang dia ambil, dia yakinkan bahwa semua ini adalah demi Daniel.Andi, yang selama ini membantu Adrian dalam rencana balas dendamnya, terlihat resah. "Adrian, aku tahu ini penting buatmu, tapi apa kau yakin? Melibatkan orang tak bersalah seperti Sarah dan Zacky... ini sudah terlalu jauh."Adrian mendengus, nam
Alexander Blackwood, terhanyut dalam efek alkohol yang memabukkan, melangkah masuk ke dalam kamar hotel yang bukan miliknya. Saat matanya menangkap sosok wanita yang tertidur di atas tempat tidur, pikirannya terhanyut dalam ilusi bahwa dia adalah kekasihnya."Akhirnya, aku menemukanmu." Ucap Alexander dengan suara serakDengan gerakan gemulai, dia mendekati tempat tidur dan meraih tubuh wanita dengan penuh nafsu."Kau selalu menjadi milikku." Ucap Alexander seraya menatap aneh ke wanita tersebut. Wanita itu, terbangun dari tidurnya dengan keterkejutan yang mendalam, matanya memancarkan ketakutan yang tak terbendung."Tidak! Hentikan! Kamu salah orang!"Namun, Alexander, terjebak dalam dunianya yang mabuk, mengabaikan seruan wanita itu."Jangan khawatir, sayang. Aku di sini untukmu." Ucap Alexander penuh gairah. Dia mencoba mencium bibir wanita itu, tetapi wanita itu dengan putus asa mencoba menolaknya. Alexander yang merasa kesal karena ditolak, membuat mencengkeram tangan wanita te
Dengan gerakan yang kasar, Alexander mencoba melepaskan pakaian Sarah, memperlihatkan hasratnya yang ganas dan tidak terkendali. Sarah, terdampar di bawah kekuasaannya yang tak terbendung, merasakan ketakutan dan keputusasaan melanda dirinya."Sayang kau merawatnya dengan bagus, tapi kenapa ukuran berbeda dari pertama kali aku melihatnya." ucap Alexander terpesona melihat benda yang menonjol didepannya."Aku tidak bisa... aku tidak bisa melawan..." batin Sarah dengan penuh kesedihan.Dengan hati yang berat, Sarah merasa terhimpit oleh kekuatan Alexander yang melampaui batas-batas keinginannya. Dia merasa dirinya tidak memiliki kendali atas nasibnya sendiri, terjebak dalam genggaman hasrat yang ganas dan tidak terkendali dari pria itu.***Keesokan paginya, Alexander terbangun dari tidurnya dengan kepala yang terasa pusing dan berat. Dalam keadaan setengah sadar, ia menggeliat dan membelalakkan mata dengan ekspresi terkejut saat menyadari bahwa wanita yang tidur di sampingnya bukanlah