Di taman belakang rumah keluarga Alexander, Elizabeth sedang menikmati waktu bersama cucunya. Matahari bersinar lembut, dan suara burung berkicau di antara pohon-pohon menciptakan suasana damai. Elizabeth tersenyum, menikmati momen indah bersama cucu pertamanya yang baru lahir. Sementara itu, dari kejauhan, Emily melihat pemandangan tersebut dengan tatapan penuh perhitungan. Dia tahu bahwa Elizabeth adalah kunci dari rencananya. Dengan langkah percaya diri, Emily mendekati Elizabeth yang sedang duduk di bangku taman, memangku bayi mungil yang tertidur pulas."Selamat sore, tante Eliza," sapa Emily dengan senyum tipis di wajahnya.Elizabeth mengangkat pandangannya dan menatap Emily dengan sedikit terkejut. "Emily, apa yang membawamu ke sini?" tanyanya, berusaha tetap tenang meski hatinya sedikit gelisah.Emily duduk di bangku di sebelah Elizabeth tanpa diundang. "Aku hanya ingin melihat cucu pertamamu dan, tentu saja, mengobrol sedikit denganmu," jawabnya dengan nada manis namun ada k
Malam itu, langit gelap pekat tanpa bintang. Suara tangisan bayi menggema di seluruh rumah, memecah keheningan malam yang seharusnya damai. Alfarizzacky Blackwoon, putra pertama Alexander dan Sarah, menangis keras di dalam kamarnya. Sarah, yang tampak sangat lelah setelah seharian merawat bayi mereka, berusaha menghibur Zacky dengan menggendong dan mengayunkannya pelan. Namun, tangisannya tak kunjung mereda.Alexander, yang baru saja menyelesaikan pekerjaan di ruang kerjanya, mendengar suara tangisan itu dan segera menuju kamar bayi. Ketika ia membuka pintu, ia melihat Sarah yang terlihat kelelahan dan hampir putus asa. Alexander merasa bersalah melihat istrinya dalam kondisi seperti itu.“Sarah, biar aku yang pegang Zacky,” kata Alexander dengan lembut, mendekati Sarah dan mengambil bayi mereka dari pelukannya.Sarah menatap suaminya dengan rasa terima kasih. “Terima kasih, Mas Alex. Aku benar-benar lelah,” ujarnya dengan suara pelan sebelum duduk di kursi goyang di sudut ruangan.Al
Pagi itu, Emily sudah bersiap dengan rencana jahatnya. Ia berpakaian rapi, mengenakan gaun merah menyala yang selalu berhasil menarik perhatian. Rambutnya ditata sempurna dan wajahnya dihiasi dengan riasan yang menonjolkan kecantikannya. Hari ini, ia bertekad untuk menghancurkan reputasi Alexander dengan cara yang paling licik.Sesampainya di halaman kantor Alexander, Emily menunggu dengan sabar di dekat pintu masuk. Alexander yang baru tiba di kantor dengan mobil hitamnya, segera keluar dan berjalan menuju pintu utama. Ketika ia melihat Emily berdiri di sana, alisnya mengernyit."Emily, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Alexander dengan nada dingin. Ia tak ingin ada lagi drama dari mantan kekasihnya yang sudah terlalu sering membuat kekacauan dalam hidupnya.Namun, Emily hanya tersenyum manis dan mendekat ke arahnya. "Aku hanya ingin bicara, Alex. Ada beberapa hal yang perlu kita selesaikan," katanya dengan nada memelas yang dibuat-buat.Tanpa memberikan Alexander kesempatan untu
Pagi itu, kantor Alexander penuh dengan kesibukan yang tidak biasa. Tim PR bekerja keras untuk meredakan skandal yang telah menyebar seperti api liar. Namun, dampak dari foto-foto Alexander dan Emily yang berciuman sudah tidak dapat dihindari. Reputasi Alexander yang selama ini dibangun dengan susah payah kini terancam hancur.Di ruang rapat, Alexander duduk dengan wajah tegang, dikelilingi oleh para eksekutif perusahaan dan tim PR. Di layar besar, terpampang berita-berita utama tentang skandal tersebut. Judul-judul seperti "CEO Terkemuka Tertangkap Berselingkuh" dan "Skandal Ciuman Mengguncang Dunia Bisnis" membuat suasana semakin suram."Kita harus segera mengeluarkan pernyataan resmi," ujar salah satu anggota tim PR dengan nada panik. "Kita tidak bisa membiarkan ini berlarut-larut."Alexander mengangguk pelan. "Lakukan apa yang perlu dilakukan," katanya dengan suara lelah. Ia tahu bahwa pernyataan resmi hanya akan sedikit membantu meredakan kerusakan yang telah terjadi.***Di ruma
Daniel duduk di ruang tamunya, memandangi layar ponselnya dengan sedikit gugup. Di pikirannya, hanya ada satu orang yang terus mengisi pikirannya—Amelia. Selama ini, ia selalu memikirkan cara untuk mendekati gadis yang energik dan penuh semangat itu. Meskipun Amelia sering kali tampak ketus padanya, Daniel merasakan ada ketertarikan yang kuat antara mereka berdua.Dengan jemari yang sedikit gemetar, Daniel mengetik pesan singkat:> "Halo Amelia, apa kabar? Mau makan malam dan jalan-jalan di pasar malam bareng? Aku tahu tempat yang asyik."Ia menghela napas panjang sebelum menekan tombol 'kirim'. Pesan itu terbang menuju Amelia, dan kini ia hanya bisa menunggu balasan dari gadis yang telah mencuri perhatiannya.Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Amelia.> "Baiklah, aku akan datang. Jam berapa?"Wajah Daniel langsung berseri-seri. Amelia setuju! Ia segera membalas pesan tersebut.> "Bagaimana kalau jam 7? Aku akan jemput kamu."Setelah menerima konfirmasi dar
Ketenangan malam di rumah keluarga Blackwood terasa lebih hangat dari biasanya. Suara kecil Zacky yang tertidur lelap membuat suasana semakin damai. Di kamar mereka, Alexander sedang memandangi layar ponselnya, merencanakan langkah berikutnya untuk menyelamatkan reputasinya yang sempat tercoreng oleh isu perselingkuhan dengan Emily.Setelah kejadian di pasar malam bersama Amelia, Daniel terus mendukung Alexander dan memberikan saran untuk mengatasi masalah ini. Mereka berdua sepakat bahwa Alexander harus menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah suami yang setia dan ayah yang baik.Pagi itu, Alexander duduk di ruang tamu sambil menggenggam ponselnya. Sarah, yang sedang menggendong Zacky, duduk di sebelahnya. Mereka berdua terlihat tenang meski suasana hati Alexander masih sedikit tegang."Sarah, aku ingin kita memposting foto keluarga kita di media sosial," kata Alexander tiba-tiba.Sarah menatapnya dengan sedikit terkejut. "Kamu yakin, Mas? Bagaimana kalau ini malah memperburuk situasi?
Pagi itu, suasana di rumah keluarga Blackwood terasa lebih sunyi dari biasanya. Alexander sedang duduk di meja makan, memandang sarapan yang tersaji di depannya tanpa selera. Sarah menggendong Zacky di pangkuannya, mencoba menyuapi bayi mereka yang ceria tanpa menyadari kesedihan yang menyelimuti ruangan."Aku harus pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan," Alexander membuka pembicaraan dengan suara berat. "Tapi aku tidak bisa meninggalkan kalian berdua."Sarah menatap suaminya dengan penuh pengertian. "Kamu harus pergi, Mas. Ini penting untuk perusahaan. Aku dan Zacky akan baik-baik saja."Namun, Alexander masih merasa ragu. "Aku khawatir meninggalkan kalian. Aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi."Di saat itulah Daniel masuk ke ruangan. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyanya sambil duduk di sebelah Alexander.Alexander menghela napas. "Aku harus pergi ke Singapura untuk urusan pekerjaan, tapi aku tidak bisa meninggalkan keluarga."Daniel berpikir sejenak sebelum m
Pagi itu, rumah keluarga Blackwood terasa lebih sunyi dari biasanya. Sarah duduk di ruang tamu, memandang kosong ke arah jendela. Di tangannya, Zacky tidur nyenyak, tidak menyadari ketegangan yang meliputi rumah mereka. Beberapa hari telah berlalu sejak kecelakaan pesawat yang membawa Daniel, dan pencarian belum membuahkan hasil. Semua orang dalam keluarga itu merasakan beban yang semakin berat.Amelia, yang biasanya ceria, sekarang tampak pucat dan lelah. Ia duduk di sudut ruangan dengan tatapan kosong, terus memikirkan Daniel. Di sisi lain, Alexander hampir tidak pernah berada di rumah. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya di lokasi pencarian, berharap menemukan jejak sahabatnya yang hilang.Richard, ayah Alexander, merasa sangat khawatir. Perusahaan mereka di ambang kehancuran karena Alexander tidak fokus pada pekerjaannya. Richard memegang kepalanya, mencoba mencari solusi untuk mengatasi krisis ini. Ia tahu bahwa tanpa kehadiran Alexander di kantor, mereka akan mengalami kerug