"Jangan biarkan cairan di dalam gelas kristal itu mengontrol isi kepalamu." - Ella Johnsen -
“Bolehkah aku minta nomor handphonemu?” tanya pria itu sekali lagi. Dia menatap Ella dengan wajah memohon, yang membuat hati gadis cantik itu meleleh. “Baiklah, tapi jangan menelponku terus ya.” “Kenapa? Apakah itu sangat mengganggu kalau ada yang menelpon kamu?” “Ya, itu sangat mengganggu, karena aku adalah seorang youtuber,” jelas Ella sambil mulai menyebut nomor hapenya. “Baiklah, aku akan mengingat hal itu,” janji pria itu. “Oh iya, perkenalkan, namaku Frank. Senang berkenalan denganmu.” “Namaku Ella. Nice to meet you too, dan terima kasih sudah menolongku.” “Glad I could help.” Ella pun berlalu dari sana. Setelah menyalakan mesin mobil, dia melambaikan tangan pada pria yang telah menolongnya. Lalu dia menoleh kepada Audrey yang tertidur dengan posisi yang sangat tidak nyaman untuk tubuhnya. “Hei, Audrey. Ternyata ada berkatnya juga aku jemput kamu. Lumayan dapat satu kecengan baru,” canda Ella walaupun dia tahu bahwa Audrey tidak bisa mendengarnya. Gadis itu benar-benar
Martin yang masih panik segera membuka pengait jendela ruang tamunya. Dia menyalakan kamera di ponselnya dan juga menggunakan kamera kepolisian sebagai ekstra. Tak lupa dia langsung memencet tombol live, sehingga video tersebut langsung ditonton oleh followers-nya dan pihak kepolisian. “Heiiiiiii! Hentikan perbuatan kalian!” Kedua pria itu dan Ken, yang sedang berdiri dengan ketakutan dan wajah babak belur, menatap ke arah Martin yang berdiri di atas sebuah kursi. Setengah bagian dari tubuhnya sudah hampir keluar dari jendela. Pria yang memegang pistol itu, kini mengarahkan senjatanya ke arah Martin. “Turunkan senjatamu!!! Apa yang kalian sedang lakukan sekarang, aku rekam secara langsung dan ditonton oleh semua followers-ku dan pihak kepolisian.” Kedua pria itu saling berpandangan dengan ragu-ragu. Akhirnya salah satu dari mereka yang memegang Ken, mendorong pria malang itu sampai dia jatuh terguling-guling. Setelah itu, mereka berdua berlalu dari sana dengan langkah terburu-b
Jason mengerjapkan matanya dengan perlahan. Kepalanya terasa pusing dan berdenyut-denyut. Sambil menahan sakit itu, dia berusaha untuk bangkit berdiri. "Aaauuu," ringisnya pelan. Tubuhnya limbung sebentar. Mungkin karena dia sudah berbaring terlalu lama di atas lantai. Dia mencoba untuk mengingat kembali kejadian yang terjadi. Namun, sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi. Jason menyentuh bekas hantaman tongkat golf di kepalanya, dan di sana terdapat benjolan yang cukup besar. "Sialan! Siapa yang yang telah memukul kepalaku tadi?" tanya Jason pada dirinya sendiri. Dia melihat sekeliling dan sadar kalau dia masih ada di ruang tamu milik Freya. Sepintas dia seperti melihat kembali adegan yang telah terjadi. Kemarahan dan kebenciannya terhadap gadis itu semakin bertambah. “Sial! Ke mana di Freya sekarang? Dasar perempuan tidak tahu diri.” Jason memaki-maki sambil menendang meja di depannya. Dia melampiaskan amarahnya pada benda tersebut. "Tunggu saja pembalasanku. Aku akan me
Ke mana perginya Chloe saat Albert mengambil mobil di parkiran bawah tanah? Chloe berdiri dan menunggu Albert yang sedang mengambil mobil di tempat parkiran yang terletak di basement. Dia merasakan hatinya seperti dikoyak-koyak saat mengingat kembali adegan-adegan pengkhianatan yang terjadi tepat di depan matanya. Tubuh Chloe menggigil kedinginan, tetapi itu bukan karena cuaca yang dingin atau angin yang berhembus pelan. Dia menggigil karena perbuatan Albert yang tega berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Kring, kring, kring! Gawai milik Mateo berdering di dalam genggaman tangan Chloe. Dia melirik nama si pemanggil dan dia pun tahu bahwa itu Mateo yang menelponnya. “Hello,” ucap Chloe sambil melirik ke kanan dan ke kiri. Dia bisa merasakan bahwa pria itu masih ada di sekitar tempat itu dan sedang mengawasinya. “Aku berdiri di samping kanan gedung bar. Bisakah kau bertemu denganmu?” pinta Mateo dengan suara beratnya yang disukai Chloe. “Maaf, aku tidak bisa bertemu denganmu
Pling, pling, pling! Chloe penasaran dan ingin melihat siapa pengirim pesan-pesan tersebut. Dia menyipitkan matanya saat melihat nama yang tertera di sana. “Albert?” desis Chloe pelan. “Kenapa pria itu mengirim pesan kepada Freya?” 'Hi, Freya! Apakah kamu baik-baik saja? Aku benar-benar….' Chloe hanya bisa membaca setengah dari isi pesan yang tertera di layar depan sebagai bagian dari notifikasi. Untuk membaca seluruh isi pesannya, hanya si pemilik ponsel yang bisa, entah dengan menggunakan sidik jari ataupun face recognition. Wanita itu menoleh ke arah Freya yang kini sudah mulai terlihat seperti orang yang sedang tidur pulas. Ingin rasanya dia meraih jempol Freya dan meletakan di tombol home gawainya untuk membuka kunci pengaman pada gawai tersebut. Chloe menggeleng-gelengkan kepalanya dan berperang dengan hati nuraninya. Dia ingin sekali mengetahui alasan Albert mengirim pesan kepada Freya. Chloe menekan lagi tombol home dan membaca pesan-pesan singkat yang lain. “Hi, Freya.
“Audrey! Hello! Wake up!” Terdengar suara seorang anak lelaki membangunkannya. Gadis muda itu berusaha membuka matanya, tapi kepalanya terasa berat. Ketika dia mencoba lagi, sakit kepalanya terasa semakin menjadi-jadi. Benda-benda di sekelilingnya berputar-putar. Rupanya dia terbangun dan memulai hari ini dengan sakit kepala yang luar biasa. Efek setelah minum alkohol memang selalu berakhir negatif, tapi entahlah kenapa orang–orang tidak pernah berhenti mengkonsumsi minuman laknat itu. Kesenangan dan kenikmatan sesaat yang menyesatkan bagi orang-orang yang tidak bisa mengontrol diri. “Kamu harus bangun sekarang! Bukankah kamu ada jadwal syuting dan pemotretan hari ini?” Charles berusaha membangunkan kakaknya Audrey, tetapi rupanya membuka matanya saja, dia hampir tidak mempunyai tenaga. Suara Charles malah membuat dia semakin pusing. “Kamu mabuk lagi ya semalam?” selidik adiknya yang berumur tujuh belas tahun itu. “Go away! Argghh!” dengus Audrey sambil menjambak-jambak rambutny
Ella terbangun karena alarm yang berbunyi begitu nyaring dan terasa memekakkan telinganya. Dengan wajah yang masih terkantuk-kantuk, dia meraih ponsel dari atas nakas. Lalu dimatikan alarm yang telah menyeretnya dengan kejam dari mimpi indahnya itu. “Kak, Kak…!!!” teriak Aurora, adiknya yang baru saja menginjak usia remaja. Gadis itu sudah terlihat rapi dan bersiap-siap akan ke sekolah. “Wuaaahhhmmm!" Ella menguap lebar karena belum puas dengan waktu tidurnya yang begitu singkat. Dia memicingkan mata saat melihat penampilan Aurora. "Kok sudah rapi? Rajin sekali? Ini kan baru jam enam pagi!” celetuk Ella sambil merenggangkan tubuhnya. "Aku kan memang rajin, Kak.” “Eh, Kak. Coba lihat berita di sosial media hari ini. Heboh deh pokoknya.” “Ciyyeeee, yang sudah boleh buat akun di sosial media,” goda Ella sambil menjawil hidung Aurora yang bangir. “Iya dong, umurku kan, sudah tiga belas tahun sekarang.” “Gimana rasanya sudah boleh buat akun di sosial media?” “Seru deh pokoknya.
Chloe terbangun dengan suasana hati yang cemas dan kalut. Mimpi buruk datang silih berganti dalam tidurnya. Dengan berat hati, dia harus menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. Sebenarnya Chloe tertidur di sofa semalam, tapi dia terbangun untuk ke kamar mandi. Lalu akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat di kamarnya saja. Dari dalam kamar, ia bisa mendengar suara anak kecil yang sedang asik mengobrol dengan seseorang. Lalu ada suara pisau dan garpu yang beradu, serta aroma telur goreng yang membuatnya lapar. Dengan satu kali hentakan, dia melompat dari tempat tidur dan bergegas menuju dapur. “Good morning, Auntie!” sapa Samuel yang langsung berlari dan memeluk Chloe dengan erat. “Good morning, sweet heart,” balas Chloe sambil mengangkat Samuel dan menggendong bocah itu dengan penuh kasih sayang. “Aku kangen banget sama Auntie. Tapi kata mommy, aku tidak boleh ganggu Auntie yang lagi tidur,” celoteh Samuel sambil mengelus-elus pipi Chloe dengan punggung tangannya. “Aunt
“Ssst,” bisik Chloe begitu melihat Mateo yang masuk ke dalam kamar bayi. Rupanya si kembar tiga baru saja mulai tertidur setelah rewel karena rebutan ASI. Chloe bertekad untuk memberikan asi kepada ketiga junior tercintanya. Dia menolak dengan tegas untuk memberikan susu formula.“Kamu terlihat sangat lelah, sayang,” bisik Mateo yang tiba-tiba menggendong istrinya dan membawanya keluar dari kamar bayi. Chloe hampir saja memekik karena kaget, tapi akhirnya dia merangkul leher suaminya dan menikmati perlakuan mesra darinya.“Aku harus memompa air susuku dulu sayang, karena kalau tidak, maka mereka akan rewel lagi saat bangun nanti.”“Tenang saja, aku akan menemanimu memompa susu untuk bayi-bayi kita.”Chloe mengangguk riang. Sudah beberapa malam dia tidak bisa tertidur lelap. Mengurus satu bayi saja sudah sangat melelahkan, apalagi tiga bayi sekaligus. Kadang dia sampai kelelahan dan bisa ketiduran saat sedang makan atau menyusui si kembar.Setelah tiba di kamar, Mateo segera meminta be
“Bolehkah aku meminta selembar kertas lagi?” pinta Jason begitu menyerahkan surat yang sudah dia tulis untuk Samuel.“Untuk apa?” tanya petugas penjara dengan alis bertaut itu sambil menerima surat dari tangan Jason. Baginya, memberikan selembar kertas kepada seorang tahanan adalah ide yang paling buruk. Sudah kejadian beberapa kali para tahanan memakai hal itu untuk melukai tubuh mereka. Bahkan ada yang bisa memotong urat nadi mereka dengan sebuah pulpen atau selembar kertas.“Aku akan menulis sebuah surat lagi,” ucap Jason dengan wajah memelas. Dia sudah capek bermain sandiwara sekarang. Semua usahanya sia-sia.“Hmm, kamu boleh mendapat selembar kertas lagi tapi, tapi dengan satu syarat.”“Apa syaratnya?”“Kamu tulis di sel khusus saja karena aku tidak mengizinkan kamu untuk sendirian di dalam sel-mu.”“Baiklah,” balas Jason pasrah. Dia sudah tidak punya energi lagi untuk berdebat dengan petugas penjara.“Di mana aku akan menulis surat ini?” tanya Jason.“Ikut aku.”Jason mengikuti
Albert duduk terpekur menunggu sang pengacara menghampirinya. Sidang keputusan akhir yang dijadwalkan hari ini, menentukan berapa lama ia akan mendekam dalam penjara.“Ke mana daddy dan mommy?” tanya Albert begitu Mr. Edward, pengacara keluarganya muncul dari balik pintu.Mr. Edward menarik napas panjang, lalu dengan wajah sedih, dia menceritakan tragedi yang telah terjadi di mansion keluarganya. Albert hanya bisa mencengkram pinggiran meja mendengar penuturan pengacaranya.“Sampai saat ini, kami masih terus mencari jejak Mr. Ragnar. Semoga beliau segera ditemukan.”“Siapa yang telah melakukan perbuatan terkutuk itu?” dengus Albert dengan wajah memerah. Selama beberapa hari dia menantikan kabar dari kedua orang tuanya, tapi ternyata mereka sendiri sedang mengalami musibah.“Kami belum tahu siapa yang melakukan penyerangan tersebut, Tuan.”“Bukankah ada kamera CCTV di setiap sudut mansion milik daddy?”“Benar, Tuan, tapi malam itu, semua CCTV telah dikuasai oleh pihak lawan.”Albert m
“Silahkan tanda tangan di sini, Tuan Jason,” ucap notaris Jason setelah pria itu menulis semua total kekayaan Jason. Semua miliknya akan jatuh ke tangan Samuel saat anak itu berusia delapan belas tahun. “Sebentar, aku akan membaca ulang semuanya terlebih dahulu.” Jason pun membaca surat tersebut dengan serius.“Masih ada satu yang kurang,” cetus Jason sambil mengetuk-ngetuk jari-jarinya di atas meja. “Harta yang mana lagi, Tuan?” tanya sang Notaris yang bernama Mr. Jon“Aku masih mempunyai satu harta lagi yang belum tertera di sini.”Mr. Jon menautkan alisnya dan kembali memeriksa total kekayaan Jason baik harta bergerak maupun tidak bergerak.“Aku masih mempunyai satu rumah di jalan Karl Johan, itu ingin aku wariskan pada Samuel.”“Baiklah, akan saya masukkan ke dalam daftar ini, tapi saya butuh waktu untuk membuat surat wasiat yang baru.”“Bisa selesai besok?”“Bisa, Tuan.”“Hmm, kalau begitu kita buat jadwal untuk besok. Aku juga mau menulis surat untuk anak itu.”Mr. Jon mengangg
“Apa ada apa dengannya?” jerit Chloe semakin panik. Dia sudah tidak memperdulikan lagi dengan perawat dan jarum yang sedang menjahit bagian intimnya yang sudah dilewati tiga kepala bayi beberapa menit yang lalu. Hatinya terasa sakit seperti akan kehilangan sesuatu yang berharga dari hidupnya.Mateo menyerahkan bayi laki-laki yang terlihat seperti tertidur itu, ke dalam gendongan Chloe. “Darling, kamu kenapa? Selamat datang di dunia ini," ucap Chloe lembut. Dia mendekap bayi itu dan mengecup keningnya dengan lembut. Tidak ada reaksi dari bayi itu, bibirnya semakin membiru.“Tolong!” jerit Chloe histeris. “Lakukan sesuatu!” Dia memeluk bayi itu lembut dan menggosok punggung bayi dengan lembut untuk merangsang pernapasan sang bayi. Sambil melakukan hal itu, tak henti-hentinya Chloe menaikkan doa untuk kesembuhan sang putra.“Sepertinya ada sesuatu yang menyumbat hidung dan mulutnya,” celetuk Chloe. Saat hendak membuka mulut sang bayi untuk memberikan napas bantuan, Chloe melihat begitu
Mateo menatap bayi itu dengan mata penuh haru. Namun, kebahagiaannya tertahan oleh kenyataan bahwa Chloe masih dalam proses melahirkan dua bayi lagi. "Sayang, kamu sangat luar biasa …, tapi masih ada dua bayi mungil kita yang bersiap untuk keluar!" bisiknya penuh kekaguman dan ketegangan.Chloe hanya bisa mengangguk lemah, tubuhnya masih bergulat dengan kontraksi berikutnya."T-tolong ..., aku tak tahu bisa berapa lama lagi," ujarnya dengan napas tersengal.“Kamu pasti bisa, sayang. Aku akan berjuang bersamamu.”“Aaaaa, kamu cerewet sekali,” teriak Chloe frustasi. “Coba aja kamu hamil dan melahirkan, biar kamu tahu rasakan sendiri,” tambahnya dengan emosi. Benar juga apa yang dikatakan orang-orang, kalau terlalu cerewet dengan orang hamil yang sedang berjuang untuk melahirkan, yang ada malah didamprat kembali. Mateo hanya bisa nyengir menerima omelan ChloeDengan cepat, Linda membersihkan bayi pertama Chloe dan Mateo, lalu meminta salah satu perawat untuk menyerahkan bayi itu kepada
“Nyonya Chloe akan melahirkan sekarang!” cicit Linda dengan wajah sedikit panik. Tapi dia berusaha menyembunyikan kepanikan-nya agar Mateo tidak ikut-ikutan tegangnya.“Hah? A-aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan bathup,” gagap Mateo. Dari awal kehamilan, Chloe memang sudah merencanakan akan melahirkan di dalam air (water birth). Wanita itu ingin merasakan bagaimana melahirkan secara normal, tapi di dalam air.Sebenarnya, bathup yang Mateo adalah sejenis kolam karena besar yang sudah di siapkan beberapa hari yang lalu. Dia meminta pelayan untuk mengisi kolam itu itu dengan air hangat.Malam itu, langit di luar jendela terasa gelap lebih dari biasanya, seolah turut merasakan ketegangan di dalam mansion Chloe dan Mateo. Cahaya lampu-lampu kecil di ruang kamar mereka yang luas, memberikan penerangan lembut. Namun, suasana di sana jauh dari kata tenang. Beberapa pelayan sibuk membantu dengan menyiapkan barang-barang yang diperlukan. Tak lama kemudian, kolam karet besar sudah terisi
Jason terbaring lemas di ranjang tidurnya yang semakin hari semakin terasa sempit. Dia sudah putus asa karena semua usahanya tidak ada yang berhasil. Dari mulai dengan menipu para sipir penjara dengan pura-pura sakit dan sesak napas, sampai meminta simpati dari dokter penjara. Namun, semua tidak ada yang berjalan sesuai dengan rencana yang telah dia susun dengan matang. Belum lagi dengan tindakannya mengancam Freya di rumah sakit, kini dia terkena pasal baru dan hukumannya diperpanjang karena dianggap sebagai tahanan yang membahayakan orang-orang sekitar. Hak cutinya pun diambil kembali oleh pihak hukum.“Apa yang harus aku lakukan?” bisik Jason dalam kesendiriannya. Dia kesepian, tiba-tiba, dia merindukan wajah Samuel, bocah tampan yang mirip sekali dengannya.“Aku harus melakukan sesuatu,” cetus Jason sambil melompat dari tempat tidurnya, lalu ia berjalan ke arah jeruji penjara, mencoba untuk memanggil seorang petugas yang sedang berjaga-jaga.“Bisakah Anda ke sini sebentar? Ada se
Chloe duduk di sofa bersama teman-temannya. Wajahnya terlihat begitu cantik dan bersinar setelah didandani oleh Hilde.“Coba rasakan ini,” ucap Chloe sambil menarik tangan Freya dan meletakkannya di atas perutnya yang sudah semakin membesar. “Oh, aku merindukan masa-masa seperti ini,” bisik Freya sambil menikmati pergerakan dan tendangan tiga bayi kembar di kulit perut Chloe.“Ini sangat luar biasa, tapi tidak ketika kamu harus bolak-balik kamar mandi karena tendangan mereka,” keluh Chloe dengan wajah konyol.“Hahaha, aku ingat itu,” celetuk Freya. Chloe pun tersenyum lebar, tangan lembutnya mengelus perutnya yang sudah sangat besar. Matanya berbinar melihat tamu-tamu yang berdatangan, membawa kado-kado berwarna pastel. Baby shower kali ini berbeda dari yang ia bayangkan. Tidak hanya karena kehamilannya yang luar biasa dengan tiga bayi kembar. Tetapi juga karena Mateo, suaminya, yang memutuskan untuk mengambil alih semua persiapan acara gender reveal.Mateo, seperti biasa, terlihat