Bella langsung menunduk agar tidak terlihat oleh penjaga. Ia bertahan di pojok yang sangat bau. Ia satpam celingukan lalu setelah memeriksa tidak ada orang, mereka pun kembali ke tempatnya. Bela mengelus dada, ia bangkit dari jongkok lalu mencoba memindik lagi. Tangannya meraih tembok dan mencoba naik. Untung saja ada akar pohon hingga ia bisa menaikinya untuk memanjat. Bella agak oleng saat melihat ke bawah, ia takut jika turun melompat dalam posisi yang salah. Pelan tapi pasti, ia pun memilih untuk meloncat. “Ya Tuhan, aduh hampir saja kaki ini terkilir. Dengan modal uang yang aku ambil dari jaket Tuan El yang ada di gantungan kamar, lumayan untuk aku kabur.” Bella bergumam sendiri.Bella berjalan dengan cepat walau kakinya masih sangat sakit. Ia menaiki ojek yang sedang mangkal dan memintanya mengantarkan ke rumah sang ibu. Hatinya merasa gelisah, walau ia tahu kapan pun Tuan El bisa menemukannya. Hanya saja kali ini ia butuh bertemu dengan sang ibu. Akhirnya Bella sampai
Mobil melesat begitu kencang, Bella tak bisa berkutik karena obat bius. Suruhan Tuan El terpaksa membungkam mulutnya agar Bella tak banyak bergerak yang akan membuat sopir tidak berkonsentrasi. Mereka langsung menelepon dan mengabari Tuan El. Setelah itu melajukan mobil kembali ke titik di mana kini Tuan El berada. Sementara, Tuan El pun kini menyendiri di sebuah hotel. Pria itu tidak mengerti dengan apa yang kini dirasakannya. Sebuah rasa tidak ingin kehilangan Bella, muncul begitu besar. Bahkan, saat sang istri menghubungi pun ia tidak membalasnya. Hari ini ada sebuah pertemuan dengan beberapa rekan bisnis gelapnya di hotel yang akan melangsungkan acara itu. Sudah berulang kali ia mengatakan ingin mundur, tapi tetap saja mendapat undangan. Apalagi dengan adanya Lady, wanita yang mengejar-ngejar dirinya.Sebuah pesan masuk dari Lady membuatnya sedikit menyunggingkan senyum.[Hari ini kau harus datang]“Lady, apa maumu. Sudah aku katakan, seleraku bukan kamu.” Tuan El kemba
Bella berada di ranjang, sedangkan Tuan El duduk di sofa menatap keheranan wanita yang ada di hadapannya. Apalagi sejak tadi Bella seperti sedang menahan hasratnya. Dia menggeliat, lalu menutup seluruh tubuh dengan selimut.“Bella katakan, kenapa kamu sepeti ini?” tanya Tuan El.“Tuan, aku juga enggak tahu.” Tiba-tiba dia membuka bajunya. Bella pun tidak mengerti kenapa dengan dirinya. Hawa panas kian menjalar ke seluruh tubuh.Tuan El merasa bingung, apalagi Bella sudah dalam keadaan tak berbusana di dalam selimut. Tangannya meremas seprei sepeti sedang menahan hawa napsu.“Tadi saya melihat wanita yang mendekati Tuan. Saya lihat dari menaburkan sesuatu ke gelas Tuan. Makanya saya pikir dia akan meracuni Tuan, jadi saya takut Tuan mati.” “Lalu kamu sengaja meminumnya agar kamu saja yang mati?”Bella bergeming, ia kembali mengeliat di kasur. Melihat Tuan El, rasanya ingin sekali ia menyentuhnya. Tuan El menepuk keningnya, ia paham kenapa Bella seperti itu. “Itu bukan racun, t
“Terima kasih. Saya tahu sepetinya di mana rumah itu.”“Tuan El sekarang berada di hotel Marsa. Sepertinya memang sudah beberapa hari di sana.”“Baik, pembayaran sudah saya transfer. Jika ada kelanjutannya, bisa hubungi saya.”“Baik, Bu.”Pria itu pamit dan meninggalkan rumah Melanie. Sementara, Marta menenangkan sang anak. Namun, tetap saja Melanie tak bisa tenang. Selama ini ia berpikir jika suaminya setia. Tidak pernah bermain api dengan siapa pun. Akan tetapi, kenyataannya berbeda. Kini, ia merasa terhantam batu yang jatuh menimpa kepalanya.“Sudah seperti ini, apa yang akan kau lakukan?” “Aku akan merebut suamiku kembali.”“Bagaimana bisa kamu melakukan hal itu. Dia itu sudah memiliki pengganti kamu. Mungkin dia bisa mendapatkan anak dari wanita itu.”Tidak ada jawaban dari Melanie. Wanita dengan wajah cantik itu kian memanas saat kembali menatap foto keduanya. Perubahan sang suami seharusnya ia sadari sejak lama, tapi ia terlalu sibuk memikirkan karier ke artisannya.
Tuan El menatap dengan tajam, ia tak suka dengan wanita yang agresif. Apalagi dengan sengaja ingin menjebak dirinya. Pria itu melempar kertas yang berisi sebuah pembatalan kerja sama dengan perusahaan Lady. “Jangan pernah bergerak seenak hati Anda. Jika berilah lagi, kupastikan akan mengusut semua kejahatanmu!” Tuan El melangkah keluar kamar Lady, sedangkan Lady dengan keras memukul ranjang. Wanita itu kesal karena sebuah pembatalan kerja sama dengan perusahaan besar milik Elvaro. Terutama kegagalan dirinya untuk mendapatkan pria tampan dan kaya raya itu.“Kenapa dia bisa tahu? Tapi, kenapa tidak berefek obat itu?” Lady bertanya-tanya sendiri. Wanita itu sudah menunggu lama untuk bisa bermesraan dengan Elvaro. Namun, ia tak menduga jika semuanya malah sia-sia dan gagal total. “Sial, kenapa gagal! Licin sekali pria itu.”Lady pun menatap cermin, ia mematut diri. Apa dirinya tidak cantik hingga mendapat penolakan dari Elvaro, pikirnya. Akan tetapi, banyak pria yang menginginka
Bu Siti semakin gugup menanggapi pertanyaan dari Melanie. Entah otaknya kini sedang memikirkan alasan apa karena dirinya pun tidak ada informasi dari sang tuan.“Bu, bisa jawab pertanyaan saya kan?” Bu Siti mengangkat kepala, saat itu pun mobil Tuan El memasuki halaman. Bu Siti menarik napas lega, setidaknya ia selamat dari pertanyaan sang majikan. Hanya saja ia mengkhawatirkan Tuan El dan Bella.Sementara, dari dalam mobil Tuan El terus menatap wanita yang berada di hadapan Bu Siti. Sama halnya dengan Bella yang memincingkan mata untuk melihat dengan jelas siapa wanita cantik yang berdiri dengan Bu Siti.“Tuan, itu kan, artis yang bernama Melanie. Tuan kenal?” Hanya menoleh sekilas pada Bella, Tuan El pun turun dari mobil. Ia bersikap santai walau ia merasa akan menyakiti wanita itu. “Ada apa ini?” tanya Tuan El.“Oh, kamu akhirnya datang juga. Dari mana saja?” tanya Melanie.“Bukan urusanmu.” “Tidak menjawab pesan dan telepon dari aku, malah sibuk dengan selingkuhan kam
“Kau juga pengkhianat Elvaro!” pekik Melanie.Tubuhnya bergetar hebat, ia pun menatap tajam sang suami. Apa yang ada di pikirannya begitu kalap apalagi saat melihat ada wanita lain secepat itu menggantikan posisi dirinya. “Aku berkhianat karena rasa kecewaku. Apalagi saat aku tak bisa meminta hak untuk memiliki anak. Untuk apa aku bersama dengan wanita sepertimu!” Keduanya saling menatap dengan bengis, apalagi Elvaro yang tak bisa menahan emosi saat beberapa pesuruhnya memberikan foto saat sang istri bersama pria lain. “Aku paham sekarang, kamu belum siap memiliki anak karena kamu pasti akan bingung anak yang kamu kandung itu anak dari pria mana karena kamu tidur dengan banyak pria!”Tangan Melanie bergetar setelah menampar pipi sang suami. Ia tak tahan mendengar semua apa yang di katakan Elvaro. Secara tidak langsung, dia menyebut sang istri perempuan tidak baik.Guncangan hebat membuat diri Melanie tak berdaya. Apalagi saat semua rahasianya terbongkar. Entah, rasanya sakit
Lama di kamar mandi membuat Ronal cemas, ia pun meminta Melanie untuk keluar dari sana. Dengan wajah dan mata sembab, Melanie ke luar dari kamar mandi. “Kamu masih memikirkan Elvaro?” tanya Ronal.“Dia suami aku, dia menceraikan aku Nal. Apa aku bisa diam saja?” “Cukup Mel, kamu masih ada aku. Menikah denganku, semua iklan dan film akan aku pastikan kamu yang memegang.” Ronal mencoba membujuk Melanie. Namun, wanita itu masih dalam keadaan kalut. Dia tak menjawab apa pun yang ditawarkan oleh Ronal. Melanie pun mengambil baju dan memakainya. Lalu mengambil tas dan pamit pulang. “Mel, serius kamu mau pulang? Aku antar,” ujar Ronal. “Tidak perlu. Aku ingin sendiri.”Ronal membiarkan wanita itu keluar, ia pun hanya tersenyum karena ia yakin Melanie tidak akan pernah bisa lepas darinya. Sementara, Melanie sudah memasuki mobil. Ia mulai melajukan kendaraannya. Melanie mengendarai mobil dengan kecepatan kencang tanpa pikir panjang. Ia menginjak rem saat hampir saja menabrak pe
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p