“Non Bella, kok enggak di jawab. Menikah dengan Tuan El akan membuat hidup Non lebih baik.”“Lebih baik bagaimana?” tanya Bella. “Tuan El kaya raya, lalu Non enggak usah pusing memikirkan hidup.”Bu Siti dengan sengaja membuat Bella dilema. Memang wanita tua itu ingin sekali Tuannya bahagia. Melihat pernikahan Tuan El, ia sangat miris. Sudah lama ia ikut dengan pria itu, Bu Siti berpikir Tuan El pria baik yang wajib mendapatkan wanita yang baik pula. Bella beranjak dari tempatnya, lalu saat berbalik ada Tuan El di hadapannya. “Kamu di antar Bu Siti dan sopir jika mau bertemu dengan ibumu.”Wajah Bela berubah semringah mendengar kabar baik itu. Akhirnya ia bisa kembali bertemu dengan sang ibu. Ia pun mengangguk dan berterima kasih pada Tuan El.“Aku siap-siap dulu,” ujar Bella. Wanita itu pun gegas ke kamar untuk bersiap diri, sedangkan Tuan El menatap punggungnya dari tempat ia berdiri. “Tuan, benarkan kata saya. Membuat Non Bella senang itu mudah. Izinkan dia bertemu ib
Ide Ratih sedikit membuat Bella goyah, tapi ia merasa percuma kabur dari Tuan El karena sudah berulang kali mencoba tetap saja kembali pada pria itu. Bella menarik napas dalam, ia tidak mau kembali berulah karena pasti Tuan El akan lebih marah. “Bu, aku tetap di sini. Aku akan menikah dengan Tuan El,” ujar Bella.“Kamu yakin dia tidak akan membuat kamu menderita?” tanya sang ibu. “Yakin, Bu.”Ucapan di mulut dan di hati berbeda, ia sama sekali tidak yakin dengan pria itu karena masih sangat ragu bahkan takut di buang setelah melahirkan anaknya.“Bu, aku tidak bisa lama. Nanti aku kembali lagi jika ibu ingin pulang kampung. Aku kasih nomor ibu Siti nanti.”“Ibu Siti itu siapa?” “Dia asisten rumah tangga di rumah Tuan El. Yang mengurusi aku di sana.”“Wah, mewah hidupmu.”“Sepeti itulah.”Bella tersenyum miris, walau hidupnya mewah pun ia bagaikan burung di sangkarnya. Tidak bisa bebas ke mana ia mau. Apalagi penjagaan Tuan El sangat ketat. Bella pun pamit setelah memberika
Bola mata Tuan El membulat mendengar apa yang di katakan oleh Bella. Mana bisa seperti itu pikir Tuan El. Ia hanya akan menikahi satu wanita saja karena tidak mau kembali pada pengkhianat.“Dengar Bella, apa yang akan kau lakukan saat Suamimu tidur dengan wanita lain?” “Bukannya itu yang Tuan lakukan pada aku. Masih berstatus suami orang bukan?” “Bukan itu maksudnya. Tapi, dia berselingkuh dengan berhubungan badan. Apa masih bisa kita menikmati tubuh yang sudah di nikmati oleh orang lain?”Bella bergeming, apa yang di katakan Tuan El membuat ia tak bisa menjawab. Tuan El memilih untuk tidak berdebat dengan Bella karena akan membuat dirinya naik darah. Ia memilih untuk melihat ke luar apa Melanie masih ada atau tidak. Melihat sudah tidak ada mobilnya, ia pun gegas pergi. “Tuan, mau ke mana?” Tuan El melirik tanpa menjawab, ia pun gegas melangkah menuju mobil. Terdengar suara pintu tertutup dengan keras. “Apa aku salah? Tapi, aku tidak mau jadi selingkuhan dan perusak ruma
Gemelutuk gigi Elvaro terdengar menakutkan, begitu pun dengan tatapannya yang membuat Melissa takut. Ferdinan sang ayah mencoba menenangkan sang anak agar tidak emosi. Ferdinan pun meminta Melissa untuk ke luar dari ruangan dan mencoba bicara pada Elevaro. “Mungkin ada benarnya yang di katakan Melissa. Lebih baik kamu pikirkan dengan matang rumah tangga kalian. Jangan ada perpisahan,” uajr Ferdinan. Pria itu menepuk pundak sang anak lalu duduk di kursinya. Tak mau menjawab pertanyaan sang ayah, Elvaro pun memilih ke luar dari ruangan kembali ke tempatnya. Apa pun yang mereka katakan, Elvaro tidak akan mundur menikahi Bella.“Shit! Mereka semua tidak bisa menyetir aku.” Elvaro pun kembali membuka beberapa berkas dan mencoba untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang tertunda. Pintu terketuk, David—salah satu kaki tangan Elvaro datang membawakan beberapa berkas dan tentunya berita. “Pak, ini berkas yang harus di tanda tangani.”“Pak? Sejak kapan manggil terlalu resmi?” tanya E
Wajah Melanie sudah memerah, ia tak tahan dengan apa yang di katakan oleh Elvaro. Pria di hadapannya dulu sangat mencintainya dan tergila-gila padanya. Namun, kini sudah berubah sangat membenci dia. Emosi pun tak bisa terbendung, ia hanya bisa mengepalkan tangan dengan keras tanpa harus berteriak untuk memaki.Kedua, Melanie terkesiap saat Bella hadir di hadapan mereka. Kali ini ia menelan saliva melihat perubahan wanita lain di hati suaminya.“Tuan,” ujar Bella. Tuan El pun menatap tak berkedip saat Bella muncul dengan riasan dan tatanan yang lebih baik. Apalagi saat rambut panjang itu menjadi lebih indah dengan keriting gantung. Make soft pun menambah kecantikannya.Bella menunduk saat melihat Melanie. Ia tak berani memandang wanita itu. Sementara, Melanie ingin sekali menjambak dan menarik Bella dengan kasar. Sayangnya, bayangan itu tidak bisa ia lakukan sendiri karena akan merusak kariernya. Tuan El menarik pergelangan tangan Bella menuju kasir. Ia tidak mau terjadi sesuatu
Permintaan Melanie membuat Melissa sedikit bimbang. Mana bisa dia mengubah jalan pikiran sang kakak yang begitu keras kepala. Apalagi saat marah pun Elvaro mampu membunuh orang dalam sekejap. Melissa menggeleng, lalu ia berbisik pada Melanie.Sekilas senyum terpancar dari wajah Melanie, keduanya langsung pergi meninggikan kafe. Sebelumnya, Melanie pamit untuk kembali ke lokasi. Masih dengan masker dan kaca mata hitam, aktris itu pun melambai tangan saat masuk mobil. Melissa pun kembali ke mobilnya, sudah ada Dion yang menunggu sejak tadi. Sang suami enggan masuk karena sedang merokok. “Bagaimana?” tanya Dion.“Aku enggak tau. Sepertinya sulit untuk rujuk.”“Sial!”Dion menjambak rambut Mellisa dan mendorongnya hingga ujung pintu mobil. Melissa meringis kesakitan dan meminta sang suami untuk berhenti menjambaknya.“Kamu bodoh! Kalau sampai kakak kamu memiliki anak, habis kita. Papa kamu pasti akan mewarisi semua harta ke Elevaro. Aku enggak mau tahu, kamu harus membuat mereka
Tuan El yang baru saja tiba di kediamannya terkejut mendengar penuturan Bu Siti, bagaimana Melissa menghina sang calon istri. "Jika Tuan El, tidak percaya bisa langsung mengecek cctv," tutur Bu Siti. El langsung saja menuju ruang kerjanya, ia mengeluarkan laptop yang tersimpan di laci. Segera menyamakannya dan melihat kejadian beberapa jam lalu. Tangannya mengepal. Ia geram dengan kelakuan dua wanita itu. "Lalu Bella di mana sekarang?" tanya Tuan El. "Ada di kamarnya, Tuan. Dari pagi Non Bella menunggu kedatangan Tuan," ujar Bu Siti. Tuan El mengangguk, ia segera keluar dari ruang kerja. Melangkah menuju kamar Bella. Dirinya sangat khawatir akan keadaan sang wanita setelah mendapat perlakuan dari adik dan mantan istrinya itu. Sampai di depan pintu kamar Bella. Ia segera mengutuknya beberapa kali hingga terdengar sahutan dan langkah kaki untuk membuka pintu. Bella yang baru saja terbangun dari tidurnya dan sangat terkejut saat melihat kehadiran Tuan El di hadapannya. Ia menguce
"Pagi, Non Bella."Bella tersenyum malu, ia terlambat bangun. Entahlah kejadian saat Tuan El mengusap puncak kepalanya membuat dirinya merasa bahagia hingga sulit tidur dan akhirnya terlambat bangun. Bu Siti membantu menyiapkan sarapan. "Tuan El, sudah sarapan?" tanya Bella. "Sudah, tadi setelah sarapan Tuan El segera berangkat ke kantor. Tuan El menitipkan pesan untuk Non Bella," ungkap Bu Siti. Bella tertunduk, ia sangat malu karena Tuan El sudah berangkat bekerja dan dirinya sekarang baru keluar kamar. Calon istri macam apa dirinya ini? "Apa itu Bu Siti?" tanya Bella. "Katanya maaf tidak bisa menemani sarapan dan satu lagi Non Bella harus sarapan," papar Bu Siti. Bella kembali tersenyum malu. Entahlah mengapa Tuan El sulit untuk ditebak jalan pikirannya. Ia segera mengambil nasi goreng untuk sarapan. "Ayo, Bu, kita sarapan bersama," ujar Bella. "Non Bella, saja tadi saya sudah," ungkap Bu Siti. Mana mungkin dirinya berani makan satu meja dengan calon nyonya besar. Ia ter
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p