Wajah Melanie sudah memerah, ia tak tahan dengan apa yang di katakan oleh Elvaro. Pria di hadapannya dulu sangat mencintainya dan tergila-gila padanya. Namun, kini sudah berubah sangat membenci dia. Emosi pun tak bisa terbendung, ia hanya bisa mengepalkan tangan dengan keras tanpa harus berteriak untuk memaki.Kedua, Melanie terkesiap saat Bella hadir di hadapan mereka. Kali ini ia menelan saliva melihat perubahan wanita lain di hati suaminya.“Tuan,” ujar Bella. Tuan El pun menatap tak berkedip saat Bella muncul dengan riasan dan tatanan yang lebih baik. Apalagi saat rambut panjang itu menjadi lebih indah dengan keriting gantung. Make soft pun menambah kecantikannya.Bella menunduk saat melihat Melanie. Ia tak berani memandang wanita itu. Sementara, Melanie ingin sekali menjambak dan menarik Bella dengan kasar. Sayangnya, bayangan itu tidak bisa ia lakukan sendiri karena akan merusak kariernya. Tuan El menarik pergelangan tangan Bella menuju kasir. Ia tidak mau terjadi sesuatu
Permintaan Melanie membuat Melissa sedikit bimbang. Mana bisa dia mengubah jalan pikiran sang kakak yang begitu keras kepala. Apalagi saat marah pun Elvaro mampu membunuh orang dalam sekejap. Melissa menggeleng, lalu ia berbisik pada Melanie.Sekilas senyum terpancar dari wajah Melanie, keduanya langsung pergi meninggikan kafe. Sebelumnya, Melanie pamit untuk kembali ke lokasi. Masih dengan masker dan kaca mata hitam, aktris itu pun melambai tangan saat masuk mobil. Melissa pun kembali ke mobilnya, sudah ada Dion yang menunggu sejak tadi. Sang suami enggan masuk karena sedang merokok. “Bagaimana?” tanya Dion.“Aku enggak tau. Sepertinya sulit untuk rujuk.”“Sial!”Dion menjambak rambut Mellisa dan mendorongnya hingga ujung pintu mobil. Melissa meringis kesakitan dan meminta sang suami untuk berhenti menjambaknya.“Kamu bodoh! Kalau sampai kakak kamu memiliki anak, habis kita. Papa kamu pasti akan mewarisi semua harta ke Elevaro. Aku enggak mau tahu, kamu harus membuat mereka
Tuan El yang baru saja tiba di kediamannya terkejut mendengar penuturan Bu Siti, bagaimana Melissa menghina sang calon istri. "Jika Tuan El, tidak percaya bisa langsung mengecek cctv," tutur Bu Siti. El langsung saja menuju ruang kerjanya, ia mengeluarkan laptop yang tersimpan di laci. Segera menyamakannya dan melihat kejadian beberapa jam lalu. Tangannya mengepal. Ia geram dengan kelakuan dua wanita itu. "Lalu Bella di mana sekarang?" tanya Tuan El. "Ada di kamarnya, Tuan. Dari pagi Non Bella menunggu kedatangan Tuan," ujar Bu Siti. Tuan El mengangguk, ia segera keluar dari ruang kerja. Melangkah menuju kamar Bella. Dirinya sangat khawatir akan keadaan sang wanita setelah mendapat perlakuan dari adik dan mantan istrinya itu. Sampai di depan pintu kamar Bella. Ia segera mengutuknya beberapa kali hingga terdengar sahutan dan langkah kaki untuk membuka pintu. Bella yang baru saja terbangun dari tidurnya dan sangat terkejut saat melihat kehadiran Tuan El di hadapannya. Ia menguce
"Pagi, Non Bella."Bella tersenyum malu, ia terlambat bangun. Entahlah kejadian saat Tuan El mengusap puncak kepalanya membuat dirinya merasa bahagia hingga sulit tidur dan akhirnya terlambat bangun. Bu Siti membantu menyiapkan sarapan. "Tuan El, sudah sarapan?" tanya Bella. "Sudah, tadi setelah sarapan Tuan El segera berangkat ke kantor. Tuan El menitipkan pesan untuk Non Bella," ungkap Bu Siti. Bella tertunduk, ia sangat malu karena Tuan El sudah berangkat bekerja dan dirinya sekarang baru keluar kamar. Calon istri macam apa dirinya ini? "Apa itu Bu Siti?" tanya Bella. "Katanya maaf tidak bisa menemani sarapan dan satu lagi Non Bella harus sarapan," papar Bu Siti. Bella kembali tersenyum malu. Entahlah mengapa Tuan El sulit untuk ditebak jalan pikirannya. Ia segera mengambil nasi goreng untuk sarapan. "Ayo, Bu, kita sarapan bersama," ujar Bella. "Non Bella, saja tadi saya sudah," ungkap Bu Siti. Mana mungkin dirinya berani makan satu meja dengan calon nyonya besar. Ia ter
Entah kapan Elvaro datang dan tiba-tiba muncul dari arah belakang membuat Bella gugup. Bella langsung menghampiri Elvaro dan langsung meraih tas serta beberapa tentengan yang lelaki itu bawa. "Itu untukmu," ujar Elvaro. "Terimakasih, Tuan," ucap Bella pelan. Sekarang hatinya sedang tak karuan ia benar-benar merasakan takut. Wajah Elvaro pun terlihat datar tidak bisa diprediksi entah marah atau tidak. Bella terus menduga-duga, ia tak mau mencari masalah dengan calon suaminya itu. Elvaro melangkah menuju sofa, tepat layar televisi yang ia lihat menampilkan wajah Melanie, ia tersenyum sinis. Lalu langsung mengarahkan pandangan kepada Bella. "Biar tasku taruh di sini saja," ujar Elvaro. Bella mengangguk kembali. "Tuan, maaf," ujar Bella. Elvaro mengangguk sembari netranya asyik menatap layar ponsel. "Iya, tidak apa-apa Bella," ucap Elvaro. Bella menurutnya wanita yang aneh. Mengapa ia sampai mengatakan jika dirinya memiliki wajah yang menyeramkan? Padahal dirinya masuk dalam n
Melanie memaksa untuk masuk ke kantor Elvaro. Dengan cara licik mengelabui satpam ia berhasil lolos. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyum, kini saatnya ia memohon-memohon kepada Elvaro agar mencabut tuntutan perceraian mereka. "Elvaro pasti akan luluh kembali," gumam Melanie.Ia segera melangkah menuju ruangan lelaki itu tanpa mengetuk, Melanie langsung masuk. Ya, dulu pun dirinya bebas keluar masuk dari ruangan Elvaro. Elvaro yang tengah sibuk dengan pekerjaannya terkejut dengan kedatangan mantan istrinya itu. "Untuk apa kamu ke sini?" tanya Elvaro. Dirinya sudah tak sudi lagi untuk melihat wajah wanita itu. "El, aku mohon cabut gugatan tersebut. Aku berjanji akan menjadi istri yang baik. Aku ingin mengurusmu, akan kutinggalkan semua karierku dan mengabdi sebagai istrimu," papar Melanie. "Atau aku mengizinkanmu untuk menikah lagi, tetapi tolong cabut gugatan perceraian itu."Melanie tak masalah bila dimadu asalkan statusnya tetap menjadi istri sah dari lelaki itu. Karir pun ak
Tiga Puluh EmpatKepala Tuan El semakin mumet dengan berbagai masalah yang melandanya. Apalagi ulah adik dan mantan istrinya itu sudah membuat ia naik darah sekali. Pengacara datang ke kantor, Tuan El pun mempersilahkan prian itu masuk. “Tuan, ini berkas perceraian Nona Bella. Sudah ada tanda tangan suaminya. Perceraian akan segera di gelar, untuk proses perceraian Tuan El mungkin agak lama karena Nyonya Melanie belum memberikan surat yang saya kasih padanya kemarin.”“Argh! Sial!”Melanie benar-benar membuktikan apa yang di katakannya. Dia benar-benar tidak mau bercerai dari Elevaro. Setelah memberi tahu beberapa poin untuk Tuan El, pengacara pun langsung pulang. Kini, pria itu terduduk sedikit lesu.Elvaro teringat kembali perkataan Melanie tentang dirinya yang siap meninggalkan kariernya demi berbakti menjadi istri yang sempurna. Elvaro tersenyum miris jika mengingat hal itu. “Semua sudah tidak ada gunanya! Untuk apa dia memohon, aku tidak Sudi kembali.”Elvaro menarik nap
Bella mencoba menepis perasaan aneh yang ada di dirinya. Sudah berulang kali ia merasa aneh jika bertatapan atau di tatap sang tuan. Rasanya seperti sedang berada di atas awan. Lalu, muncul bunga-bunga di taman yang indah. Sepeti itu gambaran hatinya, pikir Bella. Sama halnya dengan sang tuan, pria itu pun mulai memperhatikan sedikit prilaku Bella yang lebih lembut. Tidak seperti biasanya yang terus memberontak. Tuna El teringat perkataan Bu Siti.“Tuan harus lebih sabar menghadapi Nona Bella karena dia masih sangat muda dan bahkan sedang berada di fase kekecewaan. Kalau Tuan memaksa dia untuk menerima Tuan, mungkin nanti dia akan lebih berontak.”“Lalu, aku harus seperti apa?”“Perlahan saja, buat dia nyaman. Jangan selalu ingin menyentuhnya, nanti dia malah takut.”Tuan El tersadar dari lamunan saat Bu Siti pamit untuk ke luar sebentar.“Malam saya akan pulang, hanya berkunjung ke rumah saudara yang sedang sakit.”Tuan El melirik ke arah Bella, wanita itu menunduk. Lalu, pri
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p