Ini hari libur dan Revanno baru ingat kalau Daniel mengundangnya untuk datang ke rumah barunya. Daniel mengatakan kalau orang tuanya selalu mendesak agar ia membeli rumah, supaya setelahnya ia bisa mendapatkan istri. Sementara Revanno hanya bisa tertawa ketika mengingat ucapan Daniel tersebut.
Revanno sudah rapi dengan pakaian santainya. Dan karena ia tidak mempunyai pakaian di apartemen Starla, jadi begitu bangun tidur tadi ia harus kembali ke apartemennya untuk berganti pakaian.“Belum selesai?” Tanya Revanno saat memasuki kamar Starla. Wanita itu masih sibuk berdandan di depan kaca.“Sebentar lagi,” ujar Starla sambil mengaplikasikan maskara pada bulu matanya.“Ck! Nggak usah terlalu cantik!” Ketus Revanno.Dan hal itu justru berhasil membuat pipi Starla yang sudah di poles blush-on bertambah menjadi semakin memerah.Bagaimana bisa pria itu menyuruh Starla untuk tidak terlalu cantik? Sedangkan Revanno saat ini terliStarla mengerjap ketika sinar matahari mulai menembus jendela kamarnya. Melirik sekilas jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam pagi. Lalu pandangannya beralih ke sisi ranjangnya. Dimana Revanno masih terlelap dengan begitu pulasnya tanpa sehelai pakaian apapun. Hanya selimut yang menutup tubuh pria itu. Begitupun juga dengan tubuh Starla.“Eeuuugghh.” Starla meregangkan tubuhnya sejenak sebelum beranjak untuk membersihkan diri. Rasanya seluruh tubuhnya begitu remuk. Semalam Revanno benar-benar tidak memberinya ampun. Tapi meskipun begitu Starla tetap menikmati permainannya semalam. Bahkan permainannya semalam terasa begitu berbeda dari biasanya. Revanno yang biasanya mengutamakan nafsunya entah semalam hal itu tidak di rasakan oleh Starla sama sekali. Dan justru Starla merasa kalau permainan Revanno semalam benar-benar penuh dengan perasaan dan kasih sayang.Apa benar begitu?Starla segera melangkah menuju kamar mandi. Beberapa men
“Ayolah, Revanno. Jangan munafik. Kamu sebut tanganku kotor, tapi nyatanya tangan kotorku ini bisa membuat sesuatu dari balik handukmu ini mengeras,” ujar Cheryl sengaja sambil melirik ke arah Starla. Cheryl lalu tersenyum ke arah Starla dan Revanno secara bergantian. Tangan Starla terkepal kuat seiring dengan tatapan yang Cheryl berikan. Wanita itu memang sengaja memancing emosinya. Tanpa mengatakan apapun Starla langsung masuk begitu saja ke dalam apartemennya. Melewati Revanno yang masih berdiri di tengah-tengah pintu. Cheryl berdecih. “Nggak sopan sekali sekretarismu.” “Jaga bicaramu!” Ketus Revanno. Ia melirik sekilas ke dalam lalu kembali menatap Cheryl yang tengah tersenyum di depannya. “Aku rasa kamu yang jauh lebih nggak sopan. Karena sejauh ini aku belum pernah menemui tamu berkelakuan busuk sepertimu.” “Revanno.” Cheryl hendak mendekati Revanno. Namun, dengan cepat pria itu menghindar. “Apa aku harus mengul
Sejak Saga menerima panggilan penting dari anak buahnya, sampai hari ini ia masih terlihat sangat sibuk. Ia baru saja menyelesaikan urusan pekerjaannya. Dan saat ini Saga baru sempat makan siang sendirian di sebuah restoran yang terletak tidak jauh dari pusat kantornya. Ketika Saga tengah sibuk menyantap makanannya, tiba-tiba ia di kejutkan dengan kedatangan seseorang yang tak di undangnya sama sekali. “Hai, sepertinya kita pernah bertemu, ya?” Sapa orang tersebut. Ia berusaha terlihat ramah dan sok kenal sekali dengan Saga. Saga hanya melirik sekilas lalu memilih untuk melanjutkan acara makannya. “Sepertinya kamu nggak suka bertemu denganku,ya.” Saga kembali melirik orang tersebut. “Bisa jangan ganggu saya terlebih dahulu? Saya sedang makan!” Ketusnya dingin. Orang yang masih berdiri di depan meja Saga itu justru terkekeh. Dan tanpa meminta izin terlebih dahulu, ia langsung menarik kursi kosong yang ada di depan Saga dan ikut duduk di sana. “Baiklah. Aku bisa duduk dengan diam
“Revanno. Sudahlah. Hari sudah malam. Kita lanjutkan pekerjaannya besok saja.” Starla mendekati Revanno yang masih sibuk di meja kerjanya. Malam ini Starla dan Revanno masih berada di kantor, tepatnya di ruang kerja mereka. Pagi tadi Revanno baru saja menyetujui kerja sama dengan perusahaan baru yang cukup terkenal. Maka dari itu, malam ini Revanno memiliki beberapa tugas yang harus segera ia selesaikan. “Tanggung, Starla. Sedikit lagi.” Revanno masih terus fokus pada pekerjaannya. Diam-diam Starla mengamati Revanno yang tengah sibuk bekerja. Kalau di lihat-lihat pria bernama Revanno itu jauh lebih tampan dan manusiawi jika sedang fokus bekerja seperti saat ini. Wajahnya terlihat tenang dan serius. Tidak seperti biasanya yang mesum dan menyebalkan. “Tapi ini sudah malam. Kalau tahu akan seperti ini, lebih baik tadi aku pulang lebih dulu.” Starla kembali ke tempat duduknya. “Hm.” Revanno hanya bergumam. Starla memutar bola matanya. Pria itu selalu memaksanya untuk pulang bersama.
Starla yang kebetulan belum tidur masih bisa mendengar dengan jelas suara pintu apartemennya yang terbuka. Apalagi saat ini ia masih menonton siaran televisi di ruang tengahnya. Kalau Starla baru tinggal di apartemennya beberapa hari mungkin ia akan langsung merasa ketakutan, karena mengira kalau yang datang itu maling atau sejenisnya. Tapi berhubung ia sudah hafal yang sering masuk ke apartemennya tanpa permisi itu siapa, jadi Starla memilih untuk tetap diam dan bersikap biasa saja.Dan benar dugannya, beberapa saat kemudian tubuh Revanno sudah muncul dari arah depan.“Kamu nggak lupa kan dimana letak kamarmu? Kenapa kamu selalu datang ke sini, sih?” Starla bertanya sewot.Ia melirik jam yang ada di atas nakas, sudah jam dua belas malam. Lalu pandangannya beralih lagi ke Revanno. Kemana saja pria itu tadi? Kenapa perginya hanya sebentar? Pertanyaan itu muncul dalam kepala Starla.“Aku lapar.” Revanno mendekati Starla dan langsung menjatuhkan tubuhnya di samping wanita itu.“Ya, lalu?
Sudah menjadi kebiasaan Starla untuk menyiapkan segala keperluan Revanno. Mulai dari makan, pakaian kerja dan lain-lain. Em, tapi pagi ini pria itu sudah menyiapkan pakaiannya sendiri. Jadi, Starla hanya perlu menyiapkan sarapannya saja. Sejak awal Revanno bukanlah orang yang banyak maunya dalam hal sarapan. Pria itu bisa sarapan apa saja. Tapi tetap menu favoritnya adalah omelete dan pancake. Kini Starla sudah berdiri di dapurnya, membuatkan Revanno segelas jus jeruk kemudian meracik omelet telur. Menu sarapan favorit Revanno. “Kalau aku pergi bekerja, kamu ingin melakukan apa di rumah nanti?” Tanya Revanno. Pria itu menunggu Starla yang tengah membuatkan omelet kesukaannya. Wanita yang belum mandi tapi tetap terlihat cantik itu menoleh sambil mengangkat bahu. “Nggak tahu. Semoga saja Saga datang ke sini.” Revanno berdecak. “Untuk apa sih menyebut namanya segala? Lagipula kenapa juga kamu harus dekat sekali dengannya?” “Loh, me
Saat ini Revanno tengah berada di ruangannya, duduk dengan tenang di kursi kebesarannya. Sementara Nathan duduk di kursi milik Starla. Nathan terlihat sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Dan Revanno pun secara sekilas juga terlihat seperti orang yang sedang sibuk bekerja. Tapi kenyataannya pria itu tidak memikirkan pekerjaannya sama sekali. Pikirannya justru sibuk memikirkan Starla. Revanno juga merasa bingung dengan dirinya sendiri. Seumur-umur baru pertama kali ini Revanno merasakan suatu perasaan aneh yang terus saja mengusik hatinya. Sejauh ini belum pernah ada seorang wanita yang bisa mengganggu pikirannya. Tapi semenjak bersama dengan Starla semuanya terasa berubah begitu saja. Terlebih akhir-akhir ini. Entah kenapa Revanno merasa perasaannya ke Starla bisa menjadi lebih kuat. Dan hal itu benar-benar sangat mengganggunya. Setiap kali mengingat wajah Starla yang tengah tersenyum saja langsung membuat dadanya bergemuruh tidak karuan. Sial. Apa benar ia telah jatuh cinta dengan
Revanno mendatangi sebuah klub yang sebelumnya sudah di sebutkan Cheryl lewat panggilan telepon tadi. Langkahnya terlihat begitu terburu-buru. Ia mencari ruangan VIP yang sudah di pesan oleh Cheryl. Begitu Revanno menemukan ruangan tersebut, pria itu tampak menghela napas sejenak sebelum kemudian memutuskan untuk membuka pintunya. Hal pertama yang Revanno lihat adalah beberapa botol minuman beralkohol yang berada di atas meja dan juga tubuh Cheryl yang tergeletak di atas sofa. Sepertinya wanita itu sudah sangat mabuk. Cheryl yang sejak tadi menunggu kedatangan Revanno akhirnya bisa tersenyum lebar saat pria itu benar-benar datang. Ia segera bangkit dan berjalan mendekati Revanno. “Aku senang karena akhirnya kamu datang juga.” Cheryl memeluk tubuh Revanno begitu saja, hingga membuat Revanno sedikit terkejut dengan pelukan tersebut. Cheryl sangat merindukan Revanno. Aromanya, lengan berototnya, dada bidangnya yang terasa nyaman sebagai tempat bersandar dan hangatnya tubuh pria itu.
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t