Revanno mendatangi sebuah klub yang sebelumnya sudah di sebutkan Cheryl lewat panggilan telepon tadi. Langkahnya terlihat begitu terburu-buru. Ia mencari ruangan VIP yang sudah di pesan oleh Cheryl. Begitu Revanno menemukan ruangan tersebut, pria itu tampak menghela napas sejenak sebelum kemudian memutuskan untuk membuka pintunya. Hal pertama yang Revanno lihat adalah beberapa botol minuman beralkohol yang berada di atas meja dan juga tubuh Cheryl yang tergeletak di atas sofa. Sepertinya wanita itu sudah sangat mabuk. Cheryl yang sejak tadi menunggu kedatangan Revanno akhirnya bisa tersenyum lebar saat pria itu benar-benar datang. Ia segera bangkit dan berjalan mendekati Revanno. “Aku senang karena akhirnya kamu datang juga.” Cheryl memeluk tubuh Revanno begitu saja, hingga membuat Revanno sedikit terkejut dengan pelukan tersebut. Cheryl sangat merindukan Revanno. Aromanya, lengan berototnya, dada bidangnya yang terasa nyaman sebagai tempat bersandar dan hangatnya tubuh pria itu.
Revanno melempar amplop coklat itu ke dalam mobilnya dengan gerakan kasar. Namun, setelah di pikir-pikir lebih baik kalau ia simpan saja amplop itu ke dalam tas, supaya lebih aman. Revanno lalu mendengus. Kalau sampai Starla melihat foto itu, Revanno benar-benar akan membuat perhitungan dengan Cheryl. Rasa kesal itu masih saja menyerang kepala Revanno. Ia tidak habis pikir kalau Cheryl bisa menjadi lebih menyebalkan seperti ini. Kenapa wanita itu tidak lenyap saja? Haruskah tangan Revanno sendiri yang mencekik leher wanita itu? Tidak akan. Revanno jelas tidak akan sudi mengotori tangannya sendiri. Revanno lalu menghempaskan punggungnya ke kursi mobil, memejamkan mata sejenak sambil memijat lembut pangkal hidungnya. Sekilas ia melirik jam pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Saat itu juga matanya langsung memelotot. Dengan cepat Revanno menyalakan mesin mobilnya kemudian menginjak gas, dan melaju secepat yang ia bisa. “Sial! Aku terlambat.” Revanno terus merutuki
Starla melangkah sejajar dengan Revanno. Bergandengan tangan menyusuri tepi pantai. Deru ombak laut terus mengiringi langkah mereka. Matahari semakin condong ke barat, menimbulkan semburat cahaya berwarna jingga yang begitu indah di atas langit. Sudah sangat romantis kan suasananya?“Oh iya, aku hampir lupa. Ini untukmu.” Starla menyerahkan empat tangkai bunga mawar yang sejak tadi ia bawa kepada Revanno.Revanno menatap bunga mawar itu dan Starla secara bergantian. “Serius bunga ini untukku?”Starla mengangguk. “Tadi ada yang menjual bunga ini padaku. Dan karena bunganya cantik jadi aku membelinya.”“Tapi kamu jauh lebih cantik, Starla. Apa aku juga boleh membelimu?” Goda Revanno.“Revanno!” Starla memekik dan hal itu membuat Revanno tertawa. “Kamu ingin menerimanya atau nggak? Kalau nggak biar aku buang saja bunganya.”“Eh, jangan di buang.” Revanno segera merebut bunga itu dari tangan Starla, sebelum wa
“Be mine, please.” Sekali lagi Revanno mengatakan hal tersebut. Kali ini setengah berbisik sambil menatap lekat wajah Starla yang ada di depannya.Starla masih membeku. Ia berusaha membuat tubuhnya beradaptasi setelah mendengar Revanno mengatakan hal spontan seperti itu. Rasanya sulit di percaya. Revanno benar-benar mengatakan hal tersebut.“Please ...” Pria itu memohon lagi.Oh, Ya Tuhan ... jantung Starla rasanya hampir meledak. Apakah ini berarti semua perasaan cinta yang ia rasakan ke Revanno akhirnya terbalas? Starla masih sulit untuk mempercayainya. Meskipun ini jauh dari kata romantis, tapi tetap saja mampu membuat Starla kehilangan seluruh kata-katanya. “Revanno, aku–” Ucapan Starla terhenti ketika Revanno meletakkan jari telunjuk ke atas bibirnya.“Say yes or not. Aku tahu, aku bukanlah pria romantis. Aku nggak bisa mengungkapkan perasaanku padamu dengan cara romantis seperti yang di lakukan pria-pria lain di luar sana. Tapi, aku nggak bisa untuk menunda mengatakan ini ke k
Cheryl mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, membelah sepinya jalan raya pada malam hari itu. Kepalanya benar-benar pusing saat ini. Bahkan alkohol yang ia minum tadi sama sekali tidak membuat pusingnya menghilang. “Arrrggghh!” Cheryl memukul stir mobilnya kesal.Sejak Revanno meninggalkannya dengan posisi terikat seperti tadi, suasana hatinya memang menjadi sedikit kurang baik. Cheryl merasa kesal dan marah. Rencananya untuk memiliki Revanno ternyata gagal lagi kali ini. Ia kembali memukul stir mobilnya.Revanno berani sekali melakukan hal itu padanya. Untung saja anak buah Cheryl tadi masuk ke dalam ruangan untuk mengecek keadaannya. Kalau tidak, mungkin akan sampai besok pagi Cheryl masih dalam kondisi terikat di sofa seperti tadi.“Sial! Lihat saja, Revanno. Apapun yang terjadi aku pasti akan mendapatkanmu,” gumam Cheryl sembari mencengkeram kuat stir kemudinya. Cheryl terpaksa membuang rencananya yang sudah gagal.
Starla terbangun pukul enam pagi. Rasanya seperti baru saja matanya bisa terpejam tapi sekarang sudah harus bangun lagi. Ia menggeliat kecil, seluruh tubuhnya terasa pegal dan remuk. Semua itu karena aktivitas panasnya yang ia lakukan dengan Revanno semalam. Starla lalu menoleh ke samping. Dimana Revanno masih tertidur pulas dengan suara dengkuran halus yang keluar dari hidungnya.“Aku tinggal dulu ya, Sayang,” bisik Starla sambil mencium kening Revanno. Ia tersenyum setelahnya. Merasa malu dengan kelakuannya sendiri.Dasar seperti anak ABG saja!Starla kemudian turun dari ranjang, mencari pakaiannya yang berserakan di lantai kamar Revanno. Dan bahkan celananya saja masih tertinggal di balkon apartemen karena semalam Revanno melepas dan meninggalkannya di sana.Starla segera melangkah keluar dari apartemen Revanno. Wajahnya terus berseri dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Namun, tiba-tiba senyum dan seri di wajahnya menghilang begitu saja setelah Starla keluar dari pintu apart
Sesuai dengan janji Saga pagi tadi. Ia benar-benar menjemput Starla ke kantor tepat di jam makan siang. Mobil Saga sudah terparkir di depan kantor milik Revanno. Ia membuka ponsel dan mengetik balasan untuk Starla.Saga :Aku sudah sampai di depan kantor.Starla membuka pesan yang masuk ke dalam ponselnya dengan wajah ceria. “Ck! Nggak usah senyum-senyum seperti itu. Kamu ini ingin bertemu dengan pria lain. Tapi kenapa harus seceria itu, sih?!” Revanno yang sejak tadi mengamati Starla merasa kebakaran jenggot sendiri.Starla justru terkekeh. “Tapi pria lain yang kamu maksud adalah Saga. Jadi nggak ada salahnya kalau aku seceria ini.”Revanno mendengus. “Terserah!” Ketusnya kesal.“Sejak kapan kamu jadi posesif seperti ini?” Starla menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Revanno.“Apa?! Aku? Posesif?” Revanno lalu tertawa sarkas. “Aku biasa saja,” elaknya.Starla kembali tersenyum. “Iya deh kamu memang biasa saja.” Ia berjalan mendekati Revanno. “Biasa posesif, kan?” Godanya sambil
“Hei, si anjing!” Revanno yang masih fokus bekerja langsung terkejut begitu melihat Daniel datang sambil mengatainya anjing.Sialan sekali temannya itu.“Nggak salah kamu berbicara seperti itu? Masa anjing teriak anjing,” cibir Revanno santai.Daniel mendengus. “Kamu itu memang anjing ya, Rev. Kamu juga teman sialan!” Revanno mengernyit, tidak paham dengan apa yang di maksud Daniel. Temannya itu tiba-tiba saja datang ke kantornya di siang hari. Lalu setelah itu mengatai dan memaki-maki Revanno. Apa maksudnya? Apa Daniel sudah bosan hidup?“Kamu dan Starla sudah resmi menjadi sepasang kekasih, kan?” Tanya Daniel kemudian.“Iya,” jawab Revanno santai. Pria itu masih sibuk menatap layar komputernya.“Berengesek!” Daniel langsung mematikan layar komputer Revanno begitu saja. Ia tidak peduli dengan mata Revanno yang langsung memelotot tajam padanya. “Kamu itu ibarat kata seperti kacang yang lupa dengan kulitnya!” Tuding Daniel.“Tunggu dulu. Apa nggak ada kata-kata yang sedikit lebih ker
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t