“Please, Starla. Sebentar saja.” Starla tidak mampu melawan ketika Revanno mulai menggiring tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi. Jantung Starla benar-benar berdebar kencang saat ini. Sudah lama sentuhan Revanno itu tidak ia rasakan di tubuhnya. Sentuhan yang masih terasa sama, hangat dan mendamba. “Aku berjanji hanya sebentar,” ujar Revanno sembari menarik pinggang ramping Starla. Starla langsung tersentak saat tiba-tiba Revanno menghapus jarak di antara mereka. Pria itu perlahan mulai menundukkan tubuhnya. Hidung mancung Revanno menempel pada pipi Starla dan menggeseknya lembut. Starla memejamkan mata saat Revanno terus melakukan hal itu untuk beberapa saat. “Kamu tahu, Starla. Aku begitu merindukan dirimu. Semua yang ada pada dirimu.” Revanno berbisik lembut sambil terus menggesekkan hidungnya di pipi Starla. “Aku sudah menahannya sangat lama, Starla. Aku mohon, jangan menolakku.” “Revanno, tapi aku—“ Ucapan Starla terpotong k
Acara makan malam di rumah Starla kali ini terasa sedikit berbeda. Sebab hari ini Starla kedatangan tamu spesial yang sejak seharian tadi tidak berhenti membuat bibirnya untuk tersenyum bahagia. Siapa lagi tamu itu kalau bukan Revanno—kekasih hatinya.Hari ini Andra duduk di samping Saga, sedangkan Revanno duduk di samping Starla. Hal itu membuat tempat duduk antara Saga dan Revanno menjadi saling berhadapan. Bahkan sejak menempatkan diri di kursi mereka tadi, keduanya tidak berhenti-hentinya saling melempar tatapan tajam.“Ayo, Revanno. Silakan di makan. Jangan sungkan.” Kata Andra sambil tersenyum. Tidak hanya menyuruh Revanno saja. Tetapi Andra juga menyuruh Saga dan Starla untuk memulai aktivitas makan malam mereka.“Iya, Om,” sahut Revanno yang mengangguk.Starla tersenyum sejenak sambil menatap Revanno, sebelum akhirnya berdiri dan mengambilkan nasi ke piring Papanya. Ya, Starla memang sering melakukan hal itu kepada Andra.“Sudah jangan banyak-banyak.” Kata Andra saat Starla me
Revanno benar-benar masih merasa terkejut setelah mendengar ucapan dari Andra—Papa Starla. Revanno tidak pernah menyangka sebelumnya kalau Andra akan mengatakan hal itu padanya. Menikahi Starla? Revanno tersenyum dalam hati. Itu adalah salah satu hal yang sejujurnya juga sangat Revanno inginkan.“Maksudnya, Om setuju kalau saya menikah dengan Starla? Menjadi suaminya Starla?” Revanno menatap tidak percaya ke arah Andra.Andra langsung mengangguk tanpa keraguan sedikitpun. “Kalau kamu benar mencintai dan bisa membahagiakan putri saya. Maka nikahilah dia. Saya akan sangat setuju dengan hal itu.”Revanno langsung menggigit bibir bawahnya. Revanno tidak tahu bagaimana caranya ia mengungkapkan rasa bahagia yang datang secara tiba-tiba tersebut. Tadi ia hanya berniat untuk berpamitan saja. Namun, ternyata ia justru mendapatkan sebuah restu yang tidak terduga. Revanno mendapat restu yang begitu mudahnya di ucapkan oleh Papa Starla. Astaga, padahal Revanno sudah sempat membayangkan rintangan
Saga akhirnya memutuskan untuk duduk bersama Revanno di ruang tengah, setelah ia kembali dari dapur untuk mengambil segelas air minum. Pria itu meletakkan gelasnya yang sudah kosong ke atas meja. Lalu menatap Revanno yang sejak tadi hanya diam saja di sampingnya. “Kamu benar-benar akan kembali ke Jakarta besok, kan?” Saga mulai membuka suaranya. Revanno langsung mengangguk. “Ya. Tapi aku akan kembali sore harinya. Setelah aku menghabiskan waktu bersama Starla seharian besok.” Saga mengernyit. “Kenapa harus sore? Lagipula untuk apa juga harus memakai acara menghabiskan waktu bersama Starla segala? Kalau ingin pulang, tinggal pulang saja,” ujarnya sedikit ketus. “Saga, aku sangat merindukan Starla. Jadi nggak ada salahnya kan kalau aku ingin menghabiskan waktu bersamanya sebelum aku memutuskan untuk kembali pulang besok sore,” balas Revanno. Saga terdiam. Ia menatap Revanno dengan tatapan tajam dan tidak suka. “Jangan-jangan kamu ingin meniduri adikku terlebih dahulu sebelum kamu p
Pagi ini Starla sudah mengajak Revanno pergi ke suatu tempat yang sama sekali tidak di ketahui oleh Revanno. Tempatnya lebih jauh dari bukit yang mereka kunjungi kemarin dengan pemandangan yang juga tidak kalah indah dan menakjubkannya. Starla mengetahui tempat itu juga atas rekomendasi dari Lily. Gadis cerewet itu mengatakan kalau tidak jauh dari bukit ada sebuah air terjun yang begitu indah dan jarang di ketahui oleh banyak orang.Maka dari itu, hari ini Starla pun memutuskan untuk mengajak Revanno pergi ke air terjun yang di maksud Lily tersebut. Berhubung jalan menuju ke air terjun tidak bisa di lewati oleh mobil, jadi Starla dan Revanno harus berjalan kaki agak jauh agar bisa sampai ke air terjun yang menjadi tempat tujuan mereka. Melewati pohon-pohon yang rindang dan juga tinggi. Tapi tidak terlalu lebat karena memang belum memasuki kawasan perhutan.“Tunggu, Starla. Sepertinya aku sudah bisa mendengar suara air terjunnya dari sini.” Kata Revanno sambil tersenyum.“Benarkah?” St
Starla masih tampak ragu. Tapi sesaat kemudian ia langsung duduk dan meraih tangan Revanno. Sedangkan Revanno langsung mengeram dalam hati, karena dari posisinya kini ia bisa melihat dengan jelas paha mulus Starla yang terpampang di depan kedua matanya. Begitu juga gundukan yang tertutup oleh kain hitam yang begitu menggoda tersebut.“Revanno, tolong pegangi tanganku. Jangan di lepas.” Kata Starla yang seketika langsung membuat Revanno mengerjap.“I-iya, Sayang,” sahut Revanno sambil berdehem.Perlahan tubuh Starla mulai turun ke air dengan di bantu oleh Revanno. Dan hal pertama yang Starla lakukan adalah berteriak saat air dingin itu mulai membasahi dan meresap ke kulit pori-porinya.“Revanno, dingin!” Starla berteriak sambil tertawa. Semua tubuhnya kini sudah terendam oleh air. “Ayo kita berenang,” ajak Revanno dan Starla langsung mengangguk.Starla dan Revanno lalu mulai berenang di bawah air terjun, bergerak ke sana kemari merasakan sensasi berenang di alam terbuka yang begitu in
“Aku menginginkannya sekarang, Starla” ujar Revanno pelan.A-apa?Kedua bola mata Starla langsung membulat sempurna. Tidak. Ia tidak bisa melakukannya di tempat yang ia kunjungi saat ini. “Revanno, jangan di sini.”Starla menatap sekeliling. Ia tahu, tidak ada orang lain selain hanya dirinya dan juga Revanno di tempat ini. Tapi Starla tetap merasa was-was jika harus melakukannya di tempat yang sangat terbuka.“Lalu dimana? Mobil?” Tanya Revanno.Starla mengernyit. Mobil mereka terparkir cukup jauh, itu berarti mereka harus berjalan sekitar lebih dari sepuluh menit terlebih dahulu untuk kembali ke mobil. Sedangkan saat ini Starla dan Revanno sudah sangat terbakar gairah.“Aku benar-benar menginginkannya, Starla.” Revanno kembali bersuara sambil membelai tubuh Starla.Starla menggeleng. “Nggak, Revanno. Tempat ini terlalu ...” Starla diam sejenak. “Terbuka,” lanjutnya sambil kembali menatap sekeliling. “Nggak ada orang di sini,” sahut Revanno.Starla hanya bisa memejamkan matanya saat
Starla dan Revanno masih berada di dalam mobil. Tapi kali ini mereka sudah kembali memakai pakaiannya masing-masing. Starla masih bergelayut manja di pelukan Revanno, sedangkan Revanno tampak tidak keberatan sama sekali dengan sikap Starla. Hari semakin siang dan mereka tampak enggan untuk pergi dari tempat tersebut.“Starla.” Revanno bersuara terlebih dahulu untuk memecah keheningan selepas aktivitas panas mereka tadi. Starla mendongak dan tersenyum ke arah Revanno. “Kenapa?” Tanyanya sambil mengusap kening Revanno yang sedikit masih berkeringat.Bukanya langsung menjawab, Revanno justru hanya diam saat di tatap oleh Starla seperti itu. Ia lalu menundukkan wajahnya dan mendaratkan ciuman di atas bibir Starla.“Kamu kenapa, sih?” Starla mengernyit bingung.“Nggak apa-apa. Hanya ingin menciummu saja masa nggak boleh?” Starla terkekeh. “Boleh, kok. Boleh.”Baru sedetik Starla mengatupkan bibirnya, Revanno sudah kembali mendaratkan ciuman di atas bibir ranum tersebut. Revanno menjilatn
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t