Pagi menjelang, Pakaian mereka berserakan di lantai. Seorang wanita cantik tengah menatap mereka dengan tatapan marah. Matanya melotot dan kedua tangannya mengepal dengan sangat keras. Wanita itu adalah Jessica, Jessica benar-benar sangat cemburu saat melihat pria yang sangat di cintainya tengah memeluk wanita lain dengan keadaan mereka yang sedang telanjang bulat. Ia sangat paham betul, apa yang tengah mereka lakukan semalaman hingga matahari terbit mereka masih enggan untuk bangun. Senyuman licik menghiasi bibir sexy Jessica, wanita itu melangkahkan kakinya dan menaiki ranjang dan ikut berbaring dengan Lala dan Revan. Sebuah ide cemerlang muncul di otak cantiknya, Jessica beranjaj menindih dan memeluk tubuh polos Revan yang masih tertutup selimut tebal.Merasa tubuhnya berat, Revan lalu membuka matanya perlahan. Saat matanya sudah sepenuhnya terbuka, orang yang pertama ia lihat adalah wajah cantik istri yang sangat ia cintai.Revan merasakan pergerakan di atas tubuhnya lalu bang
Lala tak henti-hentinya tersenyum senang tatkala dirinya sekarang berada di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota. Netranya terus saja menatap takjub ke sembarang arah, melihat banyaknya toko yang menjual berbagai jenis barang serta lalu lalang banyaknya orang yang berkunjung. "Awas!" pekik Revan reflek saat tubuh Lala terhuyung akibat bertabrakan dengan orang yang tengah berjalan berlawanan arah dengannya. Dengan cepat Revan menahan pinggang Lala agar istri cantiknya tersebut tidak jatuh di lantai yang keras. Usai menahan pinggang Lala, dengan posesifnya Revan langsung memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat. "Jalannya hati-hati," tegur Revan pada Lala yang saat ini berada dalam pelukannya. Istrinya itu mengangguk pelan lalu mendongakkan kepalanya menatap ke arah wajah tampan suaminya. Netra ke duanya bertemu, Lala tersenyum lebar sedangkan Revan justru menatapnya dengan dingin. "Aku terlalu senang," ucap Lala dengan lembut. Revan luluh, ia menundukkan sedikit kepalanya aga
Lala membaringkan tubuhnya di atas ranjang hotel, seperti yang di katakan Revan sebelumnya, walaupun mereka hanya berkeliling mall, mereka akan menghabiskan malam di hotel sebagai syarat honeymoon abal-abal yang tengah mereka lakukan. "Capek," keluh Lala sembari memeluk bantal yang berada di sampingnya. Revan yang baru saja melepas baju yang melekat di tubuhnya ikut berbaring di samping istrinya lalu menoleh dan menatap Lala dengan senyum yang merekah. "Capek teriak?" sindir Revan lalu tertawa pelan. Lala menoleh ke arahnya lalu tersenyum sinis. "Kamu juga tadi teriak," kali ini gantian Lala yang menyindir lengkap dengan senyuman yang tak kalah sinis dengan suaminya. Revan diam, skakmat dengan ucapan sang istri lalu mulai berpikir bagaimana caranya mengalihkan pembicaraan mereka, karena jujur ia sangat malu saat ia berteriak keras tadi saat di bioskop. "Kamu juga sama takutnya aku tadi, teriaknya kenceng banget ya ampun!" pekik Lala lalu tertawa dengan keras. Revan hanya bisa pasr
"Ibu aku berkunjung!" seru Lala tatkala baru saja memasuki rumah sang ibu, di lihatnya Norma tengah sibuk melipat pakaian sedangkan Erik tengah sibuk mengerjakan tugas sekolah. Norma yang melihat Lala datang bukannya senang justru menatapnya dengan malas lalu melengos melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Lala yang merasa aneh dengan sikap sang ibu langsung menoleh ke arah Revan yang juga tengah menatapnya dengan heran. "Ibu kenapa?" tanya Lala sembari menghampiri Erik, ia meletakkan plastik putih berisi banyak sekali ikan salmon potong serta rantang yang berisi makanan yang ia masak sendiri beberapa saat yang lalu. "Kami pikir, kakak sudah lupa sama kita. Gak pernah ngasih kabar, bahkan pas baru aja nikah kakak pulang ke rumah kak Revan gak nungguin kita pulang dari sauna. Langsung pergi gitu aja," terang Erik dengan panjang lebar. Lala yang mendengar penjelasan Erik langsung menatap tajam ke arah Revan, ia masih ingat betul bagaimana pria berstatus suaminya ini terus saja
Revan menatap seluruh anggota keluarga barunya dengan bahagia, mereka saat ini tengah makan bersama dengan menu makanan yang di buat sendiri oleh Lala, menu makanan sederhana tapi sangat istimewa bagi mereka. Kebersamaan Lah yang membuat bahagia, bukan uang ataupun yang lainnya. "Kenapa gak makan? Gak suka?" tanya Lala pada Revan yang sedari tadi belum menyentuh makanannya. Pria itu menggeleng lalu mengecup kening sang istri dengan hangat. "Aku nungguin di suapin," ucap Revan dengan manja, seketika ruang makan langsung riuh dengan suara batuk ke dua orang tua Lala serta godaan dari Erik. Lala jadi malu sendiri berada di posisi seperti ini. "Dulu juga aku sering di suapi ibumu," cetus Heru menggoda Lala. "Iya, dulu juga kamu sering nyium keningku." imbuh Norma lalu tertawa pelan melihat ekspresi Lala yang sangat lucu di matanya. "Ciyee...," kini giliran Erik yang menggoda. "Diam, Anak kecil di larang ngomong!" tegur Heru pada Erik yang sukses membungkam mulut mungilnya. Kembali
Lala menyeruput es jeruk yang ia pesan dengan gugup, di hadapannya saat ini ada Jacob yang sedari tadi menatapnya dengan intens."Jacob," panggil Lala dengan suara yang pelan, ada rasa penyesalan yang saat ini menggerogoti hatinya, ia datang dalam kehidupan Jacob dan pergi begitu saja tanpa pamit. Meninggalkan luka yang masih membekas di hati pria tampan ini."Gak nyangka, kita ketemu di sini." Ucap Jacob dengan dingin lalu tersenyum miring. "Mau bilang kebetulan, gak ada yang kebetulan di dunia ini. Mau bilang takdir, kamu jodoh orang. Aku harus apa?" Sinis Jacob lalu mengambil minuman yang ia pesan di atas meja lalu ia teguk hingga kandas."Maaf Jac, aku meninggalkanmu." Tutur Lala merasa bersalah."Permintaan maaf di tolak, aku masih gak ikhlas kamu di miliki orang lain. Seharusnya kamu jadi milik aku." Ungkap Jacob dengan sedikit emosi. Kenyataan bahwa Lala sudah menikah dengan pria lain membuat hatinya semakin terasa sakit, di tambah dengan rasa sayang yang masih ia miliki un
Revan membanting ponsel yang berada di tangannya ke tembok dengan keras hingga benda berbentuk persegi yang pipih tersebut hancur berkeping-keping. Beberapa detik yang lalu body guard yang ia tugaskan untuk menjaga Lala mengiriminya beberapa foto Lala saat berada di cafe. Awalnya fotonya nampak biasa, Lala berpelukan dengan pemilik cafe yang bernama Kak Hani hingga saat foto Lala tengah di peluk oleh Jacob membuat suasana hatinya langsung memanas seketika. Ia tidak rela, jika istri cantik yang sangat ia cintai di peluk oleh pria lain di luar sana. Lala adalah miliknya, dan yang boleh memeluknya adalah dirinya, bukan pria lain."Dia sudah pulang?" Tanya Revan pada salah satu anak buahnya. "Sudah Tuan, Nyonya saat ini berada di ruang makan." Sahut body guardnya dengan nada suara yang sangat sopan. Dengan emosi yang telah menguasai tubuhnya, Revan bangkit dari duduknya dan langsung berjalan menuju ruang makan di mana istrinya berada. Sesampainya ia di sana, ia bisa melihat Lala teng
Satu Minggu berlalu, Lala masih saja mengabaikan Revan, walaupun kadang wanita itu merespon suaminya, pastinya kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat sindiran yang berupa menghina dirinya sendiri. Hal itu tentunya membuat Revan semakin merasa bersalah karena perbuatan serta ucapan tak sopan yang ia tujukan pada sang istri. Revan berdiri di ambang pintu, menaruh ke dua tangannya di saku celana bahan yang di kenakannya sembari menatap Lala yang tengah duduk termenung di sofa kamar. Terlihat jelas di netra Revan, Lala tengah melamun, tatapan matanya kosong lengkap dengan wajahnya yang pucat.Revan mengetuk pintu dengan punggung jarinya, menyadarkan Lala dari lamunannya lalu melirik sekilas ke arah sang suami. Revan berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapannya lalu berjongkok di lantai.Salah satu tangan Revan terulur, menyentuh wajah sang istri yang langsung di tepis kasar oleh Lala."Kamu pucat, belum makan?" Tanya Revan dengan lembut. Lala mengabaikannya, entah ken
Revan berlari tergesa-gesa di sebuah lorong rumah sakit, rambutnya naik turun akibat derap langkahnya yang yang kencang. Bulir bulir keringat membasahi area keningnya. Revan sekarang sudah jauh lebih dewasa, menjadi ayah dari seorang putri yang sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Usia Becca saat ini sudah menginjak sepuluh tahun, dan hari ini Revan akan kedatangan anggota keluarga baru, Lala saat ini sedang berada di rumah sakit untuk melahirkan buah cintanya dengan Revan yang kedua.Revan menghentikan langkahnya saat ia melihat putrinya, Becca sedang duduk di sebuah kursi samping pintu sebuah kamar. Di sana juga ada Erik dan Norma yang sedang menunggu. Sedangkan Heru sedang mengurus pabrik makanan ringan yang di rintis Revan dengannya. Pabrik yang awalnya rumahan dan kecil, sekarang sudah berubah menjadi pabrik besar dengan mesin mesin canggih yang memproses pembuatan makanan ringan. Bisa di bilang sekarang Revan mendapatkan kesuksesannya kembali. Keluarga mereka juga t
Tangan Revan terulur menghapus air mata Lala yang terus mengalir dengan derasnya. Putri kecilnya juga ikut menangis saat melihat Lala menangis."Ssstt.... Kan buat putri kecil kita juga menangis." ujar Revan dan Lala langsung menghentikan tangisnya lalu menimang bayi kecilnya."Siapa namanya?" tanya Lala dan Revan menggaruk kepalanya yang tiba tiba terasa gatal. Ia tahu pasti bahwa Lala akan memukulnya lagi jika dia beri tahu bahwa putri mereka belum ia beri nama."Siapa namanya?" Lala mengulangi pertanyaannya sembari menatap Revan."Dia belum kuberi nama," jawab Revan.Lala memukuli kepala Revan dengan membabi buta, matanya menatap tajam ke arah sang suami yang sedang mengelus kepalanya yang terasa sakit akibat pukulannya."Dasar ayah tidak waras!" maki Lala dan Revan memasang jengkelnya."Apa? Mau marah?" ujar Lala sembari memberi tatapan devil pada sang suami."Aku menunggumu sadar, Kalo aku kasih nama terus kamunya gak suka gimana? Kamu marah sama aku." tutur Revan dan Lala
Revan berjalan santai di lorong rumah sakit, dalam gendongannya saat ini ada bayi kecilnya, kaki-kaki mungil bayi itu terus saja bergerak ke udara dalam gendongan Revan. Tangan mungil bayi itu terus saja memukul mukul rahang Revan dengan keras. Senyum bayi itu terus mengembang saat melihat sang ayah terkekeh akibat perbuatannya. Tangan kanan Revan menenteng sebuah tas bayi dengan isi perlengkapan milik putri lucunya.Usia bayi mungil Revan saat ini sudah berusia 2 bulan, berarti sudah 2 bulan juga Lala terbaring koma. Selama 2 bulan itu juga Revan selalu menjaga putri kecilnya yang hingga saat ini ia belum beri nama.Semua anggota keluarga terus memaksa Revan agar memberi nama bayi itu, namun Revan selalu menolaknya, ia akan memberi nama putri kecilnya saat Lala sudah sadar. Revan sangat yakin bahwa Lala akan sadar dari koma, ia benar benar sangat yakin dengan hal itu.Dan mengenai Jacob, Jessica dan si penghianat Max, mereka ada dalam pengawasan Endy. Endy mengurung ke tiga oran
Jari jari Revan bergerak secara perlahan, mata yang menutup selama satu minggu kini sudah mulai terbuka, Revan mengerjap ngerjapkan matanya berkali kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.Aroma obat obatnya menyeruak indra penciumannya, orang yang pertama Revan lihat adalah Endy-sang ayah."Syukurlah kau sudah sadar," ucap Endy sembari tersenyum manis ke arah Revan.Pandangan Revan mengedar ke penjuru ruangan yang ia yakini sebagai rumah sakit, ia mencari-cari sesosok yang sudah membuatnya jatuh hati sekaligus jatuh cinta."Di mana Lala?" tanya Revan terdengar seperti sebuah bisikan karena dia benar benar masih lemas. Namun begitu, Endy masih bisa mendengarnya."Lala di rawat di ruangan lain," jelas Endy dan membuat mata Revan melebar."Lala terluka?" tanya Revan dengan ekspresi yang sangat khawatir dan juga cemas."Setelah kamu di tusuk oleh Jacob, Jessica menikam perut Lala," jelas Endy yang membuat Revan mengepalkan tangannya dengan rapat, rahangny
Bulan demi bulan di lewati oleh Lala dan juga Revan, kehidupan rumah tangga mereka selama 8 bulan ini sangat baik, tak ada pengganggu atau masalah besar yang mereka hadapi selama 8 bulan terakhir ini setelah kejadian penyerangan waktu itu. Hanya terkadang ada saja masalah kecil yang mereka hadapi, namun mereka masih bisa menyelesaikannya.Usia kandungan Lala sudah memasuki usia 8 bulan, perut rata Lala kini sudah membesar, emosinya juga kadang meledak dan sang suami Revan lah yang menjadi sasaran amukannya.Sekarang Lala sedang berada di balkon kamarnya sendirian, menikmati semilir angin yang menerpa kulit wajahnya, sangat sejuk. Tak lupa Lala juga mengelus perutnya yang membesar karena ada dua jabang bayi yang ada di dalam.Sikap pengecut Lala yang tak berani mengungkapkan perasaan cintanya pada Revan masih membuat Revan berfikir bahwa Lala belum mencintainya. Namun di hati Lala, nama Revan sudah terukir sangat indah di hatinya.Mata Lala memincing saat ia melihat ada seseorang y
Jari-jemari Revan bergerak sedikit demi sedikit, Max yang tengah berdiri di samping ranjang tempat di mana Revan berbaring langsung bergerak mendekat dan melihat bagaimana kondisi sang majikan. Perlahan ke dua mata Revan terbuka, baru saja ia membuka matanya sebentar, ia kembali menutupnya kembali saat cahaya lampu kamar rumah sakit menyambutnya dengan silau. Al hasil ia harus mengerjakan ke dua matanya beberapa kali agar terbiasa dengan cahaya lampu yang masuk ke dalam retina matanya."Tuan sudah sadar? Aku akan panggilkan dokter." Ucap Max lalu hendak bergegas keluar dari kamar, namun belum sempat Max melangkah, lengannya sudah di tahan oleh Revan lalu memberikan sebuah isyarat agar ia tidak perlu memanggilkan dokter dengan cara menggelengkan kepalanya pelan."Di mana Lala?" Tanya Revan dengan lemah saat teringat pada sang istri, terakhir kali ia melihat Lala wanita yang sangat amat ia cintai tersebut dalam kondisi pendarahan. Mungkin itu efek karena ia jatuh saat menggendong Lala
Revan menatap Lala dengan senyuman yang merekah, melihat sang istri begitu bahagia menyantap beberapa menu makanan yang telah ia beli beberapa saat lalu."Kamu mau apa?" Tanya Lala dengan sinis tatkala ia melihat Revan mengambil sepotong pizza miliknya."Makan," jawab Revan dengan santai lalu mengarahkan sepotong pizza tersebut ke arah mulutnya."Jangan di makan!" Larang Lala tiba-tiba, membuat Revan mengurungkan niatnya untuk memakan sepotong pizza berbentuk segitiga tersebut."Kenapa?""Gak boleh, semua makanan di sini punya aku. Siapapun gak boleh minta atau makan, siapapun termasuk kamu!" Larang Lala mendadak jadi egois, ia bahkan merampas sepotong pizza dari tangan suaminya. Revan yang melihat tingkah Lala justru terkekeh geli, merasa lucu dengan sikap baru yang di tunjukkan sang istri padanya semenjak ia mengandung."Ok, aku gak bakalan makan." Putus Revan mengalah. Ia lalu duduk di samping Lala, merengkuh tubuh mungil sang istri ke dalam dekapannya, menemani Lala yang ter
Sepanjang perjalanan dari rumah sakit ke rumah, Revan terus saja menggenggam erat tangan Lala, sesekali ia mengusapnya dengan lembut lalu mengecupnya dengan penuh cinta. Lala yang melihat perlakuan romantis dari sang suami hanya tersenyum manis, cukup bahagia dengan hal kecil yang di lakukan sang suami terhadapnya."Kenapa berhenti?" Tanya Revan tatkala mobil yang ia kendarai tiba-tiba berhenti di tengah jalan."Lampu merah Tuan," balas Max dengan sopan."Terobos!" Titah Revan tidak sabaran. Max hanya mengangguk pelan lalu hendak menginjak pedas, namun dengan cepat Lala melarangnya."Jangan!" Seru Lala dengan cepat, membuat Max mengurungkan niatnya untuk menerobos saat lampu merah menyala."Sayang, nanti bakal lama kalo nungguin." Ucap Revan sembari membelai lembut kepala Lala lalu menari sedikit rambut panjang sang istri untuk ia arahkan ke hidungnya, menghirup aroma wangi dari shampoo yang di gunakan Lala.Dengan wajah yang cemberut, Lala menatap Revan dengan tatapan mata yang
Satu Minggu berlalu, Lala masih saja mengabaikan Revan, walaupun kadang wanita itu merespon suaminya, pastinya kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat sindiran yang berupa menghina dirinya sendiri. Hal itu tentunya membuat Revan semakin merasa bersalah karena perbuatan serta ucapan tak sopan yang ia tujukan pada sang istri. Revan berdiri di ambang pintu, menaruh ke dua tangannya di saku celana bahan yang di kenakannya sembari menatap Lala yang tengah duduk termenung di sofa kamar. Terlihat jelas di netra Revan, Lala tengah melamun, tatapan matanya kosong lengkap dengan wajahnya yang pucat.Revan mengetuk pintu dengan punggung jarinya, menyadarkan Lala dari lamunannya lalu melirik sekilas ke arah sang suami. Revan berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapannya lalu berjongkok di lantai.Salah satu tangan Revan terulur, menyentuh wajah sang istri yang langsung di tepis kasar oleh Lala."Kamu pucat, belum makan?" Tanya Revan dengan lembut. Lala mengabaikannya, entah ken