Satu Minggu berlalu, Lala masih saja mengabaikan Revan, walaupun kadang wanita itu merespon suaminya, pastinya kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat sindiran yang berupa menghina dirinya sendiri. Hal itu tentunya membuat Revan semakin merasa bersalah karena perbuatan serta ucapan tak sopan yang ia tujukan pada sang istri. Revan berdiri di ambang pintu, menaruh ke dua tangannya di saku celana bahan yang di kenakannya sembari menatap Lala yang tengah duduk termenung di sofa kamar. Terlihat jelas di netra Revan, Lala tengah melamun, tatapan matanya kosong lengkap dengan wajahnya yang pucat.Revan mengetuk pintu dengan punggung jarinya, menyadarkan Lala dari lamunannya lalu melirik sekilas ke arah sang suami. Revan berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapannya lalu berjongkok di lantai.Salah satu tangan Revan terulur, menyentuh wajah sang istri yang langsung di tepis kasar oleh Lala."Kamu pucat, belum makan?" Tanya Revan dengan lembut. Lala mengabaikannya, entah ken
Sepanjang perjalanan dari rumah sakit ke rumah, Revan terus saja menggenggam erat tangan Lala, sesekali ia mengusapnya dengan lembut lalu mengecupnya dengan penuh cinta. Lala yang melihat perlakuan romantis dari sang suami hanya tersenyum manis, cukup bahagia dengan hal kecil yang di lakukan sang suami terhadapnya."Kenapa berhenti?" Tanya Revan tatkala mobil yang ia kendarai tiba-tiba berhenti di tengah jalan."Lampu merah Tuan," balas Max dengan sopan."Terobos!" Titah Revan tidak sabaran. Max hanya mengangguk pelan lalu hendak menginjak pedas, namun dengan cepat Lala melarangnya."Jangan!" Seru Lala dengan cepat, membuat Max mengurungkan niatnya untuk menerobos saat lampu merah menyala."Sayang, nanti bakal lama kalo nungguin." Ucap Revan sembari membelai lembut kepala Lala lalu menari sedikit rambut panjang sang istri untuk ia arahkan ke hidungnya, menghirup aroma wangi dari shampoo yang di gunakan Lala.Dengan wajah yang cemberut, Lala menatap Revan dengan tatapan mata yang
Revan menatap Lala dengan senyuman yang merekah, melihat sang istri begitu bahagia menyantap beberapa menu makanan yang telah ia beli beberapa saat lalu."Kamu mau apa?" Tanya Lala dengan sinis tatkala ia melihat Revan mengambil sepotong pizza miliknya."Makan," jawab Revan dengan santai lalu mengarahkan sepotong pizza tersebut ke arah mulutnya."Jangan di makan!" Larang Lala tiba-tiba, membuat Revan mengurungkan niatnya untuk memakan sepotong pizza berbentuk segitiga tersebut."Kenapa?""Gak boleh, semua makanan di sini punya aku. Siapapun gak boleh minta atau makan, siapapun termasuk kamu!" Larang Lala mendadak jadi egois, ia bahkan merampas sepotong pizza dari tangan suaminya. Revan yang melihat tingkah Lala justru terkekeh geli, merasa lucu dengan sikap baru yang di tunjukkan sang istri padanya semenjak ia mengandung."Ok, aku gak bakalan makan." Putus Revan mengalah. Ia lalu duduk di samping Lala, merengkuh tubuh mungil sang istri ke dalam dekapannya, menemani Lala yang ter
Jari-jemari Revan bergerak sedikit demi sedikit, Max yang tengah berdiri di samping ranjang tempat di mana Revan berbaring langsung bergerak mendekat dan melihat bagaimana kondisi sang majikan. Perlahan ke dua mata Revan terbuka, baru saja ia membuka matanya sebentar, ia kembali menutupnya kembali saat cahaya lampu kamar rumah sakit menyambutnya dengan silau. Al hasil ia harus mengerjakan ke dua matanya beberapa kali agar terbiasa dengan cahaya lampu yang masuk ke dalam retina matanya."Tuan sudah sadar? Aku akan panggilkan dokter." Ucap Max lalu hendak bergegas keluar dari kamar, namun belum sempat Max melangkah, lengannya sudah di tahan oleh Revan lalu memberikan sebuah isyarat agar ia tidak perlu memanggilkan dokter dengan cara menggelengkan kepalanya pelan."Di mana Lala?" Tanya Revan dengan lemah saat teringat pada sang istri, terakhir kali ia melihat Lala wanita yang sangat amat ia cintai tersebut dalam kondisi pendarahan. Mungkin itu efek karena ia jatuh saat menggendong Lala
Bulan demi bulan di lewati oleh Lala dan juga Revan, kehidupan rumah tangga mereka selama 8 bulan ini sangat baik, tak ada pengganggu atau masalah besar yang mereka hadapi selama 8 bulan terakhir ini setelah kejadian penyerangan waktu itu. Hanya terkadang ada saja masalah kecil yang mereka hadapi, namun mereka masih bisa menyelesaikannya.Usia kandungan Lala sudah memasuki usia 8 bulan, perut rata Lala kini sudah membesar, emosinya juga kadang meledak dan sang suami Revan lah yang menjadi sasaran amukannya.Sekarang Lala sedang berada di balkon kamarnya sendirian, menikmati semilir angin yang menerpa kulit wajahnya, sangat sejuk. Tak lupa Lala juga mengelus perutnya yang membesar karena ada dua jabang bayi yang ada di dalam.Sikap pengecut Lala yang tak berani mengungkapkan perasaan cintanya pada Revan masih membuat Revan berfikir bahwa Lala belum mencintainya. Namun di hati Lala, nama Revan sudah terukir sangat indah di hatinya.Mata Lala memincing saat ia melihat ada seseorang y
Jari jari Revan bergerak secara perlahan, mata yang menutup selama satu minggu kini sudah mulai terbuka, Revan mengerjap ngerjapkan matanya berkali kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.Aroma obat obatnya menyeruak indra penciumannya, orang yang pertama Revan lihat adalah Endy-sang ayah."Syukurlah kau sudah sadar," ucap Endy sembari tersenyum manis ke arah Revan.Pandangan Revan mengedar ke penjuru ruangan yang ia yakini sebagai rumah sakit, ia mencari-cari sesosok yang sudah membuatnya jatuh hati sekaligus jatuh cinta."Di mana Lala?" tanya Revan terdengar seperti sebuah bisikan karena dia benar benar masih lemas. Namun begitu, Endy masih bisa mendengarnya."Lala di rawat di ruangan lain," jelas Endy dan membuat mata Revan melebar."Lala terluka?" tanya Revan dengan ekspresi yang sangat khawatir dan juga cemas."Setelah kamu di tusuk oleh Jacob, Jessica menikam perut Lala," jelas Endy yang membuat Revan mengepalkan tangannya dengan rapat, rahangny
Revan berjalan santai di lorong rumah sakit, dalam gendongannya saat ini ada bayi kecilnya, kaki-kaki mungil bayi itu terus saja bergerak ke udara dalam gendongan Revan. Tangan mungil bayi itu terus saja memukul mukul rahang Revan dengan keras. Senyum bayi itu terus mengembang saat melihat sang ayah terkekeh akibat perbuatannya. Tangan kanan Revan menenteng sebuah tas bayi dengan isi perlengkapan milik putri lucunya.Usia bayi mungil Revan saat ini sudah berusia 2 bulan, berarti sudah 2 bulan juga Lala terbaring koma. Selama 2 bulan itu juga Revan selalu menjaga putri kecilnya yang hingga saat ini ia belum beri nama.Semua anggota keluarga terus memaksa Revan agar memberi nama bayi itu, namun Revan selalu menolaknya, ia akan memberi nama putri kecilnya saat Lala sudah sadar. Revan sangat yakin bahwa Lala akan sadar dari koma, ia benar benar sangat yakin dengan hal itu.Dan mengenai Jacob, Jessica dan si penghianat Max, mereka ada dalam pengawasan Endy. Endy mengurung ke tiga oran
Tangan Revan terulur menghapus air mata Lala yang terus mengalir dengan derasnya. Putri kecilnya juga ikut menangis saat melihat Lala menangis."Ssstt.... Kan buat putri kecil kita juga menangis." ujar Revan dan Lala langsung menghentikan tangisnya lalu menimang bayi kecilnya."Siapa namanya?" tanya Lala dan Revan menggaruk kepalanya yang tiba tiba terasa gatal. Ia tahu pasti bahwa Lala akan memukulnya lagi jika dia beri tahu bahwa putri mereka belum ia beri nama."Siapa namanya?" Lala mengulangi pertanyaannya sembari menatap Revan."Dia belum kuberi nama," jawab Revan.Lala memukuli kepala Revan dengan membabi buta, matanya menatap tajam ke arah sang suami yang sedang mengelus kepalanya yang terasa sakit akibat pukulannya."Dasar ayah tidak waras!" maki Lala dan Revan memasang jengkelnya."Apa? Mau marah?" ujar Lala sembari memberi tatapan devil pada sang suami."Aku menunggumu sadar, Kalo aku kasih nama terus kamunya gak suka gimana? Kamu marah sama aku." tutur Revan dan Lala
Revan berlari tergesa-gesa di sebuah lorong rumah sakit, rambutnya naik turun akibat derap langkahnya yang yang kencang. Bulir bulir keringat membasahi area keningnya. Revan sekarang sudah jauh lebih dewasa, menjadi ayah dari seorang putri yang sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Usia Becca saat ini sudah menginjak sepuluh tahun, dan hari ini Revan akan kedatangan anggota keluarga baru, Lala saat ini sedang berada di rumah sakit untuk melahirkan buah cintanya dengan Revan yang kedua.Revan menghentikan langkahnya saat ia melihat putrinya, Becca sedang duduk di sebuah kursi samping pintu sebuah kamar. Di sana juga ada Erik dan Norma yang sedang menunggu. Sedangkan Heru sedang mengurus pabrik makanan ringan yang di rintis Revan dengannya. Pabrik yang awalnya rumahan dan kecil, sekarang sudah berubah menjadi pabrik besar dengan mesin mesin canggih yang memproses pembuatan makanan ringan. Bisa di bilang sekarang Revan mendapatkan kesuksesannya kembali. Keluarga mereka juga t
Tangan Revan terulur menghapus air mata Lala yang terus mengalir dengan derasnya. Putri kecilnya juga ikut menangis saat melihat Lala menangis."Ssstt.... Kan buat putri kecil kita juga menangis." ujar Revan dan Lala langsung menghentikan tangisnya lalu menimang bayi kecilnya."Siapa namanya?" tanya Lala dan Revan menggaruk kepalanya yang tiba tiba terasa gatal. Ia tahu pasti bahwa Lala akan memukulnya lagi jika dia beri tahu bahwa putri mereka belum ia beri nama."Siapa namanya?" Lala mengulangi pertanyaannya sembari menatap Revan."Dia belum kuberi nama," jawab Revan.Lala memukuli kepala Revan dengan membabi buta, matanya menatap tajam ke arah sang suami yang sedang mengelus kepalanya yang terasa sakit akibat pukulannya."Dasar ayah tidak waras!" maki Lala dan Revan memasang jengkelnya."Apa? Mau marah?" ujar Lala sembari memberi tatapan devil pada sang suami."Aku menunggumu sadar, Kalo aku kasih nama terus kamunya gak suka gimana? Kamu marah sama aku." tutur Revan dan Lala
Revan berjalan santai di lorong rumah sakit, dalam gendongannya saat ini ada bayi kecilnya, kaki-kaki mungil bayi itu terus saja bergerak ke udara dalam gendongan Revan. Tangan mungil bayi itu terus saja memukul mukul rahang Revan dengan keras. Senyum bayi itu terus mengembang saat melihat sang ayah terkekeh akibat perbuatannya. Tangan kanan Revan menenteng sebuah tas bayi dengan isi perlengkapan milik putri lucunya.Usia bayi mungil Revan saat ini sudah berusia 2 bulan, berarti sudah 2 bulan juga Lala terbaring koma. Selama 2 bulan itu juga Revan selalu menjaga putri kecilnya yang hingga saat ini ia belum beri nama.Semua anggota keluarga terus memaksa Revan agar memberi nama bayi itu, namun Revan selalu menolaknya, ia akan memberi nama putri kecilnya saat Lala sudah sadar. Revan sangat yakin bahwa Lala akan sadar dari koma, ia benar benar sangat yakin dengan hal itu.Dan mengenai Jacob, Jessica dan si penghianat Max, mereka ada dalam pengawasan Endy. Endy mengurung ke tiga oran
Jari jari Revan bergerak secara perlahan, mata yang menutup selama satu minggu kini sudah mulai terbuka, Revan mengerjap ngerjapkan matanya berkali kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.Aroma obat obatnya menyeruak indra penciumannya, orang yang pertama Revan lihat adalah Endy-sang ayah."Syukurlah kau sudah sadar," ucap Endy sembari tersenyum manis ke arah Revan.Pandangan Revan mengedar ke penjuru ruangan yang ia yakini sebagai rumah sakit, ia mencari-cari sesosok yang sudah membuatnya jatuh hati sekaligus jatuh cinta."Di mana Lala?" tanya Revan terdengar seperti sebuah bisikan karena dia benar benar masih lemas. Namun begitu, Endy masih bisa mendengarnya."Lala di rawat di ruangan lain," jelas Endy dan membuat mata Revan melebar."Lala terluka?" tanya Revan dengan ekspresi yang sangat khawatir dan juga cemas."Setelah kamu di tusuk oleh Jacob, Jessica menikam perut Lala," jelas Endy yang membuat Revan mengepalkan tangannya dengan rapat, rahangny
Bulan demi bulan di lewati oleh Lala dan juga Revan, kehidupan rumah tangga mereka selama 8 bulan ini sangat baik, tak ada pengganggu atau masalah besar yang mereka hadapi selama 8 bulan terakhir ini setelah kejadian penyerangan waktu itu. Hanya terkadang ada saja masalah kecil yang mereka hadapi, namun mereka masih bisa menyelesaikannya.Usia kandungan Lala sudah memasuki usia 8 bulan, perut rata Lala kini sudah membesar, emosinya juga kadang meledak dan sang suami Revan lah yang menjadi sasaran amukannya.Sekarang Lala sedang berada di balkon kamarnya sendirian, menikmati semilir angin yang menerpa kulit wajahnya, sangat sejuk. Tak lupa Lala juga mengelus perutnya yang membesar karena ada dua jabang bayi yang ada di dalam.Sikap pengecut Lala yang tak berani mengungkapkan perasaan cintanya pada Revan masih membuat Revan berfikir bahwa Lala belum mencintainya. Namun di hati Lala, nama Revan sudah terukir sangat indah di hatinya.Mata Lala memincing saat ia melihat ada seseorang y
Jari-jemari Revan bergerak sedikit demi sedikit, Max yang tengah berdiri di samping ranjang tempat di mana Revan berbaring langsung bergerak mendekat dan melihat bagaimana kondisi sang majikan. Perlahan ke dua mata Revan terbuka, baru saja ia membuka matanya sebentar, ia kembali menutupnya kembali saat cahaya lampu kamar rumah sakit menyambutnya dengan silau. Al hasil ia harus mengerjakan ke dua matanya beberapa kali agar terbiasa dengan cahaya lampu yang masuk ke dalam retina matanya."Tuan sudah sadar? Aku akan panggilkan dokter." Ucap Max lalu hendak bergegas keluar dari kamar, namun belum sempat Max melangkah, lengannya sudah di tahan oleh Revan lalu memberikan sebuah isyarat agar ia tidak perlu memanggilkan dokter dengan cara menggelengkan kepalanya pelan."Di mana Lala?" Tanya Revan dengan lemah saat teringat pada sang istri, terakhir kali ia melihat Lala wanita yang sangat amat ia cintai tersebut dalam kondisi pendarahan. Mungkin itu efek karena ia jatuh saat menggendong Lala
Revan menatap Lala dengan senyuman yang merekah, melihat sang istri begitu bahagia menyantap beberapa menu makanan yang telah ia beli beberapa saat lalu."Kamu mau apa?" Tanya Lala dengan sinis tatkala ia melihat Revan mengambil sepotong pizza miliknya."Makan," jawab Revan dengan santai lalu mengarahkan sepotong pizza tersebut ke arah mulutnya."Jangan di makan!" Larang Lala tiba-tiba, membuat Revan mengurungkan niatnya untuk memakan sepotong pizza berbentuk segitiga tersebut."Kenapa?""Gak boleh, semua makanan di sini punya aku. Siapapun gak boleh minta atau makan, siapapun termasuk kamu!" Larang Lala mendadak jadi egois, ia bahkan merampas sepotong pizza dari tangan suaminya. Revan yang melihat tingkah Lala justru terkekeh geli, merasa lucu dengan sikap baru yang di tunjukkan sang istri padanya semenjak ia mengandung."Ok, aku gak bakalan makan." Putus Revan mengalah. Ia lalu duduk di samping Lala, merengkuh tubuh mungil sang istri ke dalam dekapannya, menemani Lala yang ter
Sepanjang perjalanan dari rumah sakit ke rumah, Revan terus saja menggenggam erat tangan Lala, sesekali ia mengusapnya dengan lembut lalu mengecupnya dengan penuh cinta. Lala yang melihat perlakuan romantis dari sang suami hanya tersenyum manis, cukup bahagia dengan hal kecil yang di lakukan sang suami terhadapnya."Kenapa berhenti?" Tanya Revan tatkala mobil yang ia kendarai tiba-tiba berhenti di tengah jalan."Lampu merah Tuan," balas Max dengan sopan."Terobos!" Titah Revan tidak sabaran. Max hanya mengangguk pelan lalu hendak menginjak pedas, namun dengan cepat Lala melarangnya."Jangan!" Seru Lala dengan cepat, membuat Max mengurungkan niatnya untuk menerobos saat lampu merah menyala."Sayang, nanti bakal lama kalo nungguin." Ucap Revan sembari membelai lembut kepala Lala lalu menari sedikit rambut panjang sang istri untuk ia arahkan ke hidungnya, menghirup aroma wangi dari shampoo yang di gunakan Lala.Dengan wajah yang cemberut, Lala menatap Revan dengan tatapan mata yang
Satu Minggu berlalu, Lala masih saja mengabaikan Revan, walaupun kadang wanita itu merespon suaminya, pastinya kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat sindiran yang berupa menghina dirinya sendiri. Hal itu tentunya membuat Revan semakin merasa bersalah karena perbuatan serta ucapan tak sopan yang ia tujukan pada sang istri. Revan berdiri di ambang pintu, menaruh ke dua tangannya di saku celana bahan yang di kenakannya sembari menatap Lala yang tengah duduk termenung di sofa kamar. Terlihat jelas di netra Revan, Lala tengah melamun, tatapan matanya kosong lengkap dengan wajahnya yang pucat.Revan mengetuk pintu dengan punggung jarinya, menyadarkan Lala dari lamunannya lalu melirik sekilas ke arah sang suami. Revan berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapannya lalu berjongkok di lantai.Salah satu tangan Revan terulur, menyentuh wajah sang istri yang langsung di tepis kasar oleh Lala."Kamu pucat, belum makan?" Tanya Revan dengan lembut. Lala mengabaikannya, entah ken