Share

Bab 5 : Trik Licik

Penulis: Az Zidan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-05 21:53:54

Alarm berbunyi membangunkan sang pemilik jam. Sejatinya sang pria sudah terjaga dua jam sebelum jam itu berbunyi. Ia membuka lebar jendela kacanya kemudian duduk di kusen tanpa mengenakan pakaian. Hanya dengan balutan celana boxer yang membungkus pinggang sampai lututnya. 

Mata hitam terangnya menelisik dedaunan yang bergoyang tertiup oleh angin pagi. Udara di pagi hari memang sangat menyegarkan. 

Ghazi, menyahut kaos oblong berwarna hitam kemudian mengenakan sepatu olahraga dan siap untuk mencari keringat. Berkeliling komplek sampai jam kerja dimulai. 

“Pagi, Pak. Kopi.” Pria itu menyodorkan kopi pada satpam yang sudah berjaga di pos. Senyumnya mengembang sempurna. Jauh berbeda kala ia menghadapi Divya. 

“Terima kasih, Mas. Mau olahraga?” Ghazi hanya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian ia mulai mengambil langkah kecil sebagai pemanasan sebelum mulai berlari. 

“Hati-hati, Mas!” teriak satpam itu. 

"Keren pisan euy! Baru kali ini ada yang buatkan kopi," tambahnya. 

Matahari masih belum menampakkan sinarnya. Benar saja, masih terlalu dini untuk sang surya hadir. Jam masih berada di angka lima. Sebagian orang masih berkelung hangat dengan selimut. 

*

Tiba giliran Divya yang membuka mata tepat di jarum jam berada diangka enam. Kepalanya tidak merasakan pening. Namun, badannya remuk. Dia sudah terlalu banyak pemberontakan kemarin. 

Gadis berambut panjang itu menuju ke balkon. Matanya langsung melihat satu sosok yang begitu dia benci. Pushup di halaman rumah tepat semalam dirinya mencoba turun dari kamar. 

"Pikir Divya! Gimana caranya buat laki-laki sialan itu enyah dari idup lo!" gerutunya. 

Suara ketukan pintu membuat konsentrasinya memudar. Ia menoleh dan pelayan yang diminta untuk membangunkannya sudah masuk dengan senyuman kikuk. 

"Maaf, Nona. Saya kira Anda belum bangun. Tuan dan Nyonya sudah menunggu Anda."

"Oke, pergilah!" usir Divya. Sikap wanita itu memang tidak pernah kasar. Akan tetapi, kata-katanya tidak juga bisa disebut lembut. 

Divya terlalu dimanjakan oleh ke dua orangtuanya. Sehingga kini tingkahnya semakin brutal. Belum lagi perhatian dari ibu yang kurang. Greta terlalu sibuk dengan kawan-kawan sosialitanya. Memasrahkan Divya pada semua pelayan di rumah. 

Apa saja yang diinginkan oleh Divya dengan mudah dikabulkan oleh mereka. Menjadikan gadis muda itu tidak lagi tahu bagaimana caranya berjuang melawan kerasnya hidup yang sesungguhnya. 

"Selamat pagi, Tuan, Nyonya."

"Ghaz. Kamu sudah bangun, aku minta maaf untuk yang semalam," sesal Hendery. Ia sudah mendengar apa yang dialami oleh laki-laki yang baru bekerja dengan dirinya sehari-hari dari satpam. 

"Kamu bisa kembali ke rumahmu, kalau pekerjaan ini di luar kendali, Ghaz. Kamu bisa kembali saat jam kerjamu tiba. Tidak perlu menginap di sini."

"Tidak masalah, Tuan. Ini sesuai dengan harga yang Anda tawarkan. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan."

"Tidak, Ghaz. Kami yang harus berterima kasih. Kami percayakan anakku Anda," tukas Hendery. 

Greta mengangguk setuju. Dia tidak akan membantah apa pun yang difatwakan Hendery. 

"Baik, bersihkan dirimu dan ayo! Kita sarapan bersama," ajak Hendery. 

"Tidak Tuan, Anda dan Nyonya terlebih dulu, saya bisa nanti."

Selalu penolakan itu yang ditinggalkan pada majikannya. Ghazi tahu diri dan sadar akan posisinya. Sebelum masuk ke kamar. Pria berusia enam tahun lebih tua dari Divya itu menyempatkan diri ke dapur. Hanya untuk mencari air dingin, serta beberapa buah untuk sarapannya. 

Divya turun saat semua orang telah meninggalkan meja makan. Ghazi sudah bersiap dengan berlayar. Berdiri di samping tangga menantikan Divya. 

Divya memutar bola matanya, malas melihat pemandangan membosankan itu. Lagi-lagi pengaturan hitam itu menyambutnya di pagi hari. 

"Warna pink jauh lebih cocok untukmu daripada hitam," sindirnya.

Namun, Ghazi sama sekali tidak menghiraukan ucapan itu. Dia tetap berdiri mematung dengan memutar lurus ke depan. 

Gadis itu mendekati meja dan mencomot satu roti lapis juga membawa satu botol air kemudian keluar berjalan keluar rumah. 

Ia kelaparan karena melewatkan makan lalu tertidur karena rasa lelah yang menggebu. 

Ghazi membuka pintu mobil seperti sebelumnya. Akan tetapi, untuk kesekian kali, Divya membuka pintu depan. Duduk di samping Ghazi. 

Pria berpakaian rapi itu menutup kembali pintu dan berjalan memutar. Ghazi mulai menjalankan mobil. Tanpa ada perbincangan yang terjadi. 

Divya sibuk dengan roti lapisnya hingga mulut penuh. Sementara Ghazi menatap ke luar tanpa mau melirik Divya sedikit pun. 

"Jemput Ivy!" perintah Divya, dengan mulut yang penuh. Sampai dia bertanya-tanya. 

Ghazi meraih botol minum yang ada di sebelahnya dan mengulurkan tangan pada Divya. 

"Ngak usah sok baik!" seru Divya setelah merasa baikan usai meneguk air. Mendorong roti yang tersangkut di tenggorokan. 

"Sama-sama, Nona. Sudah tugasku," timpal Ghazi. Seolah Divya mengucapkan kata terima kasih. Sekaligus sindiran keras untuk gadis itu. 

"Sotoy! Inget ya! Lu gak akan bertahan lebih dari satu minggu!"

"Kita lihat saja nanti. Jika saya bertahan lebih dari itu, apa yang Anda tawarkan padaku?"

"Ngarep banget lo! Sumpah demi bumi ini, gue benci banget sama lo!" geram Divya. 

Ghazi bungkam. Mobil merah sudah berhenti di depan kostan Ivy. Gadis itu sudah berdiri di ambang pintu. Siap untuk memulai hari. Bahkan Divya tidak perlu repot-repot keluar dari mobil. 

"Kok udah siap aja, sih?! Harusnya lo tuh nungguin gue dateng. Baru mandi!" kesal Divya. 

"Lhah? Gimana ceritanya? Yang ada aku telat, Div. Kamu, ya. Kadang-kadang," keluh Ivy. 

Ia merasa bahwa temannya itu sudah mulai aneh. 

"Div, kamu baik-baik aja, kan? Ke mana semalam?" celetuk Ivy. Kala mengingat pencarian yang dilakukan Ghazi. 

"Gue pengen minggat asli! Idup gue udah kagak baek-baek, Ivy. Ini udah keterlaluan!"

"Apanya yang nggak baek? Kamu kan yang kabur, coba kalau nurut sama papa dan mamamu. Semua akan baik-baik aja lho," saran Ivy. 

Divya menoleh dan memelotot pada gadis berambut keriting itu. 

"Sejak kapan Lo mulai kasih wejangan nggak guna, huh?! Sumpah! Ada apa, sih sama Lo?!"

"Aku— aku hanya—" Ivy hanya mengingat kata-kata ayah dari sahabatnya itu. Dia sudah mengatakan memengaruhi kehidupan Divya, bukan? Akan tetapi, Ivy tidak ingin mengungkapkan pada Divya.

"Apa?! Ini karena Lo suka ama dia kan?! Ambil tuh! Bawa dia pergi dari idup gue! Gedeg banget ama kalian berdua!"

Divya keluar dari mobil tepat saat roda berhenti berputar. Universitas Briona sudah di depan mata. Lagi-lagi pintu terbanting dengan kuat. 

"Dia emang gitu Bang. Biarin aja, aku yakin, kok kalau Divya bakalan nurut nanti. Hanya masalah waktu," kata Ivy. 

Namun, Ghazi tidak mendengar sepenuhnya ucapan Ivy. Ia sudah keluar mobil dan mengikuti Divya. 

"Dih! Bener kali, ya. Kalau pria itu menyebalkan! Tapi, sumpah! Dia ganteng dan keren!" gumam Ivy. Dia menyusul. Keluar dari mobil yang hendak diparkir oleh satpam. 

"Berhenti di situ! Ini kelas! Nggak ada yang boleh masuk kecuali siswa!" hardik Divya. 

"Saya sudah mendapatkan izin dari Tuan Hendery juga para dosen."

"Sumpah! Ih—" Divya sudah dibuat sangat marah pagi-pagi. Kedua jemarinya mengepal erat. Ia ingin melayangkan tinju di muka datar Ghazi yang ada di depannya. 

"Jika Lo ikutan masuk, gue bersumpah akan terus buat masalah sama lo!"

"Kalau saya berhenti, apakah ada jaminan Anda menurut?" tanya Ghazi. 

Mata Divya melebar. Dia malas menjawab karena tentu saja hal itu tidak mungkin terjadi. 

"Baiklah. Ini artinya tidak akan ada perdamaian diantara kita." Ghazi hendak merangsek masuk bersama dengan Divya.

"Oke! Oke! Lo dapat yang lo mau! Persetan! Laki-laki brengsek!" Divya menendang tulang betis Ghazi kemudian masuk ke kelas. 

Entah terbuat dari apa laki-laki itu. Mengaduh pun tidak. Posisinya tetap tegak tanpa ekspresi 

Ivy menggeleng pelan sebelum menyusul masuk. 

"Bye abang ganteng. Kalem-kalem, ya ama Divya." Ivy menyamakan tangan pada Ghazi dan menyusul Divya. 

Ghazi berdiri di samping pintu sampai Kelas berakhir dua jam kedepan.

Bab terkait

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 6 : Kesepakatan

    Tepat pukul empat lebih tiga puluh menit serangkaian kelas Divya usai. Sekarang gadis bermata cantik itu duduk di taman dengan muka tertekuk karena lelah. Sebuah tangan kekar mengulurkan satu minuman isotonik padanya. Divya meniti tangan yang begitu putih tersebut. "Kamu pasti lelah kan? Aku bawakan minum untukmu," tawarnya. Tidak kehilangan senyum meski hanya setipis tisu. Divya sama sekali tidak menyahut atau bahkan meraih botol yang terulur. Gadis itu masih setia memangku kepalanya dengan bantalan lengan. Tenaganya benar-benar habis. Otaknya telah terkuras sampai ke inti sari. Satu minggu lagi, skripsian bakal menumpuk dan hal itu kian membuat Divya frustasi. "Siapa, Anda?" Ghazi yang baru datang terkunci pandang pada sesosok laki-laki yang setia berdiri di samping tubuh sang majikan. "Hanya teman. Aku tidak tahu kalau Divya benar-benar membawa pengawal ke kampus," ejeknya. Kemudian senyum setan ikut terbit setelah ucapannya rampung. "Pergilah! Tidak ada urusan untukmu tenta

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-06
  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 7 : Setuju!

    "Gaes, sepertinya aku nggak bisa ikut rundingan kalian, deh. Teman kostku butuh bantuan," lirih Ivy kala menatap ponselnya. Di mana baru saja pesan singkat dia terima."Yah! Padahal gue pengen lo jadi saksi, Ivy. Siapa, sih? Nggak tahu waktu banget!" keluh Divya yang tidak mengizinkan sahabat karibnya pergi. "Bukan nggak tahu waktu, tapi emang ini udah jam aku balik, kan? Udah nggak perlu saksi, lagian nggak mungkin Abang ganteng berkhianat, kok," ucap Ivy. Tak! "Auh! Div! Kenapa, sih jadi galak banget.""Sorry, lo kalau ngomong suka nggak ada filter!""Oke, aku balik dah. Baek-baek klean berdua! Awas kalau sampai ada drama kejar-kejaran lagi," ancam Ivy. Melayangkan tatapan serius pada Divya. Akan tetapi, gadis bermata cokelat itu hanya menimpalinya dengan sorot mata yang tidak kalah galak. Sepeninggalan Ivy, Ghazi dan Divya mulai berbicara serius. Pria itu sudah mendapatkan satu lembar kertas dari salah satu penjual makanan di sana. Robekan tepat bagian tengah akan jadi saksi k

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-07
  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 8 : Reflek Karena Kebiasaan

    "Liam?! Wah, ayo! Ikut sarapan dengan Tante dan Divya. Kamu rajin banget udah bangun udah rapi pagi-pagi."Waktu sarapan yang lain dari hari sebelumnya. Suara Greta sudah kembali menggema di seluruh ruang makan tersebut. Ia menggiring Liam serta menarik kursi untuk pria yang jauh lebih muda darinya. "Terima kasih, Tan," ucap Liam. "Santai saja. Padahal Divya malah belum siap jam segini. Kamu tunggu dulu, biar Tante yang panggil, ya."Senyumnya selalu mengembang. Menunjukkan rasa bahagia pada putra Madhava. Pria yang akan menjadi menantunya tidak lama lagi. Liam mengangguk, ia kembali memerhatikan sekeliling. Takjub dengan kemegahan rumah calon istrinya. Sampai di lantai dua, Greta hendak mengetuk pintu kamar anaknya. Namun, pintu sudah terbuka dengan lebar. Hal itu membuat Greta kian senang. Dirinya tidak perlu repot berteriak untuk menyerukan nama sang anak. "Mama? Ngapain kemari?" tanya Divya. Gadis cantik dengan balutan jeans belel dan turtleneck rajut warna maroon. Lekukan t

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-08
  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 9 : Kejutan!

    Saat keluar dari kelas, jauh dari pandangan Divya, ia melihat dua pria yang tengah berbincang. Gadis ayu bermata cokelat itu sangat mengenal keduanya. Siapa lagi jika bukan Ghazi dan Liam. "Div, gila! Kamu beruntung banget dikelilingi dua cowok keren. Bagi aku satu, tapi aku nggak mau cowok putih itu," seloroh Ivy yang berdiri tepat di samping Divya. Seakan menyadari keberadaan Divya, Ghazi menoleh dan menjauh dari Liam. Pria itu pun membuntuti di belakang Ghazi. Raut wajah Divya mulai kucel. Dia tidak mau sama sekali bertemu dengan laki-laki bajingan itu. Ia memutuskan untuk melenggang pergi. "Eh! Div?! Kemana?" teriak Ivy. Wanita berambut keriting itu mengejar sahabatnya. "Gue males banget liat muka setan bajingan itu," terang Divya. Ivy tahu siapa yang dimaksud oleh gadis itu. "Tapi dia tetep ngejar, Div. Kurasa Ghazi udah memperingatkan dia juga. Dasar aja laki-laki bebal," timpal Ivy. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk mengetahui perkembangan di sana. "Maka dari itu, gu

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-09
  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 10 : Terpesona

    Divya terlihat sangat bahagia, gadis itu berkejaran bersama dengan Ivy. Bermain air hingga pakaian mereka cukup basah. Kini, hamparan pasir itu tampak terang berkat pancaran indusrami. Senyum dibibir Divya tidak pernah padam. "Sumpah! Ini seru, Iv." Divya merubuhkan tubuhnya diatas pasir-pasir halus. Ia lelah sudah bermain sejak dua jam lalu.Tidak terasa waktu bergerak sangat cepat. Bahkan sekarang, Divya tidak peduli dengan tubuhnya yang kotor ataupun lengket. Kebahagiaan sudah merenggut segala amarah yang sempat meletup. "Iya. Seandainya dari dulu kamu sadar, kalau alam jauh lebih menakjubkan ketimbang club malam," tandas Ivy. "Aku setuju dengan Ivy," celetuk Ghazi. Dia yang sedari tadi hanya bungkam mengawasi mereka berdua kini angkat suara. Saat tarikan pertama intonasinya pun merendah. Suara Ghazi serak karena kelamaan mengatupkan kedua bibirnya. Divya tidak menggubris. Dia tidak ingin merusak kebahagiaan yang sudah teramat rekat dengan jiwanya. Divya rindu pada dirinya sen

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-10
  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 11 : Lemah

    "Anda butuh banyak istirahat Nona Divya. Beruntung hanya demam biasa. Obat-obat yang saya resepkan bisa Anda minum secara rutin sampai habis."Kini Divya berada di sebuah klinik kepercayaan keluarga Hendery ditemani Ghazi. Sudah jelas! Greta untuk kesekian kalinya tidak akan ada disisi wanita itu."Saya pastikan Nona Divya menghabiskan sesuai resep, Dok. Terima kasih," jawab Ghazi. Pria itulah yang justru menimpali. Divya enggan untuk mengeluarkan suaranya. Setelah berpamitan, Ghazi siap membantu Divya keluar dari ruangan pemeriksaan tersebut. "Anda mampu berjalan, Nona?" lirih Ghazi saat keduanya sudah berhasil cukup jauh dari pintu ruangan. "Gue cuma sakit dan sedikit lemes, Ghaz! Bukan lumpuh! Atau yang lebih buruk dari itu," sarkas Divya. Ia mempererat kain tipis yang membungkus tubuhnya. Kemudian menarik langkah menjauh dari Ghazi. Akan tetapi, baru beberapa tapak kaki, tubuhnya hampir tersungkur. Beruntung dengan tangkas Ghazi berhasil menahan beban tubuhnya yang ringan. "

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-11
  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 12 : Menggoda

    Ivy pulang tepat saat jarum jam pukul satu siang. Gadis itu rela meninggalkan kelas paginya demi menghibur dan menemani Divya. "Istirahatlah, Div. Aku pulang dulu, aku akan telepon kamu, nanti," pamit Ivy. Gadis itu melayangkan senyum pada sahabat karibnya. "Thanks, Iv. Lo sahabat terbaik," balas Divya. Keduanya berpelukan dan Ivy benar-benar pergi. Ghazi setia di samping pintu kamar Divya. Menjadi penjaga sampai jam lima tepat. "Hai! Babang ganteng. Jangan bilang kau berdiri di sana sejak tadi dan akan berlanjut sampai jam kerjamu berakhir," tuduh Ivy. Melontarkan pertanyaan yang dikemas selayaknya ketidakpercayaan. "Yap. Memang begitu adanya.""O—ke—" Ivy mengerucutkan bibir dan sedikit membungkuk. Seakan terkejut. "Baiklah, kurasa aku harus pergi. Semangat Babang ganteng. Mungkin kamu butuh duduk?" Ghazi menggeleng. Ia tidak akan melakukan hal itu. Pria itu bekerja dan tidak ingin memakan gaji buta. Pukul tiga, Greta pulang. Dari pagi sampai sore tidak ada pemilik rumah yan

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-12
  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 13 : Rencana Terbaik

    Ghazi mendongak menatap satu ruang tertutup di lantai atas saat, telinganya mendengar berdebatan panjang yang terjadi. Raut mukanya tampak seperti biasa, tenang. Namun, ada satu perasaan yang lain dari biasa Ghazi rasakan. Kasihan. Kemudian, ia masuk. Tidak berniat untuk menguping amarah serta umpatan demi umpatan yang keluar dari mulut sang penguasa di rumah itu. Hendery Kagendra. Ghazi mencari beberapa peralatan di lemarinya. Mengeluarkan satu kotak kayu. Ia ingin memakai waktu luang malam ini membuat karya fisik. Ghazi memang suka memodifikasi segala macam benda. Barangkali ada mainan yang rusak, dia akan memperbaikinya lebih menarik dari sebelumnya. Brak! Pintu kamarnya terbuka dengan kasar. Sontak Ghazi yang masih sibuk dengan dunianya sendiri lekas menoleh. "Tuan Hen? Ada yang bisa saya kerjakan?" tanyanya. Ia membungkuk setengah badan memberi hormat. Sungguh, Ghazi tampak seperti tidak mengetahui apa pun yang barusan terjadi di lantai atas. Berpura-pura tuli."Aku mau bil

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-13

Bab terbaru

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 95 : Awal Baru

    Sepasang sorot mata yang dulunya bersinar indah dan teduh terus menyorot televisi dengan layar besar di hadapannya. Tanpa dia sadari dari pelupuk kelopak mata tetesan air mata luruh membasahi pipi.Ini bukan tangis kesedihan, ini tangis haru yang dia rasakan setelah bertahun-tahun melewati hidup dalam kesedihan yang nyata. Air mata yang tidak berkesudahan."Mom, sudah dong. Masa tiap liat aku malah nangis. Lama-lama tuh tivi kujual juga," sungut Zie. Sekarang, wanita itu tumbuh menjadi gadis ayu dengan rambut hitam yang panjang. Sama seperti Divya yang selalu menyukai rambut panjang. Berkat kelebihan yang dia miliki saat ini, bukan hanya sang ibu yang mampu memandang dengan tatapan kagum pada Liorazie Fahar Aurora. Namun, seluruh pencinta film yang dia bintangi bisa menikmati wajah yang tidak membosankan itu."Kamu tahu ini tangis bahagia, Nak. Mama bangga sama kamu, mama tidak bisa berkata-kata setiap melihatmu di balik layar.""Semua yang terjadi, semua yang Zie miliki berkat Momm

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 94 : Sky Ahlam Gatra Fahar

    Bocah perempuan kecil dengan rambut sebahu itu meraung sangat keras, hingga hidungnya memerah. Sama halnya seperti sang kakak, ia bisa tenang setelah didekap oleh ayahnya.“Kakak siapa? Besok kita beli yang baru okey,” bujuk Ghazi seraya berjalan keluar dari kamar, membiarkan istrinya mengatur emosi serta membetulkan pakaiannya.Setelah tiba di ruang tamu, ternyata bukan hanya Ghea yang menangis, si Zie pun tidak kalah kesalnya terhadap sang kakak yang selalu usil di setiap kesempatan.“Sky, bisa jelaskan?” Ghazi menatap anak keduanya. Jelas dialah pelaku utamanya. Tidak ada yang berani mengusik si kembar jika bukan bocah itu. “Aku hanya meminjam. Aku bersumpah hanya pinjam, Yah. Dia saja yang cengeng, kalian berdua sama-sama cengeng,” efeknya pada Ghea dan Zie. Bukannya merasa bersalah bocah enam tahun itu justru menjulurkan lidahnya. Hal itu kian membuat si kembar menangis dan membuat gaduh seantero rumah. “Sky! Please, minta maaf lalu kembali ke kamarmu!” hardik Divya yang

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 93 : Cengeng dan Centil

    Suara tangisan seorang gadis kecil terdengar sangat kencang sejak kaki kecilnya melewati pintu utama rumah. Ia meraung dan berderai air mata guna mencari keberadaan sang ayah. Tangisannya tidak akan berhenti sebelum satu ritual bersama laki-laki pertama dalam hidupnya itu merengkuh tubuh kecilnya. "Hei, ada apa, Sayang?" tanya Ghazi lembut. Ia berjongkok dan mengulurkan tangannya pada balita itu. Usianya baru empat tahun, ia telah menikmati taman bermainnya sekarang. "Huh— kumat lagi, dah," keluh Divya di belakang tubuh si gadis kecil itu. "Diam, mommy! Kamu membuat aku semakin sesak," sergahnya. "Hem— ada apa ini?" Kembali tangisannya memekikkan telinga. Divya mengerutkan keningnya untuk menghalau dengung di telinganya. "Daddy, you can dance with me?" "Oh— ss— sure, Baby." Ghazi membopong tubuh anaknya. Ya— anak keduanya yang kerap dipanggil baby, itu. Gadis kecil manja yang selalu berhasil merebut hati Ghazi dari keduanya kakaknya. Pria dewasa itu melangkah ke kiri dan ka

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 92 : Berakhir Bahagia

    Setelah pemakaman Hendery usai, Ghazi dan Divya harus kembali ke rumah sakit. Di tengah acara pemakaman, gadis itu kembali pingsan. Beban berat yang dia tanggung mengguncang pikirannya. Hubungan Divya dengan sang ayah memanglah tidak baik di awal. Namun, ditinggal untuk selamanya tetaplah hal yang sangat menyesakkan. "Aku minta maaf, Ghaz. Aku tahu ini salahku," sesal Ivy. Dia benar-benar merasa bersalah atas segalanya. Jika tidak sibuk mengurus anaknya, Divya akan memiliki banyak waktu untuk Hendery. Bahkan di detik-detik terakhirnya, Divya bisa berada di sisi sang ayah. Akan tetapi, setelah memilih kesibukan bersama dengan kedua anak Ivy, hal itu membuatnya jauh dan mengharuskan diri menjauh dari rumah sakit. Divya tidak ingin kedua anak asuhnya terpapar penyakit dari orang-orang di sana. "Bukan salahmu. Perlu kamu tahu, selama ini ternyata Divya hamil. Sudah menginjak usia empat bulan, Iv. Bisa kamu bayangkan bagaimana lelah dan lemasnya dia?" "Apa?! Kamu serius?" Seraut wajah

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 91 : Dua Kabar

    Ditengah kondisi, Divya yang masih sangat rapuh, gadis itu duduk di bangku mobil dengan gusar. Tidak sabar ingin bertemu dengan sang ayah. “Lebih cepat, Big. Aku takut Papa kenapa-kenapa,” cemasnya. “Ini udah cepat, Bee.” Tangan Divya terus meremas jarinya sendiri. Pandangannya kesana kemari. Wanita itu benar-benar khawatir atas mimpi yang baru saja dia dapatkan. Ia juga lupa tentang Wynne dan juga Rayyan. Begitu tiba di rumah sakit, Divya berlarian di koridor untuk menuju ke ruangan sang ayah. Jantungnya kian berdegup dengan cepat. Bahkan ia tak acuh dengan kondisinya sendiri. Banyak yang dikorbankan oleh wanita itu, sangat banyak, secara fisik, Divya sudah sangat jauh berbeda dari dulu. Ia kehilangan kebiasaannya berdandan, kehilangan kebahagiaan yang dia upayakan setiap harinya. Waktunya terus ia habiskan dengan Wynne dan Rayyan. Dia benar-benar membunuh waktu agar melupakan kesialan nasibnya. “Pelan-pelan, Bee,” pinta Ghazi yang membuntuti langkah istrinya. Meskipun, D

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 90 : Banyak Hal

    Rengekan gadis kecil dalam gendongan Divya membuat kepalanya kian pening. Tubuhnya juga dipenuhi dengan keringat dingin dan juga dalam kondisi lemas, membuatnya seolah hampir tumbang. Namun, bocah kecil itu masih juga tidak mau terlelap. Biasanya, ketika berada dalam dekapan Divya, ia akan cepat tertidur. Hari ini sangat berbeda, dia rewel dan tidak mau berhenti diayun dalam gendongan Divya. Alhasil Divya harus menahan rasa meriang yang sudah menyerangnya sejak pagi tadi."Tenanglah, girl. Jangan rewel, please," lirih Divya. Berharap anak asuhnya mampu memahami kondisinya. Akan tetapi, bayi berusia satu tahun bisa apa? Dia akan terus menangis jika tidak menemukan kenyamanan yang diinginkan. Jarum sudah menunjukkan pukul tiga sore. Jam pulang Rayyan sudah tiba. Divya semakin kebingungan. Biasanya dia cekatan menjemput anak pertama Ivy itu. Kali ini, dia benar-benar butuh bantuan."Aku pu— Bee!" Belum usai Ghazi menyapa sang istri yang sudah dia nikahi selama dua belas tahun lalu itu

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 89 : Pluto

    Bab 89Ghazi dan Divya segera berlari ke arah kamar, di mana Rayyan meraung-raung di sana. membuat pasangan tua, Dadang dan istrinya kewalahan. Sungguh bocah itu tidak bisa jauh dari Divya. Hanya wanita inilah yang mampu membuatnya tenang.“Sayang, anak Ibu. Kenapa nangis lagi? Ibu hanya keluar sebentar,” tutur Divya lembut. Dia merasa bersalah karena harus keluar pagi itu. Seharunya momen ini menjadi lebih indah jika saja ia tidak keluar, dia bisa menikmati pagi bersama bayi laki-laki itu.Akan tetapi, Divya juga tidak bisa membiarkan suaminya sendirian lagi. Dia sudah berjanji kalau tidak akan keras kepala atau bahkan membuat laki-lakinya kecewa. Sudah cukup keegoisan itu membuat hubungan mereka selalu dalam pertengkaran.“Dasar bocah tengil. Bisa tidak sehari kau beri istriku waktu hanya bersamaku?” Ghazi sungguh geram. Mereka sangat tampak khawatir tadi begitu melihat Dadang dan istrinya bersama-sama mendatangi mereka.Selama itulah, Rayyan menangis, selama kepergian Divya satu ja

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 88 : Dia Mengejekku?

    Tengah malam, Rayyan menangis tidak henti, padahal suhu tubuhnya snagat normal, tetapi dia benar-benar rewel. Istri Dadang tidak lagi mampu membuatnya tenang. Sampai, Divyalah yang harus turun tangan.“Mau ke mana, Bee?” tanya Ghazi saat melihat sang istri turun dari ranjang.“Kayanya, Ray nangis, Big. Aku turun dulu, ya,” pamit Divya. Ia sudah meninggalkan bayi itu setelah makan malam tadi. Ivy pun juga sudah menyempatkan menelepon mereka. Gadis itu tempak sangat sibuk, sehingga tidak ada banyak waktu untuk menatap wajah bayinya.Sebetulnya dia enggan untuk tidur di atas. Inilah yang dia takutkan, Rayyan rewel dan menangis tidak bisa ditenangkan kecuali dengan Divya.“Sama aku, Bee.” Pria itu memutuskan untuk ikut turun tangan, takut jika sang istri kelelahan.Mereka turun dan begitu tiba di lantai bawah keduanya melihat Dadang dan istrinya kewalahan mengurus bayi yang terus menangis dengan sangat kencang itu. Divya ingat saat pertama kali mendengar tangisan bocah itu saat hari perta

  • Terjebak Gairah Sang Bodyguard    Bab 87 : Lembut

    [Aku harus keluar kota, Divya. Bisakah titip Rayyan sampai besok sore?]Sebuah pesan singkat diterima oleh Divya tepat pukul lima petang, sang ibu dari bayi itu tampak sangat sibuk.Divya justru tersenyum bahagia. Ia membalas dengan ujaran yang penuh keikhlasan. Mengatakan bahwa dirinya tidak keberatan akan hal itu. Rayyan adalah bagian dari kebahagiaan Divya saat ini.Di saat cobaan pernikahannya masalah kehamilan, Ivy justru hadir dengan bayi yang menjadi idaman gadis cantik itu.[Terima kasih, Div]Setelah itu, Divya memandikan Rayyan. Mereka tertawa dan sesekali bermain air dan bebek air dalam bak mandi."Rayyan, doakan Ibumu ini bisa memberimu teman, ya. Ibu juga pengen mengurus bayi setiap hari," lirih Divya.Namun, sambutan yang tidak disangka justru diberikan Rayyan. Dia merengek, mencelupkan tangannya ke air sangat kencang hingga menyemprot ke muka Divya."Oh, sepertinya kamu tidak setuju, ya? Cemburuan sekali kamu, hm." Divya menggosok pelan kulit Rayyan. Membaluri tubuh itu

DMCA.com Protection Status