Ada kecemasan terhadap Clara. Tapi, kecemasanku terhadap Noni pun lebih dari itu. Namun, karena Clara tak kunjung berbicara, akupun menutup sambungan telepon.Jatimin kembali mengajakku bicara, “Mas Danu, bagaimana sebaiknya sikap saya menghadapi Noni? tanya Jatimin.“Hanya bersabar untuk sementara waktu, siapa tahu setelah dia sembuh ada perubahan. Tetaplah ikuti situasi hati Noni, karena dia sering berubah-ubah.”Aku juga jelaskan pada Jatimin, kalau Noni secara psikis seperti menghadapi trauma masa lalu. Dan aku minta pada Jatimin untuk bersabar sampai Noni bisa sembuh dari trauma tersebut.Sengaja aku sampaikan itu, agar Jatimin mau mencari tahu sendiri apa yang perah dialami Noni. Aku tidak ingin dia tahu masalah itu dari mulutku.“Kompleksitas yang dialami Noni itu, membuat dia tertekan. Dia butuh seseorang yang sungguh-sungguh menyayanginya, Jat.”Sengaja aku tekanan hal itu pada Jatimin, aku ingin dia fokus untuk menyayangi Noni.“Aku sudah berusaha untuk menyayangi Noni, mas.
Saat aku merapikan selimut yang tidak menutup bagian tubuhnya, Clara terbangun dan memasarkan pandangannya dengan menyipitkan matanya. “Om Danu ya? Kapan datang, om?” tanya Clara“Baru saja, Clara.. selimut kamu berantakan tadi.”“Masak sih? Om sempat lihat dong?” canda ClaraAku hanya bisa tersenyum pada Clara, aku katakan padanya bahwa aku numpang nginap di Paviliunnya. Clara dengan senang hati menerima, karena memang itu yang diinginkannya.“Aku malah senang om mau nginap di sini, aku lagi sakit, om. Bagian paha sampai ke tumit aku sakit banget, om.”Clara membuka selimut dan memperlihatkan bagian paha dan tumitnya yang sakit. Pada bagian itu terlihat sedikit memar dan lebam.“Kenapa bisa begitu, Clara? Kamu tergelincir atau bagaimana?”Clara jelaskan bahwa, saat sedang di Treadmill dia tergelincir. Kebetulan dia memang sedang mencoba untuk nge-gym sekarang ini. Meskipun masih diawasi instruktur, namanya keteledoran bisa saja terjadi“Kalau yang seperti ini, kamu harus ditangani ol
Aku terbangun saat matahari menembus tirai kamar, Clara masih terlelap dengan pulasnya. Agaknya, pijatanku memang membuatnya nyaman.Aku bergegas ke kamar mandi, pagi ini aku harus berada di rumah sakit. Tidak ada yang terjadi antara aku dan Clara tadi malam, dengan pijatanku yang ala kadarnya sudah mampu membuatnya nyaman.Saat keluar dari Paviliun Clara, sengaja aku tidak membangunkannya. Aku tidak ingin Clara malah minta morning seks seperti kebiasaannya.Di rumah sakit, Widarti dan Jatimin wajahnya terlihat kuyu. Sepertinya mereka tidak tidur semalaman.“Pagi Wid.. Jat, kalian belum tidur sepertinya? Kenapa Wid? Noni anpal lagi?”“Iya mas, kami sangat cemas melihat kondisi kesehatannya yang turun naik. Aku bergantian berjaga dengan mas Jatimin.”“Kenapa aku gak diberi kabar, Wid? Kan aku bisa jaga dengan Jatimin, kamu bisa istirahat pulang?”Widarti tidak ingin merepotkan aku, itulah alasan yang dikemukakannya. Namun, aku merasa sangat bersalah. Aku tidak bisa bayangkan kalau sesu
Meskipun masih diliputi perasaan cemas, aku tetap pulang ke Jakarta. Noni masih dalam kondisi lemah dan tidak bisa diajak berkomunikasi saat aku tinggalkan. Saat sampai di Jakarta, di rumah aku tidak menemukan isteri dan anakku. Kondisi rumah kosong tanpa berpenghuni, aku menduga kalau isteriku sedang berada di rumah Rani. Setelah istirahat sejenak, aku pergi ke rumah Rani. Begitu sampai di rumah Rani, rumahnya dalam keadaan terkunci. Berkali-kali aku ketuk pintunya tidak ada yang menyahut. Aku telepon Sri isteriku, untuk mencari tahu, “Hallo.. Sri, sedang berada di mana? Mas lagi di rumah Rani, tapi rumahnya terkunci.”“Rani masuk rumah sakit mas..” sahut Sri. Sri memberitahukan nama rumah sakit dan alamatnya. Dia juga menceritakan kondisi kesehatan Rani. Aku buru-buru meninggalkan rumah Rani dengan perasaan galau. Aku takut terjadi sesuatu dengan kehamilan Rani. Jelas aku sangat khawatir dengan kesehatan Rani, karena dia adalah anak kandungku. Kalau pada kesehatan Noni saja aku
Hidup kadang menjadi ladang bagi manusia menuai setiap perbuatan. Apa yang aku alami, juga Widarti dan Jatimin alami adalah balasan perbuatan yang kami terima.Aku membalas pesan Widarti dan berusaha untuk menguatkan dia dan Jatimin,[Wid.. mas doakan semoga kamu dan Jatimin kuat menghadapi ujian-Nya. Memang tidak ringan Wid, tapi hal seperti itulah yang akan menumbuhkan kasih sayang kalian pada Noni. Mas juga sedang menerima ujian Tuhan, Rani anak mas yang sedang hamil, dirawat di rumah sakit. Mas juga sadar kalau sedang menuai apa yang pernah mas tanam. Semoga kita semua kuat menghadapi ujian-Nya]Itulah pesan yang aku kirimkan pada Widarti, untuk mengingatkannya. Bahwa, sekian lama mereka berdua menyia-nyiakan Noni dan sekarang baru mereka terima betapa sedihnya melihat kenyataan, saat anak yang kita cintai menghadapi sakaratul maut.Keesokan harinyaPagi itu Radith mengajakku untuk bicara, dia sangat mencemaskan keadaan Rani, “Pa.. tolong kuatkan Radith, Papa kan sudah punya pengal
Satu minggu kemudian Sembuh dan sakit adalah kewenangan Tuhan semata. Manusia diuji dengan sakit dan sehat, adalah bagian dari nikmat-Nya. Tidak bisa dikatakan hanya sehat sebagai nikmat-Nya, sakit pun adalah juga nikmat-Nya.Itulah rahasia Tuhan dalam menguji umatnya, apakah selalu bersyukur atau malah sebaliknya hanya semgumpat. Rani sudah diperbolehkan pulang, dengan berbagai catatan dari dokter. Kemungkinan besar Rani akan melahirkan diusia kandungan 7 bulan.Sementara kabar tentang Noni, tetap menjalani perawatan. Itulah cara Tuhan mendekatkan Noni dengan kedua orang tuanya, setelah sekian lama terpisah.Saat hal itu aku katakan pada Widarti dan Jatimin, mereka sangat menyadarinya,“Mas Danu benar.. Mungkin ini cara Tuhan agar kami berdua penuh perhatian pada Noni.” ujar Jatimin saat itu.Beberapa hari yang lalu, Widarti mengabarkan aku bahwa Jatimin sekarang mengubah penampilannya. Yang tadinya brewokan seperti Jatiman, sekarang lebih klimis.“Lho? Emang kamu sudah ceritakan pa
“Saya dapat laporan kantor cabang Surabaya, pak Danu.. “Deg! Seketika aku deg-degan, bertanya-tanya dalam hati ada masalah apa lagi?“Kira-kira soal apa ya, pak?” tanyaku dengan penuh Kecemasan.“Bantuan dan petunjuk pak Danu di Surabaya, meng-goalkan kantor cabang Surabaya memenangi tender.” ucap pak Anggoro.“Alhamdulillah.. “ Aku bersyukur dalam hati. “Syukurlah, Pak, tidak sia-sia apa yang kita lakukan selama satu minggu.”“Pak Danu tahu apa yang sudah saya siapkan untuk bapak?”Wajah pak Anggoro mulai semringah, namun aku dibuatnya semakin penasaran.“Wah! Mana saya tahu, pak, saya sih kalau bapak senang, saya juga ikut senang.”Pak Anggoro akhirnya menjelaskan bahwa, pak Supriatna akan dipindahkan ke Palembang. Supriatna dianggap terlalu santai memegang kantor cabang di Bandung. Sehingga, produktivitas kantor cabang Bandung kurang maksimal.Namun, aku tetap saja tidak tahu ke mana arah pembicaraan pak Anggoro. Pak Anggoro katakan padaku,“Pak Danu mengakhiri masa bakti di Bandu
Di rumah sakit, aku ceritakan pada Sri dan anak-anakku bahwa aku dipromosikan untuk memegang kepala cabang Bandung. Semua senang mendengar kabar tersebut. Hanya saja aku belum bisa ajak isteriku ikut ke Bandung. Aku ceritakan itu situasi di rumah sakit sudah tenang, mereka pun bersuka cita mendengarnya, “Kalau gitu, mas duluan aja ke Bandung. Nanti aku nyusul sama Priska, gimana?”“Yang penting kondisi Rani sudah tenang dulu, baru mas ke Bandung.”Rani malah memintaku untuk segera ke Bandung, karena jabatan itu sebuah kehormatan menurutnya. “In Shaa Allah, Rani sudah sedikit tenang, Pa. Papa berangkat aja ke Bandung, biar mas Radith nanti yang awasi aku.”Keesokan harinya, aku berangkat ke Bandung dengan Kereta Api. Tidak ada peristiwa yang berarti di sepanjang perjalanan. Sampai di Bandung aku disambut karyawan kantor cabang Bandung. Diantaranya ada pak Supriatna, “Selamat mengemban tugas baru, Pak. Nanti saya akan serahkan kunci mobil dan rumah untuk bapak selama di Bandung.” u