Alana beruntung karena tidak mengalami retak atau patah tulang setelah kakinya menghantam pohon dengan keras. Dia juga beruntung karena bukan kepalanya yang terbentur, karena hal itu bisa berakibat sangat fatal.Meski begitu, cedera kakinya cukup serius sehingga Alana harus menginstirahatkan kakinya selama setidaknya satu minggu untuk memulihkan ligamen dan persendiannya. Alana memandang perawat yang sedang membebat kakinya dengan muka serius. Alana sudah lebih tenang karena mendapat suntikan pereda nyeri, sehingga tidak lagi merasakan sakit.Dan selama proses pemeriksaan, Eric selalu berdiri di sampingnya dan menggenggam tangannya. Alana merasa tenang dengan keberadaan pemuda itu. Eric juga memunguti ranting dan dedaunan kering yang tersangkut di rambutnya.“Rambutmu terlihat seperti sarang burung.” Kata Eric. “Sarang burung yang cantik.” Eric menambahkan saat melihat raut khawatir di wajah Alana.“Aku pasti jelek sekali sekarang.” kata Alana dengan mata merah setelah menangis.Mau t
“Kau!” ujar Alana merengut. “Kupikir kau menolongku dengan tulus.”“Tentu saja. Aku akan melindungimu dengan segenap jiwa ragaku. Tapi itu bukan berarti aku tidak boleh meminta imbalan.”“Itu namanya kau menolong dengan pamrih. Kau mengharapkan balasan atas kebaikanmu.” Kata Alana sebal. “Memangnya, apa yang ingin kau minta?”Eric tersenyum sangat lebar. “Tadinya aku tidak mengharapkan imbalan apa pun. Tapi ini bisa jadi kesempatan yang bagus untukku. Aku harus memanfaatkan setiap peluang yang ada.” Dia diam sejenak. “Kencan. Itu imbalan yan kuinginkan.”Alana mengerang dan menutup mukanya dengan bantal. “Kau serius ingin berkencan denganku? Kau bisa meminta imbalan yang lain. Kenapa harus kencan?”“Terserah padaku mau meminta imbalan apa. Selama itu bukan jenis permintaan yang aneh-aneh dan mustahil kau kabulkan, kenapa tidak?”“Bolehkah kita mengajak Darren?”Muka Eric seketika berubah serius. “Tidak!” ujarnya tegas. “Kita akan berkencan, bukan mengasuh anak.”Alana hanya bisa menat
Steve membawa Alana ke ruang tengah dan mendudukkan gadis itu di sofa. Mbok Ijah dan Mbak Murni langsung menyambutnya, rupanya kedua asisten rumah tangga itu sudah kembali dari kampung.Mbok Ijah mencium kedua pipinya dengan bersemangat. “Pulang-pulang kenapa kakinya jadi begini? Ada-ada saja Non ini.”Semua orang langsung mengerubutinya dan bertanya bagaimana bisa dia sampai terjatuh. Padahal Alana lelah dan ingin beristirahat. Dia meminta papanya menurunkannya di sofa karena ingin melihat dan memeluk Mikha sebelum naik ke latai atas, tetapi rupanya itu adalah sebuah kesalahan.“Dia lelah. Kenapa kalian malah terus menyerangnya dengan berbagai pertanyaan?” Ujar Braden, mengalahkan suara semua orang. Mereka semua langsung terdiam, dan Alana merasa sangat berterima kasih. “Biarkan dia istirahat sekarang.”“Aku merindukan Mikha.” Kata Alana setelah dia memilki kesempatan untuk berbicara.“Biar kuambilkan.” Kata Braden yang langsung berlalu pergi. Tidak lama kemudian, pemuda itu datang
Alana terbangun di tengah malam dan merasakan tenggorokannya sangat kering hingga terasa pahit. Dia kehausan, dan menyadari botol minum di atas nakasnya kosong. Dia mencoba menahan rasa hausnya, tetapi dia benar-benar kehausan hingga tenggorokannya sakit.Alana mempertimbangkan untuk meminta tolong pada Braden, tetapi dia merasa tidak enak. Dia tidak ingin membangunkan pemuda itu. Apalagi dia tahu Braden bisa tidur seperti orang pingsan.“Tapi aku sangat haus.”Jadi dengan terpaksa dia mencari nomor Braden di kontaknya dan menelfon pemuda itu. Baru di deringan kedua dan Braden sudah mengangkatnya. Alana sampai terkejut dengan kesigapan pemuda itu.“Ada apa?” tanya Braden.“Maaf membangunkanmu. Tapi aku sangat haus.” Braden mematikan telfonnya begitu saja, sehingga Alana khawatir pemuda itu marah. “Dia pasti kesal karena aku telah membangunkannya.”Kemudian Alana mendengar pintu kamar Braden terbuka dan pemuda itu masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu. Braden terlihat masih segar, tid
Alana sudah mulai bisa berjalan meski harus tertatih-tatih karena kakinya masih terasa nyeri. Tetapi Sherly masih melarangnya untuk berangkat kuliah, karena khawatir dengan keadaan gadis itu. Sherly juga membatasi aktivitas Alana dan gadis itu harus duduk diam sepanjang hari hingga dia merasa bosan setengah mati.“Tapi kemarin aku sudah tidak masuk, Ma. Dan aku bosan hanya duduk di rumah terus.”Sherly melotot dengan galak, yang sangat jarang sekali dia lakukan. “Kaki kamu belum sembuh benar. Mama tidak akan biarkan kamu melangkah barang sejengkal pun keluar dari rumah ini!”Alana bersandar di sofa dengan cemberut. Dan dia bertambah kesal karena Braden menertawakannya. “Kau tidak akan bisa membantah Mama. Sudahlah, kau di rumah saja. Lagi pula kakimu belum sembuh benar.”Jadi Alana hanya bisa duduk manis di sofa ruang tengah seperti tuan putri, sehingga dia bisa meminta bantuan semua orang yang ada di rumah saat dia sedang membutuhkan sesuatu.Sedangkan Sherly tidak pernah berada jauh
“Hai,” sapa Eric. “Bagaimana keadaanmu? Kakimu sudah lebih baik?” tanya Eric sambil memeluk Alana singkat, sehingga mendapatkan pelototan dari Braden.“Ya. Sudah semakin baik.” Jawab Alana. “Aku sekarang sudah bisa berjalan.”“Duduklah, Tante akan buatkan minuman untukmu.” Kata Sherly yang kemudian pergi ke dapur.Eric tahu Braden tengah menahan kekesalannya, sehingga dia menambahkan. “Baru dua hari tidak bertemu saja aku sudah sangat merindukanmu.”“Mau apa kau ke sini?” tanya Braden galak.“Ah, hai. Apa kabar?” Eric memeluk Braden singkat, membuat pemuda berjengit tidak nyaman. Eric melepaskan pelukannya sebelum Braden mendorongnya menjauh.“Apa yang kau lakukan?” Braden mundur satu langkah, seolah takut Eric akan memeluknya lagi.Eric mendecakkan lidah. “Kenapa kau galak sekali? Kau tetap saja tidak berubah rupanya.”Braden sudah bersiap melontarkan kata-kata kasar sebagai balasan saat Alana berkata, “Jangan terlalu keras pada Eric.”“Kau membelanya?” Braden menatap Alana tidak per
“Apa yang kau lakukan?” tanya Alana dengan ngeri pada Braden yang tengah mencengkeram kerah baju Eric dengan sangat erat.“Braden!” tegur Sherly pada putranya. Wanita itu terlihat syok dengan apa yang disaksikannya.Braden menatap kedua wanita itu dengan terkejut. “Haha ... Kau sudah selesai rupanya. Kenapa mandimu cepat sekali?” Braden seketika melepaskan cengkeramannya pada baju Eric.“Aku tidak ingin kalian menunggu lama. Jadi aku mandi dengan cepat. Lagi pula sekarang kan aku tinggal di lantai bawah.” Kata Alana beralasan. Yang sebenarnya terjadi adalah karena dia khawatir meninggalkan mereka berdua saja. “Jadi, apa yang kau lakukan?” tanya Alana lagi.“Oh, ini― Em, aku sedang mengajarkan teknik bela diri pada Eric.“ Braden mencari-cari alasan, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Teknik bela diri? Teknik beladiri macam apa itu?” tanya Alana sangsi.Sherly masih menatap keduanya dengan mata membelalak. “Kalian tidak sedang berkelahi, kan?”“Tidak, kami tidak sedang berke
“Apa yang kau lakukan? Turunkan aku!” Alana meminta diturunkan, tetapi permintaan itu diabaikan oleh Braden. “Braden, kau membuatku malu. Sekarang semua orang memandangi kita!”“Kakinya terluka!” ujar Braden dengan suara keras pada semua orang yang memandangi mereka dengan bertanya-tanya. Kemudian, pandangan semua orang beralih ke kaki Alana yang terbalut perban. Mereka tidak lagi memndangi Alana dan Braden dengan aneh setelah itu.“Astaga, aku malu. Ku mohon, turunkan aku!” Alana meronta, namun Braden makin mengeratkan cengkeraman tangannya. “Aku bisa berjalan sendiri. Kau tidak perlu menggendongku seperti bayi!”“Diamlah, kalau kau tidak ingin jatuh! Aku sudah berjanji pada Mama akan menjagamu. Dan kalau kau malu, sembunyikan saja mukamu.”Dengan terpaksa Alana menuruti apa kata Braden. Dia menyembunyikan wajahnya di dada pemuda itu, tetapi telinganya tetap mendengar bisik-bisik dari orang-orang di sekitar mereka. “Sialan, kau! Tetap saja aku malu!”“Aku melakukan ini demi kebaikanm
Adrian hanya bisa terdiam, saat mendapati bukti-bukti perselingkuhan kekasihnya. Namun, meski semua bukti itu terpampang nyata, pemuda itu masih menolak untuk memercayainya. Dia harus memastikan hal itu secara langsung. Dia harus menemui Greta.Pemuda itu mencari Greta di tempat kerjanya, dan mendapati bahwa gadis itu sedang libur. Dari sini, perasaan Adrian sudah berubah tidak nyaman. Kemudian Adrian pergi menuju rumah gadis itu, berharap dia akan bertemu Greta di sana.Dan betapa hancur hati Adrian, saat mendapati kekasihnya tengah bersama seorang laki-laki yang dilihatnya dalam foto. “A-Adrian!” Greta terkejut dengan kedatangan pemuda itu yang tiba-tiba.“Kau tidak bekerja?” tanya Adrian, masih mencoba untuk berpikir positif.“Aku baru saja pulang,” jawab gadis itu.“Benarkah? Aku baru saja dari tempat kerjamu. Dan mereka bilang hari ini kau sedang libur.”“Ah, i-itu..” Greta menjawab dengan gugup. “Aku—““Siapa kau? Ada perlu apa kau dengan kekasihku?” pria di samping Greta berta
Alana dan Braden mampir ke sebuah tempat yang menjadi pusat street food sebelum pulang. Meski Alana bilang sedang ingin diet, nyatanya mata gadis itu seketika melebar saat melihat aneka jajanan serta mengendus aroma makanan yang menguar di udara sekitar mereka.“Waah, semuanya terlihat enak.” Alana menatap sekelilingnya dengan mata berbinar.“Bukankah tadi kau bilang sedang ingin diet?” Sindir Braden.“Kita kan sudah terlanjur sampai di sini. Jadi, ayo kita keliling,” Alana berjalan di depan dengan diikuti Braden yang membawakan bonekanya.Alana bingung menentukan pilihan, karena semua makanan terlihat sama enaknya. Setelah berkeliling dan melihat sana-sini, akhirnya gadis itu menjatuhkan pilihan pada corndog isi sosis dan keju berukuran besar, souffle cake mini dengan aneka toping, dan segelas boba cokelat.Mereka berjalan sambil menyesap minuman dingin, sedang mencari tempat duduk untuk makan. “Sepertinya itu Kak Greta. Apa aku salah lihat?” Alana berhenti untuk memperhatikan seoran
“Alana―” Braden menyaksikan mata Alana berkilat saat gadis itu menatap Leona dengan tajam. Leona mendongak, menatap Alana tidak kalah sengit. Melihat itu Braden buru-buru berdiri dan menempatkan dirinya di antara kedua gadis itu. “Lana, ayo kita pergi saja. Aku baru ingat ada kedai es krim yang lebih enak.” Alana menepis tangan Braden yang tengah memegangi lengannya. “Kenapa kita harus pergi? Kita duluan yang menempati meja ini. Kalau ada yang harus pergi, itu adalah dia!” Alana menunjuk Leona. “Bagaimana kalau aku tidak mau pergi?” Leona menyialngkan kaki dan mengibaskan rambutnya yang kini pendek sebahu. “Ayo kita cari meja lain.” Braden membujuk. “TIDAK!” Kata Alana tegas, masih sambil menatap Leona tanpa berkedip. Will menyadari ketegangan yang mulai terbentuk. “Leona, ayo kita kembali ke meja kita.” “Meja kita sudah ditempati oleh orang lain. Lagi pula aku lebih suka duduk di sini.” Leona berbicara tanpa repot-repot menoleh pada Will. Alana tersenyum miring. “Baiklah kala
Braden sangat kesal ketika melihat Alana yang terus saja tersipu saat mereka makan bersama malam itu. Gadis itu mengaduk-aduk makanan di piringnya dengan pandangan mata menerawang, dengan senyum samar yang terus saja tersungging di wajahnya.“Lana, jangan mainkan makananmu.” Tegur Sherly, membuat Lana bergegas menghabiskan sisa makanannya.‘Apa yang sudah dilakukan bajingan tengik itu? Dia pasti sudah mencekoki Alana dengan omong kosongnya!’ Braden membatin dengan kesal.Saat akhirnya kembali ke kamarnya, Braden menjadi makin kesal. Senyum konyol Alana benar-benar mengganggunya. “Argh, sialan!” Braden mengacak rambutnya. Dia benar-benar ingin menghajar Eric.Dia keluar dan pergi ke kamar Alana. Dia masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Didapatinya gadis itu mendongak terkejut dengan kedatangannya. “Kenapa kau tidak mengetuk pintu? Benar-benar kebiasan!” Alana tengah duduk di meja belajarnya sambil memangku boneka beruang bertuksedo pemberian Eric.Braden melirik boneka itu dengan ke
“Kenapa kau terus memandangiku?” tanya Alana, karena Eric berkali-kali mencuri pandang ke arahnya.Pemuda itu hanya tersenyum. “Aku hanya senang karena akhirnya bisa pergi denganmu.”Alana jadi salah tingkah. “Fokuslah mengemudi. Kau harus memperhatikan jalan dengan baik.”Akhirnya Eric menuruti apa kata Alana. Alana memperhatikan Eric yang sedikit tegang, berbeda dari biasanya. “Eric, apa kau baik-baik saja? Kau tampak tegang.”“Hahaha. Aku baik-baik saja.” Eric melirik Alana kembali. “Emm, Lana. Bisakah kau bukakan laci itu untukku?” Eric menunjuk laci dashboard yang berada tepat di depan Alana.“Yang ini?” Alana menunjuk.“Ya, benar. Yang itu. Bukalah.”Alana membukanya, dan menemukan sebatang cokelat dengan hiasan pita pink. Alana menatap Eric dengan pandangan bertanya. “Itu untukmu.” Ucap Eric, tanpa berani menatap Alana kali ini.Seketika Alana merasakan panas yang menjalar di leher dan wajahnya. Dia merasa kepanasan, padahal AC tengah menyala. ‘Astaga, ini cuma cokelat. Ada apa
Saat sampai di rumah, Alana menumpahkan kekesalannya pada boneka beruang pemberian Adrian. Alana memukul-mukul kepala beruang malang itu, kemudian menutupnya dengan kantong keresek agar mukanya yang imut itu tidak terlihat oleh pandangan matanya.“Kau memang menyebalkan! Mudah sekali kau meminta maaf. Kau pikir aku bisa melupakannya begitu saja?” Alana meninju beruang itu beberapa kali lagi hingga dia merasa puas. Sebenarnya dia merasa kasihan pada si beruang, tetapi benda itu selalu saja mengingatkannya pada Adrian.Seperti yang dijanjikan pemuda itu, keesokan harinya Greta benar-benar datang ke rumah dan meminta maaf pada Alana. “Maafkan aku, Lana. Aku menyesal, sungguh.” Permintaan maaf Greta tampak tulus, tetapi kini Alana tidak akan tertipu lagi.“Bisakah kita memulai semua kembali dari awal? Sebagai sahabat?” Greta tersenyum manis, seakan mereka berdua benar-benar bisa menjadi sahabat.‘Apa? Sahabat? Cuiih...’ Batin Alana. Dia menduga-duga, pasti Adrian harus menyuap Greta denga
“Tidak―” Braden menjatuhkan handphonenya, membuat Adrian makin panik.“Braden, Braden ada apa? Apa Alana baik-baik saja? Halo? Braden, jawab Aku!” Adrian terus berteriak menuntut jawaban, tetapi kini dia sudah diabaikan sepenuhnya oleh sang adik.Braden berlari menyeberangi ruangan, tempat Alana terbaring di lantai dengan muka pucat. Kini ketakutannya benar-benar menjadi nyata. Hal seperti inilah yang dia takutkan sejak awal.“Lana! Lana, bangun!” Braden mengguncang tubuh lemas Alana dengan putus asa dan air mata tertahan. “Kumohon, bangunlah! Lana!”Braden sudah menyelipkan sebelah lengan ke punggung gadis itu dan bersiap mengangkatnya saat Alana membuka mata dan melotot, membuat Braden terperanjat kaget. “Apa yang kau lakukan?” Alana duduk dan menggeliat, kemudian melepas headshet yang menempel di telinganya.“K-Kau tidak pingsan?”“Kau pikir aku pingan? Aku baik-baik saja.”“Astaga, kau membuatku khawatir! Kau tidak tahu betapa khawatirnya aku tadi. Jantungku hampir lepas saat meli
“Apa? Minta maaf?” Alana tertawa. “Dia yang salah kenapa aku yang harus meminta maaf?”“Berhentilah bersikap kekanak-kanakan!”“Kakak menyebutku kekanak-kanakan? Kekasih Kakak yang tidak tahu diri itulah yang bersikap kekanakan. Dia tidak bisa bersikap layaknya orang dewasa! Asal Kakak tahu saja, dia tidak sebaik yang Kakak kira. Kakak hanya sudah terperdaya oleh perangkap busuknya, sehingga tidak bisa melihat seperti apa dirinya yang sesungguhnya!”“Hentikan, Lana. Cukup! Aku tidak akan membiarkan siapa pun berbicara buruk mengenai Greta. Bahkan jika itu adalah kau!”Alana tersentak. Tidak pernah sekali pun Adrian membentaknya. Adrian yang begitu lembut dan baik hati, kini membentak Alana demi membela gadis seperti Greta.“Aku akan mengatakannya sekali lagi padamu. Kau harus meminta maaf pada Greta. Kau harus meminta maaf atas semua tuduhanmu dan karena kau sudah membuat dia menangis karena keisenganmu.”“Tidak!” kata Alana. “Aku tidak akan pernah meminta maaf padanya!”Adrian terlih
Mereka pergi ke sebuah restoran seafood yang berada di tepi pantai. Mereka semua bergembira, menikmati makanan enak serta pemandangan laut yang indah. Bahkan untuk sekali ini Steve tidak mempedulikan tingginya kandungan kolestrol dalam makanannya.Semua orang senang kecuali Greta. Gadis itu makan dalam diam, tampak tidak antusias seperti yang lainnya. Dia juga sesekali melirik Alana dengan penuh kebencian, namun tidak mengatakan apa pun. Setelah makan, mereka mengunjungi dermaga kecil yang berada tidak jauh dari sana.Mengabadikan momen dengan berfoto dan menikmati semilir angin yang sejuk di hari yang cerah itu. “Sayang, bajumu kotor. Kau pasti bersandar entah di mana tadi.” Sherly berusaha menghilangkan noda di baju putih Greta yang bagian punggungnya kotor.“Ah, biar saja Tante. Mungkin karena aku baru saja bersandar di pagar.” Greta tersenyum pada Sherly, tetapi saat dia kembali sendirian, Greta kembali menunjukkan kekesalannya.Mereka kembali ke villa ketika hari sudah malam. Mer