Adrian harus memeriksa kayu yang dikirim ke gudang dan biasanya kegiatan itu berlangsung hingga larut malam bahkan dini hari. Jadi dia memutuskan untuk menginap di apartemen. Dia menyuruh Alana agar tidur terlebih dahulu dan tidak menunggunya.Mulanya Alana menunggu, tetapi ternyata hingga hampir tengah malam Adrian tidak kunjung datang. Jadi Alana memutuskan untuk tidur. Sebelumnya dia sudah menyiapkan bantal dan selimut dan meletakkan di atas sofa.Jadi saat akhirnya Adrian datang Alana sudah tertidur lelap. Dia berusaha tidak berisik agar gadis itu tidak terbangun. Setelah mandi dan berganti baju dia membaringkan diri di atas sofa yang tidak nyaman, berusaha memejamkan mata.Tetapi dia tak kunjung tertidur. Adrian memandangi gambar pohon sakura yang menyala dengan pendar kehijauan setelah dia mematikan lampu. Sialan, anak itu memang bisa melukis dengan baik. Batin Adrian yang jadi teringat pada Fero. Aku jadi tidak punya alasan untuk menghajarnya.Adrian tidak bisa tidur nyenyak ka
Alana merasakan dadanya sedikit nyeri. “Hei, kau baik-baik saja?” tanya Renata yang melihatnya mengernyit.“Ya, aku baik-baik saja. Ayo cepat kita selesaikan. Sudah cukup malam,” jawab Alana.“Aku sudah menyelesaikan grafiknya. Coba kalian lihat,” kata Kevin yang merupakan teman satu kelompok mereka, memutar laptop untuk menunjukkan hasil kerjanya. Mereka bertiga sedang mengerjakan tugas kelompok yang deadlinenya tinggal dua hari lagi.Sudah pukul sembilan lebih saat akhirnya Alana sampai di apartemen. Dia merasa lelah dan dadanya bertambah sakit. Alana mengambil obat di kotak yang dia letakkan di atas lemari es. Beberapa hari terakhir rasa sakitnya sering hilang timbul.Padahal dia sudah mencoba untuk makan teratur. Dia bahkan sudah mulai menghindari makanan yang dapat memicu asam lambungnya. Alana mengambil roti dari dalam lemari es dan baru memakannya sesuap saat merasakan mual.Alana berlari ke kamar mandi dan memuntahkan makanannya di wastafel. Dia muntah beberapa kali hingga tid
Sherly meminta Braden mampir ke rumah sakit untuk mengantarkan makanan dan baju ganti. Dia tidak bisa membantah sehingga terpaksa melakukannya. Sebelumnya Braden merasa terkejut ketika mendengar kabar bahwa Alana sakit. Diam-diam dia merasa bersalah karena bersikap sangat buruk pada gadis itu.Biar bagaimana pun Alana harus tinggal sendirian di apartemen karena dirinya. Jadi secara tidak langsung Braden punya andil dalam hal itu. Semakin mendekati kamar perawatan, langkah kakinya terasa makin berat.Saat hendak mengetuk, Braden melihat pintu sedikit terbuka menampakkan sejengkal celah. Terlihat mamanya yang sedang membetulkan posisi bantal Alana agar gadis itu bisa bersandar dengan lebih nyaman. “Tante, boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Alana.Braden menghentikan langkahnya. Tangannya sudah setengah jalan hendak mengetuk permukaan pintu. “Tentu saja. Apa yang mau kamu tanyakan, sayang?” ucap Sherly lembut.Alana terlihat ragu sejenak. “Bolehkah aku memanggil Tante dengan sebutan Mama
“Dia menyukai kalian, tapi tidak denganku. Akan lebih baik kalau aku tidak ada di sana.” Kata Braden dengan muram.“Jadi kau serius tidak mau ikut dengan kami?” tanya Jonathan sambil mendongak dari handphonenya.“Bagaimana keadaannya? Bukankah kau kemarin ke sana?” tanya David.“Kurasa tidak begitu baik,” jawab Braden yang kembali diselimuti rasa bersalah. “Ibuku terus menemaninya dan tidak mau pulang.”“Sialan kau, bisa-bisanya kau membuat Alana sakit. Awas saja kau, aku akan menghajarmu setelah ini!” Ancam Fero sambil menepuk-nepuk tas ranselnya yang menggembung.***Sherly sedang mencuci peralatan makan saat mendengar suara berbisik-bisik di luar pintu yang kemudian diikuti dengan ketukan pelan dan ragu. Saat membuka pintu Sherly terkejut mendapati ketiga teman Braden berdiri di sana.“Wah, kalian datang menjenguk Alana?” Mata Sherly berbinar, “Ayo, silakan masuk. Sayang, lihat siapa yang datang.”Alana menoleh dengan mengantuk. Dia tersenyum lebar saat melihat ketiga pemuda itu. “
Sikap Braden yang tiba-tiba berubah membuat Alana nyaris tidak percaya. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada pemuda itu. Sebelumnya dia begitu membenci Alana, tetapi kemudian kebencian itu seolah hanya hal kecil yang ingin dia lupakan begitu saja.Saat dia memutuskan memanggil Sherly dengan sebutan Mama, Alana melakukannya tanpa berpikir panjang karena merasa sangat tersentuh dan terharu dengan kebaikan wanita itu. Setelah itu dia agak menyesalinya karena apa yang dia lakukan hanya akan menambah kecemburuan Braden.Tetapi itu semua sudah telanjur terjadi sehingga yang bisa Alana lakukan hanya meminta maaf pada Braden. Yang dengan sangat mengejutkan sama sekali tidak marah atau keberatan. Mungkin saja dia hanya iba padaku. Dia hanya merasa kasihan, itu saja.Alana melirik Braden secara diam-diam. Rahangnya terlihat sangat tegang, begitu pula tangannya yang mencengkeram kemudi dengan terlalu erat. Kalau Alana merasa tidak nyaman, sepertinya Braden merasa jauh lebih tidak nyaman lagi.Ke
Meski kesehatan Alana sudah sepenuhnya pulih, Steve dan Sherly tidak mengijinkannya kembali tinggal sendirian di apartemen. Mereka tidak ingin Alana kembali sakit. Mereka juga meminta Alana untuk melakukan terapi ke seorang psikolog untuk mengatasi masalah kecemasan dan traumanya.Jadi mimpi buruk Alana berangsur menghilang meski belum sepenuhnya. Kecemasannya yang berlebih juga makin berkurang, terlebih setelah Steve berhasil meyakinkannya bahwa Claudia tidak akan pernah mengganggunya lagi.Meski begitu Alana masih akan pergi ke apartemennya sesekali untuk sekadar bersih-bersih, dan kadang dia menginap di sana meski tidak lebih dari satu malam. Setelah itu dia akan kembali ke rumah papanya. “Oh ya, kamu sudah beritahu anak-anak soal acara minggu depan?” Steve bertanya pada Sherly yang sedang mengulurkan piring.“Acara apa?”tanya Alana.“Maaf, Mama lupa memberi tahu kalian. Sebenarnya Mama sudah memberi tahu kalian sebulan lalu saat kita mengukur baju. Jadi minggu depan ada rekan Pa
Deg.Deg. Jantung Braden berdetak dengan kencang, hingga membuatnya meringis.Braden tidak bisa berkata-kata. Dia bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Alana. Dia tidak tahu jika sebuah kebaya bisa terlihat begitu indah jika dikenakan oleh seseorang. Dan warna merah itu terlihat begitu kontras dengan kulit pucat Alana.Dia terkesima hingga tidak mendengar Sherly yang berbicara dengannya. “A-apa? Mama bicara apa barusan?” tanya Braden tergagap.“Jangan gulung lengan bajumu seperti itu! Kenapa kau terus melamun?” kata Sherly sambil mengurai sebelah gulungan lengan baju Braden. “Alana terlihat cantik, kan? Mama yang mendandaninya.”Mendengar ucapan ibunya membuat rasa panas tiba-tiba menjalari leher dan wajahnya. “Kenapa mukamu merah sekali? Kau baik-baik saja?” tanya Sherly memperhatikan putranya dengan raut khawatir. Hal itu malah membuat wajah Braden makin memerah.“Ah, baju ini membuatku kepanasan. Mama kan tahu aku tidak pernah tahan memakai kemeja formal seperti ini.” Ka
Setelah mereka kembali ke kamar, Alana tidak bisa berhenti memandangi jendela yang menampakkan pantai di kejauhan sana. Acara resepsi masih berjam-jam lagi sehingga mereka punya waktu untuk beristirahat atau bersantai.“Mama tidak ingin pergi ke pantai?” tanya Alana pada Sherly yang sedang berbaring dengan mata setengah terpejam.“Mama lelah setelah acara tadi. Ajak saja Braden untuk menemanimu,” kata Sherly masih sambil memejamkan mata. “Atau ajak papamu. Jangan pergi sendirian.”Lebih baik aku pergi sendiri daripada mengajak Braden. Alana berniat mengajak papanya, tetapi mengurungkan niat karena berpikir Steve pasti lelah karena mengemudi semalam. Jadi dia pergi seorang diri menuju pantai yang masih berada di area hotel.Dia tidak mempedulikan cuaca tengah hari yang terik. Alana mengenakan topi pemberian Adrian untuk menghalau panas, dan berlari menuju air setelah menjatuhkan sandalnya di pasir. Kakinya agak berjinjit ketika merasakan pasir pantai yang panas menyengat.Alana mengamb