Malam itu Alana memejamkan mata dengan bahagia. Sebagian mural tampak dari tempatnya berbaring di tempat tidur. Gambar pucuk-pucuk pohon itu memendarkan cahaya kehijauan dalam kegelapan.
Sebelumnya Alana memiliki permintaan khusus ketika Fero menawarinya sebuah mural. “Aku takut gelap. Bisakah Kakak buat gambarnya bisa menyala dalam gelap?”
Maka pemuda itu melapisi gambar dengan cat khusus yang bisa menyala dalam kegelapan. Dan hasilnya sungguh luar biasa. Ketika lampu dipadamkan, seketika ruangan dipenuhi nyala samar dari pohon yang berpendar sehingga menghasilkan suasana magis.
Alana memeluk bonekanya dengan erat. Dia mengelus bulunya yang lembut dan memejamkan mata. Bayangan Adrian yang tengah tersenyum memenuhi benaknya. Dan dia menyebutnya ‘Alanaku’. Gadis itu makin membenamkan kepalanya pada ceruk badan boneka yang lebar dan tersenyum.
Sebelumnya Alana sengaja tidak membawa boneka tersebut. Karena dia bertekad untuk menjaga j
Semenjak Alana pindah, Braden merasakan bukan hanya kelegaan namun juga kegelisahan aneh. Dia mencoba mengabaikan hal itu namun perasaannya hanya makin bertambah buruk. Dan dia menyalahkan Alana karena telah membuat moodnya berantakan seakan itu memang salah gadis itu.Saat tahu Alana akan datang di hari minggu hatinya menjadi makin tidak karuan. Karena itu dia mencoba untuk pergi sebelum gadis itu datang. Namun sialnya, dia tidak pergi dengan cukup cepat. Dan lebih sial lagi baginya karena ibunya yang memaksanya tinggal untuk makan siang tidak peduli seberapa ingin dia pergi.Diam-diam dia mengamati Alana yang duduk di meja seberang bersama kakaknya. Dari awal mereka memang akrab dan dekat, seperti layaknya adik kakak seharusnya. Tetapi Braden merasakan ada sesuatu yang berbeda.Cara gadis itu menatap Adrian, Braden mengenali tatapan mata itu. Itu adalah tatapan yang akan diberikan seorang gadis pada lelaki yang disukainya. Bukan tatapan yang akan diberikan seo
Hari berikutnya Adrian datang menemui Alana dengan membawa sebuah bungkusan besar. “Bukalah,” kata pemuda itu sambil mengamati wajah penasaran Alana dengan geli.“Apa ini?”“Kau akan tahu saat membukanya.”Dengan hati-hati dirobeknya kertas pembungkus tipis yang berwarna cokelat. Benda itu berbentuk persegi dan pipih, yang Alana duga adalah sebuah gambar. Dia bisa merasakan tekstur dari bingkainya yang berukir.Mungkin sebuah gambar atau lukisan, batin Alana. Salah satu sudut sudah terbuka dan menampakkan sedikit gambar. Tetapi dia tidak bisa menebak itu gambar apa. Maka dirobeknya kertas lebih lebar lagi. Ternyata dia memegang gambar dengan posisi terbalik.Saat potongan besar kertas akhirnya terlepas dan menampakkan keseluruhan gambar, dia memekik kaget. Itu adalah sebuah foto, foto dirinya yang diambil Adrian saat mereka pergi ke pantai sehari sebelumnya.Dia diam sejenak dan mengamati potret dirinya selama beberapa waktu. Lalu tersenyum sangat lebar dan tertawa. “Bagus bukan? Foto
Seperti janjinya, Adrian memasang foto Alana di rumah, tepatnya di ruang keluarga di samping sebuah jam kayu besar yang berada di dekat tangga. Dan seperti dugaannya, Sherly dan Steve terlihat senang dengan idenya, bahkan mereka mengusulkan untuk membuat foto keluarga baru di mana Alana juga ikut serta.Adrian kembali menyombongkan kemampuan fotografinya, yang menurutnya tidak kalah dengan para profesional. “Haruskah aku berganti profesi menjadi fotografer saja?” guraunya sambil tertawa.Braden yang selalu acuh dan jarang bercengkrama dengan keluarganya tidak menyadari apa yang terjadi. Braden sedang menuruni tangga menuju dapur untuk mengambil air minum. Dia berjalan santai setengah melamun dan bosan seperti biasa.Lalu tanpa sengaja pandangannya tertuju pada objek baru yang tidak biasanya ada di sana. Dia sedikit terlonjak karena terkejut, “Sialan! Siapa yang memasang foto itu di sana? Membuat kaget saja!” umpatnya.Ku pikir aku sudah tidak perlu terlalu sering lagi melihat wajahny
Alana sedang mencoba resep sup yang diberikan Sherly. Dia ingin mencoba memasak makanan sehat, karena pola makannya yang makin memburuk. Dia juga harus mulai makan teratur karena sudah beberapa kali merasakan perutnya sakit akibat asam lambungnya yang kambuh.Jadi dia belajar resep-resep sederhana dan mudah, yang tidak membutuhkan waktu lama untuk memasak. Meski dalam prosesnya seringkali masakannya gagal dengan rasa yang aneh sehingga dengan terpaksa Alana akan memesan makanan atau memasak makanan instan.Dicicipinya kuah sup yang terasa segar. Rasanya cukup sedap meski sedikit kelebihan lada. Handphonenya yang berada di sofa berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk. Dia cepat-cepat mengambilnya dan ragu sejenak.Sebuah nomor tak dikenal. Dia mengabaikannya hingga panggilan berakhir. Lalu nomor tak dikenal itu kembali menghubunginya. Karena berpikir mungkin itu panggilan penting, maka Alana mengangkat panggilan tersebut.“Halo ... “ sapa Alana pada entah siapa di seberang sana.“La
Adrian harus memeriksa kayu yang dikirim ke gudang dan biasanya kegiatan itu berlangsung hingga larut malam bahkan dini hari. Jadi dia memutuskan untuk menginap di apartemen. Dia menyuruh Alana agar tidur terlebih dahulu dan tidak menunggunya.Mulanya Alana menunggu, tetapi ternyata hingga hampir tengah malam Adrian tidak kunjung datang. Jadi Alana memutuskan untuk tidur. Sebelumnya dia sudah menyiapkan bantal dan selimut dan meletakkan di atas sofa.Jadi saat akhirnya Adrian datang Alana sudah tertidur lelap. Dia berusaha tidak berisik agar gadis itu tidak terbangun. Setelah mandi dan berganti baju dia membaringkan diri di atas sofa yang tidak nyaman, berusaha memejamkan mata.Tetapi dia tak kunjung tertidur. Adrian memandangi gambar pohon sakura yang menyala dengan pendar kehijauan setelah dia mematikan lampu. Sialan, anak itu memang bisa melukis dengan baik. Batin Adrian yang jadi teringat pada Fero. Aku jadi tidak punya alasan untuk menghajarnya.Adrian tidak bisa tidur nyenyak ka
Alana merasakan dadanya sedikit nyeri. “Hei, kau baik-baik saja?” tanya Renata yang melihatnya mengernyit.“Ya, aku baik-baik saja. Ayo cepat kita selesaikan. Sudah cukup malam,” jawab Alana.“Aku sudah menyelesaikan grafiknya. Coba kalian lihat,” kata Kevin yang merupakan teman satu kelompok mereka, memutar laptop untuk menunjukkan hasil kerjanya. Mereka bertiga sedang mengerjakan tugas kelompok yang deadlinenya tinggal dua hari lagi.Sudah pukul sembilan lebih saat akhirnya Alana sampai di apartemen. Dia merasa lelah dan dadanya bertambah sakit. Alana mengambil obat di kotak yang dia letakkan di atas lemari es. Beberapa hari terakhir rasa sakitnya sering hilang timbul.Padahal dia sudah mencoba untuk makan teratur. Dia bahkan sudah mulai menghindari makanan yang dapat memicu asam lambungnya. Alana mengambil roti dari dalam lemari es dan baru memakannya sesuap saat merasakan mual.Alana berlari ke kamar mandi dan memuntahkan makanannya di wastafel. Dia muntah beberapa kali hingga tid
Sherly meminta Braden mampir ke rumah sakit untuk mengantarkan makanan dan baju ganti. Dia tidak bisa membantah sehingga terpaksa melakukannya. Sebelumnya Braden merasa terkejut ketika mendengar kabar bahwa Alana sakit. Diam-diam dia merasa bersalah karena bersikap sangat buruk pada gadis itu.Biar bagaimana pun Alana harus tinggal sendirian di apartemen karena dirinya. Jadi secara tidak langsung Braden punya andil dalam hal itu. Semakin mendekati kamar perawatan, langkah kakinya terasa makin berat.Saat hendak mengetuk, Braden melihat pintu sedikit terbuka menampakkan sejengkal celah. Terlihat mamanya yang sedang membetulkan posisi bantal Alana agar gadis itu bisa bersandar dengan lebih nyaman. “Tante, boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Alana.Braden menghentikan langkahnya. Tangannya sudah setengah jalan hendak mengetuk permukaan pintu. “Tentu saja. Apa yang mau kamu tanyakan, sayang?” ucap Sherly lembut.Alana terlihat ragu sejenak. “Bolehkah aku memanggil Tante dengan sebutan Mama
“Dia menyukai kalian, tapi tidak denganku. Akan lebih baik kalau aku tidak ada di sana.” Kata Braden dengan muram.“Jadi kau serius tidak mau ikut dengan kami?” tanya Jonathan sambil mendongak dari handphonenya.“Bagaimana keadaannya? Bukankah kau kemarin ke sana?” tanya David.“Kurasa tidak begitu baik,” jawab Braden yang kembali diselimuti rasa bersalah. “Ibuku terus menemaninya dan tidak mau pulang.”“Sialan kau, bisa-bisanya kau membuat Alana sakit. Awas saja kau, aku akan menghajarmu setelah ini!” Ancam Fero sambil menepuk-nepuk tas ranselnya yang menggembung.***Sherly sedang mencuci peralatan makan saat mendengar suara berbisik-bisik di luar pintu yang kemudian diikuti dengan ketukan pelan dan ragu. Saat membuka pintu Sherly terkejut mendapati ketiga teman Braden berdiri di sana.“Wah, kalian datang menjenguk Alana?” Mata Sherly berbinar, “Ayo, silakan masuk. Sayang, lihat siapa yang datang.”Alana menoleh dengan mengantuk. Dia tersenyum lebar saat melihat ketiga pemuda itu. “