Aara kembali menatap layar ponsel itu yang saat ini sudah mati. Dia menghela nafasnya, berharap rasa takut di hatinya itu bisa menghilang.“Sedang apa kau?” tanya seseorang. Nara tersentak ketika mendengar suara dingin yang amat dikenalinya, siapa lagi jika bukan Zayden.Dengan refleks, Aara langsung berbalik menghadapnya seraya menyembunyikan ponselnya itu ke belakang tubuhnya, lalu menjatuhkannya ke lantai dan menggeserkannya dengan kakinya sampai ke bawah sofa dengan diam-diam.Zayden menyipitkan matanya, saat melihat tingkah aneh Aara. Dengan perlahan dia pun melangkahkan kakinya mendekat padanya.Glek!Aara menelan salivanya dengan gugup. Walaupun dia sudah menyembunyikan ponsel itu. Tapi, orang di hadapannya ini adalah Zayden Crisiant Tan, dia mungkin akan menyadari keanehannya dan menanyai dirinya sampai dia mengaku kepadanya.“Kau tahu, kegugupan yang terlihat jelas di wajahmu itu mengundang kecurigaanku. Jadi, aku sarankan kau untuk tidak berbohong,” ujar Zayden dingin.
Zayden melangkah mendekati Aara dan berdiri di hadapannya. “Angkat kepalamu!” serunya. “Ke-kenapa?” tanya Aara dengan gugupnya. “Karena aku ingin melihat wajahmu!” Jawab Zayden dingin. Glek! Aara menelan salivanya terlebih dahulu sebelum akhirnya dia pun mengangkat wajahnya dan mendongakkannya. Zayden menatap mata Aara dengan lekatnya, seakan-akan mencari tahu isi hati Aara saat ini. 'Rileks Aara Rileks. Atau Zayden akan mengetahui bahwa kau memiliki rencana untuk menemui pria bernama Aland itu,' batinnya yang berusaha untuk bersikap biasa saja. “Kau meminum vitamin yang dokter kandungan itu berikan?” tanya Zayden. “I-iya,” jawab Aara sembari mengangguk. Zayden tampak memegang dagunya sendiri. Dia seperti memikirkan sesuatu yang serius yang terus mengganggu pikirannya. ‘Apa dokter itu salah memberikan resep? Kenapa tingkah wanita ini jadi aneh saat meminum resep dari dokter itu. Meskipun ketakutan, biasanya dia tetap menatapku saat aku sedang berbicara dengannya. Tapi, kenapa
“Silakan turun Nyonya.” Sopir yang tak lain adalah Edward itu membukakan kembali pintu mobil untuk Aara setelah mereka sampai di kediaman Aland.Lagi-lagi dengan perasaan ragu, Aara pun turun dari mobil. Terlihat Aara yang memperhatikan sekitarnya, halaman yang begitu luas dia lalu melihat bangunan besar dan mewah yang ada di depannya. Tidak kalah mewah dari mansion milik Zayden, itulah yang sekiranya dia pikirkan.“Mari ikut dengan saya Nyonya.” Edward meminta Aara untuk mengikutinya, dia akan membawa Aara menemui tuannya Aland.Mendengar itu, Aara pun mulai melangkahkan kakinya untuk mengikuti orang yang tadi mengantarkannya kemari itu. Berkali-kali Aara terus menelan salivanya, tubuhnya sebenarnya sedikit gemetar, dia takut kalau pria bernama Aland ini mau menyakitinya.Saat memasuki rumah itu, Aara tiba-tiba merinding. Perasaannya sama ketika berada di rumah Zayden. Yaitu, perasaan takut dan tertekan.Tok tok!Ceklek!Edward mengetuk sebuah pintu ruangan yang ada di ruma
Aland melangkah kembali mendekatkan jaraknya pada Aara. Namun, tidak seperti sebelumnya dimana Aara merasa takut. Justru, kini hatinya merasa baik-baik saja. Dia bahkan terus menatap pada Aland, yang bahkan sekarang sudah berada tepat di depannya.“Dengar Aara, sama sepertimu yang membenci Zayden. Aku juga sangat membencinya. Kau tahu apa yang dia lakukan padaku dan keluargaku?”Aara tidak menjawab, tampak dia yang hanya terus diam seraya fokus menatap lekat pada Aland.“Dia membuat mamaku menjadi gila!”Seketika, mata Aara melebar. Dia terkejut dengan apa yang baru saja Aland katakan.“Apa?”Aland mengangguk. “Seperti yang kau tahu. Zayden, dia manusia yang sangat kejam. Dia tidak akan segan menginjak-injak orang yang tidak dia sukai. Dia bahkan membunuh ayahmu, seperti nyamuk. Dia tidak mengasihani siapa pun. Karena yang terpenting adalah kepuasannya.”Aland menarik nafasnya, lalu mengeluarkannya dengan teratur. “Aara, kita sama-sama tersakit oleh Zayden. Jadi, apa salahnya j
Aara terlihat masuk ke dalam kamarnya, dia lalu duduk di sofa seraya menghela nafasnya. Pandangan matanya itu melihat pada kalender kecil yang berada di atas meja. Tangannya lalu terulur, mengambil kalender itu dan melihat salah satunya angka yang terlingkar dengan spidol berwarna merah. Dimana angka yang terlingkar itu adalah hari ulang tahunnya. Tidak terasa, besok adalah hari ulang tahunnya yang ke dua 23. Aara menengadah, melihat pada langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Ingatannya itu lalu melayang, pada tahun-tahun sebelumnya tepatnya di hari-hari ulang tahunnya yang telah berlalu. Dimana ayah dan ibunya selalu berada di sisinya, dan mengucapkan selamat padanya. Dia tahu, sejak setahun terakhir sikap ayahnya memang berubah menjadi sedikit lebih kasar. Tapi, dia sama sekali tidak pernah melupakan hari ulang tahunnya. Ayahnya selalu memberinya selamat paling awal, karena itu. Dia selalu yakin, bahwa ayahnya masih sangat menyayanginya. Tapi, semua itu sudah berlalu.
Aara bersama ibunya tampak tengah duduk taman mansion milik Zayden.Mereka mengobrol seraya melihat bunga-bunga yang bermekaran di sana.“Sayang, ibu tidak tahu jika nak Zayden sekaya ini,” ucapnya.Aara tidak menjawab, dia terlihat hanya tersenyum simpul.“Kau pasti bahagia kan, sayang? Nak Zayden bukan hanya mencukupi materimu. Tapi dia juga sangat menyayangimu, sekarang. Tidak ada alasan lagi untuk ibu khawatir padamu. Kau benar-benar sangat beruntung Nak.”“Iya Bu, Aara benar-benar bahagia,” jawabnya.“Oh iya, hadiah apa yang bak Zayden berikan padamu. Itu pasti sangat mahal, kan?”Aara terlihat gelagapan, karena sebenarnya Zayden tidak memberikan apa pun padanya.“Itu ... dia memang sudah memberikannya Bu,” jawabnya kemudian.“Apa itu?”“Hmm, se-sebuah tas. Tas yang sangat mahal.”“Benarkah?”Aara mengangguk dengan ekspresi wajah yang tampak canggung. Dan Asti menyadari itu.‘Apa sekarang kau sedang berbohong, Nak? Kalung itu adalah hadiah dari nak Zayden, dan kau bi
Tan Group.Zayden tengah berkutik dengan laptopnya, dia tengah mengerjakan dokumen yang menumpuk di mejanya. Tiba-tiba, ingatannya itu melayang pada Aara tanpa dia sadari. Seketika senyumnya pun tersungging, kala mengingat kalung yang dia berikan itu dipakai oleh Aara.Deg!Zayden terperanjat sendiri dengan apa yang baru saja dia pikirkan. “Tidak! Ada apa denganku sebenarnya, aku tidak boleh menjadi gila. Aku harus selalu ingat tujuan utamaku,” ucapnya.Zayden berusaha untuk memfokuskan dirinya lagi, tampak dia yang kembali melihat pada dokumennya dan membacanya.Tok tok!Konsentrasinya pun kembali buyar, kala dia mendengar suara ketukan dari luar pintu ruangannya.“Masuk!” sahutnya kemudian.Tak lama setelah sahutan dari Zayden, pintu pun terbuka. Samlah yang tampak membuka pintu itu, namun rupanya dia tidak sendiri, di belakangnya ada sosok pria tinggi dengan bola mata hazel.Bibir dari pria itu menunjukkan senyum miring, yang membuat aura misteriusnya semakin terlihat.“T
Zion duduk di ruangannya dengan raut wajahnya yang terlihat muram.Ingatannya itu kembali tertuju pada pertemuannya tadi dengan Aland.Selain itu, apa yang Aland katakan juga berhasil membuat pikirannya tidak nyaman.Dia tahu, hubungannya dan Aland sudah sejak lama renggang. Sejak hari itu, dimana dia telah membuat putranya Zayden terluka bahkan hampir merenggang nyawa.Dan hari ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama, hatinya sedikit berdesir tadi. Karena sekarang Aland sudah dewasa, dan fisiknya amat sangat mirip dengan ayahnya Kiel.Air mata Zion tiba-tiba menetes, karena dia teringat kembali akan sahabatnya. Selain itu, kesalahan dan juga janji yang sudah dia ingkari.Sekarang, sepertinya hubungannya sudah tidak bisa lagi diperbaiki dengan Aland. Karena dia bisa melihat dengan jelas seberapa besar kebencian Aland padanya.“Kenapa dia kemari? Bukankah seharusnya dia ada di Amerika?” gumamnya.Zion menghela nafasnya, ada begitu banyak hal yang mengganggu piki