Di mejanya, Aara tampak hanya duduk diam. Tidak ada satu pun pekerjaan yang datang padanya. Jadi, apakah yang Zayden katakan itu benar. Jika dia tidak akan melakukan apa-apa di sini.Dia pikir, Zayden mengatakan itu hanya untuk mengejeknya. Karena dia bilang tidak memiliki pengalaman menjadi sekretaris. Tapi dia tidak menyangka, jika ternyata ucapannya itu benar-benar terjadi.Aara menaruh satu siku tangannya itu di atas meja dengan telapak tangannya yang dia gunakan untuk memangku wajahnya.Dia benar-benar merasa bosan. Sudah setengah hari berlalu, tapi dia hanya diam seperti ini saja. Apakah mulai sekarang, setiap hari hidupnya akan seperti ini?Bola mata Aara bergerak, melirik pada Sam yang keluar dari meja kerjanya dan melangkah memasuki ruangan Zayden.Matanya yang mulai menyayu itu, tampak fokus menatap Sam yang berdiri berhadapan dengan Zayden.“Tuan, waktu meeting dengan tim Direktur Denis sudah tiba. Mereka semua sudah menunggu Anda di ruang meeting sekarang.”“Apa pap
“Tuan,” ucap Aara masih menatap Zayden dengan wajah terkejutnya.“Siapa yang mengizinkanmu menerima panggilan di sini?”“Ya? Tapi—““Aku bilang hanya duduk diam, tanpa melakukan apa pun!” bentaknya dan membuat Aara semakin ketakutan.“Kau sengaja membantah perintahku? Kau ingin melanggar janjimu?!”Aara menggeleng, mengelak apa yang Zayden tuduhkan padanya.“Tidak, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya pikir—““Jika sekali lagi kau melakukan sesuatu tanpa izinku, aku pastikan kau akan melihat mayat ayahmu!”Jederrr!Tentu saja hal yang Zayden katakan itu, tidak bisa membuat Aara menyembunyikan rasa terkejutnya.Detak jantungnya bahkan sudah berpacu dua kali lipat sekarang. Hanya karena dia menerima panggilan telepon, Zayden bisa semarah ini bahkan menganggapnya melanggar janji?“Maafkan saya, saya tidak akan mengulanginya lagi,” ujarnya kemudian seraya menunduk.Aara mengepalkan tangannya yang bergetar. Dia takut Zayden tidak memaafkannya dan tetap melakukan apa yang tadi
‘Sesaat aku merasa tubuhku melayang, aku juga merasakan ada sebuah tangan kekar yang memeluk erat tubuhku. Apakah aku sedang terbang. Tapi bagaimana mungkin, aku tidak punya sayap, apakah mungkin tangan ini yang membawaku terbang. Atau aku berada di alam lain, yang membuatku merasa seperti ini, atau mungkinkah aku sudah mati?’Mata Aara yang tertutup rapat tampak bergerak-gerak, keningnya juga terlihat berkerut menandakan bahwa sebentar lagi dia akan terbangun dari pingsannya.Dan benar saja, tak lama kemudian. Mata Aara terlihat sedikit demi sedikit terbuka. Sebuah langit-langit berwarna putih yang sangat dia kenali terlihat samar-samar di matanya. Dia lalu mengangkat satu tangannya untuk menyentuh kepalanya yang masih terasa sakit.“Nyonya, Anda sudah bangun?” suara yang sedikit bergetar itu terdengar jelas di telinga Aara, hingga akhirnya dia pun menoleh dan melihat Feni yang berdiri di sampingnya dengan tatapan yang menunjukkan sebuah kekhawatiran.“Feni,” ucapnya dengan lirih
Aara sudah selesai bersiap-siap, dia berdiri di depan cermin besar yang ada di ruang ganti. Dan melihat penampilannya yang dirasa bagus dan pakaiannya sudah cocok untuk dia gunakan ke kantor.Walaupun jabatannya sebagai sekretaris hanyalah sebuah nama. Tapi tetap saja dia harus sopan, karena itu adalah perusahaan besar.Apa yang akan dikatakan pegawai lain, jika dia datang ke sana hanya memakai kaos dan celana jeans.Aara merapikan rambutnya yang tergerai, karena rambutnya yang bergelombang itu, cukup sulit untuk membuatnya terlihat rapi.“Atau aku ikat aja ya,” gumamnya.Aara mencoba untuk mengikat rambutnya itu, dan ternyata itu terlihat cocok.Kuncir kuda untuk rambut bergelombang memang yang paling cocok. Pikirnya.Selesai merapikan rambutnya, tanpa sengaja matanya itu melihat ke arah jam dinding yang ada di sana.Dan betapa terkejutnya dia kala melihat jam dinding itu yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.Ini sudah terlalu siang, jika dia lebih lama lagi. Bisa dipastikan,
Seperti biasa, Aara akan hanya diam di mejanya. Yang dia lakukan hanya melihat Sam yang bolak balik masuk dan keluar ruangan Zayden.Kepalanya bahkan sampai terasa pusing, karena entah berapa kali Sam masuk dan keluar dari sana.Padahal bisa dibilang ini masih kategori pagi. Tapi Sam sudah sesibuk ini.Bukan hanya harus pergi ke ruangan Zayden, tapi dia juga harus menerima banyak berkas dari dua sekretaris yang bawahannya.“Aku pikir tugas sekretaris Sam hanya mengantar jemput Zayden. Aku tidak menyangka dia sesibuk ini,” gumamnya. “Padahal jika diizinkan, aku bisa membantunya. Tapi apa boleh buat. Tugasku hanya menjadi patung yang menghiasi ruangan ini,” lanjutnya.Aara menghela nafasnya, tatapannya mengarah pada ruangan Zayden. Meskipun terpisah, tapi dinding kaca itu bisa membuat Aara melihat Zayden dengan jelas.“Dia juga terlihat sibuk,” gumamnya lagi.Aara terdiam, dia memandangi Zayden yang terlihat berbeda jika sedang serius dengan pekerjaannya.Tanpa sadar bibirnya it
“Kau ....”Aara menunggu dengan bingung lanjutan ucapan yang akan Zayden katakan.“Tidak, tidak papa. Pergi sana!” usirnya kemudian. Dan sukses membuat Aara semakin kebingungan.‘Apa sih, kenapa tiba-tiba gak jadi?’ batinnya.Aara pun akhirnya membuka pintu di depannya itu dan benar-benar keluar dari sana.Sedangkan Zayden masih tampak melihat Aara yang semakin menjauh dan kembali ke mejanya.“Dia, dengan dokter itu. Apa mereka menjalin hubungan. Apa dokter itu yang membantu Aara untuk melakukan operasi padanya.”Zayden mengepalkan satu tangannya yang berada di atas meja. Dia merasa kesal. Tapi entah dia kesal karena apa. Apa karena Aara yang melakukan operasi ada bagian tubuh pribadinya, atau karena dia yang dekat dengan dokter itu.Sementara Aara yang baru saja duduk di tempatnya masih merasa bingung. Dia memikirkan hal yang sebenarnya tadi hendak Zayden katakan padanya.“Apa sebenarnya yang ingin dia katakan, kenapa tatapannya begitu tajam. Seakan dia begitu marah padaku,
Saat masuk ke dalam kamar mandi. Aara melihat Zayden yang sedang membuka kancing kemejanya yang hampir terlepas semua, memperlihatkan dada bidang dan juga perut sixpacknya. Dengan refleks Aara pun langsung menutup matanya dengan kedua tangannya sembari berteriak dengan sangat keras. “Aaaaaaaaaa!”Zayden yang mendengar teriakan Aara dan sikap berlebihan Aara itu hanya menatap Aara dengan datar. “Ada apa? Kenapa kau bereaksi seperti kau belum pernah melihatnya saja,” ujarnya.Aara yang masih menutup matanya itu, dengan perlahan menurunkan tangannya setelah mendengar ucapan Zayden.Memang benar apa yang Zayden katakan, mereka sudah melakukan hubungan suami istri berkali-kali. Karena itu sudah pasti dia sudah pernah melihat seluruh tubuh Zayden tanpa terkecuali.Tapi, reaksinya saat ini memang bisa dibilang berlebihan. Karena entah kenapa, dirinya merasa aneh ketika melihat Zayden membuka pakaiannya di kamar mandi.Aara mematung, saat melihat Zayden sudah dalam keadaan polos. Badann
Zayden tampak keluar dari dalam ruang ganti setelah selesai memakai pakaiannya. Dia melihat Aara yang sedang berdiri di dekat sofa. Wajahnya masih menunjukkan kekesalan pada Aara, sepertinya dia masih mengingat apa yang Aara katakan tadi di ruang ganti. 'Apa dia maniak pria tampan? Tidak heran sih, dilihat dari pekerjaannya. Dia pasti dikelilingi oleh banyak pria. Sialan!’ makinya. Aara yang merasa ditatap dengan sangat lekat itu merasa kikuk, dia jadi salah tingkah sendiri. Dan bingung dengan apa yang harus dia lakukan. 'Ada apa sih dengannya, kenapa dia terus menatapku seperti itu. Apa ada yang aneh denganku?' batin Aara. ‘Ah aku tidak tahu, bukankah Zayden memang tidak bisa ditebak,’ lanjutnya. Zayden masih menatap Aara dengan begitu tajam. Dimana hal itu semakin membuat Aara bingung dan kikuk. Dia memegang tengkuknya sendiri, karena tidak tahu harus berkata apa. “Hmm Tuan, apa ada yang salah dengan saya?” tanyanya memberanikan diri. Bukannya menjawab, Zayden justru melengos da
Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat
Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari
Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se
Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa
Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah
“Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak
Zayden baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tampak dia yang hanya memakai jubah mandinya, dengan handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Zayden melirik Aara yang saat ini kembali duduk di sofa, dia menatapnya kesal. Karena merasa jika Aara sama sekali tidak peduli padanya.Hal itu semakin membuatnya ragu, jika mereka memang benar-benar suami istri.‘Aku tahu hubungan kami mungkin buruk, tapi sebagai suami istri. Harusnya dia kan punya rasa penasaran. Tapi, dia justru hanya diam saja seakan tidak peduli. Apa dia benar-benar tidak marah?’ batinnya.“Hei!” panggilnya yang sontak membuat Aara menoleh.“I-iya Tuan?” jawab Aara.Zayden lalu melempar handuk kecil itu pada Aara, sedangkan dia duduk di samping Aara.“Keringkan rambutku!” serunya.Aara yang memang sudah mengerti pun lantas berdiri dan berjalan ke belakang Zayden.Dengan telatennya, dia lalu mengeringkan rambut basah Zayden. Dia melakukannya selembut mungkin, agar Zayden merasa nyaman.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 19.15. malam. Zayden yang awalnya hendak pulang itu akhirnya ter-urung kala dia melihat papanya yang datang ke ruangannya.“Zay,” ucapnya.Zayden pun keluar dari meja kerjanya dan berjalan ke arah sofa. “Duduklah Pa,” ujarnya.Dengan senang hati, Zion pun menghampiri dan duduk di sana. Begitu pun dengan Zayden, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain dan hanya terhalang oleh meja yang ada di depan mereka.“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya to the point.“Kau ingat, Aland yang sudah menyerangmu saat di rumah sakit?” tanya balik Zion.Mendengar itu, Zayden pun mengangguk. “Kenapa? Bukankah sekarang dia sudah di penjara?”Kali ini, giliran Zion yang mengangguk. Namun, ekspresi wajahnya itu masih terlihat janggal. Tampak jelas, sesuatu yang saat ini sangat ingin dia katakan.“Benar, Aland sudah mendapatkan hukumannya sekarang. Tapi meskipun begitu, perasaan papa masih tetap tidak merasa tenang.”Alis Zayden mengerut, dia mas
Zayden yang awalnya marah pun ikut terdiam saat melihat siapa pelayan itu.“Kau ....” pekiknya.Dia seketika berdiri, lalu menatap lekat pelayan wanita di depannya itu yang kini juga terus menatapnya.Di sana, Aara yang sebenarnya juga terkejut juga ikut berdiri. Dia memandang dengan bingung Zayden juga pelayan itu yang saling menatap satu sama lain.Seketika, Aara pun terdiam. Kini, tatapannya itu hanya fokus pada Zayden. Ekspresi wajahnya berubah, dan kenapa tiba-tiba bertanya ini memanas.Kenapa hatinya berdebar keras, hingga terasa begitu sakit. Perasaan khawatir apa ini.“Naura,” ujar Zayden.“Ternyata benar, itu kau Zay.” Bruk! Tiba-tiba Naura memeluk Zayden, dan berhasil membuat Aara terkejut begitu pun dengan Zayden.Dia mematung, tanpa membalas pelukan Naura padanya.“Hiks, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu lagi.” Naura semakin mengeratkan pelukannya, dia bahkan seperti tidak peduli bahwa ada banyak orang yang saat ini melihatnya.Clakkk! Di sisi lain, air