‘Sesaat aku merasa tubuhku melayang, aku juga merasakan ada sebuah tangan kekar yang memeluk erat tubuhku. Apakah aku sedang terbang. Tapi bagaimana mungkin, aku tidak punya sayap, apakah mungkin tangan ini yang membawaku terbang. Atau aku berada di alam lain, yang membuatku merasa seperti ini, atau mungkinkah aku sudah mati?’Mata Aara yang tertutup rapat tampak bergerak-gerak, keningnya juga terlihat berkerut menandakan bahwa sebentar lagi dia akan terbangun dari pingsannya.Dan benar saja, tak lama kemudian. Mata Aara terlihat sedikit demi sedikit terbuka. Sebuah langit-langit berwarna putih yang sangat dia kenali terlihat samar-samar di matanya. Dia lalu mengangkat satu tangannya untuk menyentuh kepalanya yang masih terasa sakit.“Nyonya, Anda sudah bangun?” suara yang sedikit bergetar itu terdengar jelas di telinga Aara, hingga akhirnya dia pun menoleh dan melihat Feni yang berdiri di sampingnya dengan tatapan yang menunjukkan sebuah kekhawatiran.“Feni,” ucapnya dengan lirih
Aara sudah selesai bersiap-siap, dia berdiri di depan cermin besar yang ada di ruang ganti. Dan melihat penampilannya yang dirasa bagus dan pakaiannya sudah cocok untuk dia gunakan ke kantor.Walaupun jabatannya sebagai sekretaris hanyalah sebuah nama. Tapi tetap saja dia harus sopan, karena itu adalah perusahaan besar.Apa yang akan dikatakan pegawai lain, jika dia datang ke sana hanya memakai kaos dan celana jeans.Aara merapikan rambutnya yang tergerai, karena rambutnya yang bergelombang itu, cukup sulit untuk membuatnya terlihat rapi.“Atau aku ikat aja ya,” gumamnya.Aara mencoba untuk mengikat rambutnya itu, dan ternyata itu terlihat cocok.Kuncir kuda untuk rambut bergelombang memang yang paling cocok. Pikirnya.Selesai merapikan rambutnya, tanpa sengaja matanya itu melihat ke arah jam dinding yang ada di sana.Dan betapa terkejutnya dia kala melihat jam dinding itu yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.Ini sudah terlalu siang, jika dia lebih lama lagi. Bisa dipastikan,
Seperti biasa, Aara akan hanya diam di mejanya. Yang dia lakukan hanya melihat Sam yang bolak balik masuk dan keluar ruangan Zayden.Kepalanya bahkan sampai terasa pusing, karena entah berapa kali Sam masuk dan keluar dari sana.Padahal bisa dibilang ini masih kategori pagi. Tapi Sam sudah sesibuk ini.Bukan hanya harus pergi ke ruangan Zayden, tapi dia juga harus menerima banyak berkas dari dua sekretaris yang bawahannya.“Aku pikir tugas sekretaris Sam hanya mengantar jemput Zayden. Aku tidak menyangka dia sesibuk ini,” gumamnya. “Padahal jika diizinkan, aku bisa membantunya. Tapi apa boleh buat. Tugasku hanya menjadi patung yang menghiasi ruangan ini,” lanjutnya.Aara menghela nafasnya, tatapannya mengarah pada ruangan Zayden. Meskipun terpisah, tapi dinding kaca itu bisa membuat Aara melihat Zayden dengan jelas.“Dia juga terlihat sibuk,” gumamnya lagi.Aara terdiam, dia memandangi Zayden yang terlihat berbeda jika sedang serius dengan pekerjaannya.Tanpa sadar bibirnya it
“Kau ....”Aara menunggu dengan bingung lanjutan ucapan yang akan Zayden katakan.“Tidak, tidak papa. Pergi sana!” usirnya kemudian. Dan sukses membuat Aara semakin kebingungan.‘Apa sih, kenapa tiba-tiba gak jadi?’ batinnya.Aara pun akhirnya membuka pintu di depannya itu dan benar-benar keluar dari sana.Sedangkan Zayden masih tampak melihat Aara yang semakin menjauh dan kembali ke mejanya.“Dia, dengan dokter itu. Apa mereka menjalin hubungan. Apa dokter itu yang membantu Aara untuk melakukan operasi padanya.”Zayden mengepalkan satu tangannya yang berada di atas meja. Dia merasa kesal. Tapi entah dia kesal karena apa. Apa karena Aara yang melakukan operasi ada bagian tubuh pribadinya, atau karena dia yang dekat dengan dokter itu.Sementara Aara yang baru saja duduk di tempatnya masih merasa bingung. Dia memikirkan hal yang sebenarnya tadi hendak Zayden katakan padanya.“Apa sebenarnya yang ingin dia katakan, kenapa tatapannya begitu tajam. Seakan dia begitu marah padaku,
Saat masuk ke dalam kamar mandi. Aara melihat Zayden yang sedang membuka kancing kemejanya yang hampir terlepas semua, memperlihatkan dada bidang dan juga perut sixpacknya. Dengan refleks Aara pun langsung menutup matanya dengan kedua tangannya sembari berteriak dengan sangat keras. “Aaaaaaaaaa!”Zayden yang mendengar teriakan Aara dan sikap berlebihan Aara itu hanya menatap Aara dengan datar. “Ada apa? Kenapa kau bereaksi seperti kau belum pernah melihatnya saja,” ujarnya.Aara yang masih menutup matanya itu, dengan perlahan menurunkan tangannya setelah mendengar ucapan Zayden.Memang benar apa yang Zayden katakan, mereka sudah melakukan hubungan suami istri berkali-kali. Karena itu sudah pasti dia sudah pernah melihat seluruh tubuh Zayden tanpa terkecuali.Tapi, reaksinya saat ini memang bisa dibilang berlebihan. Karena entah kenapa, dirinya merasa aneh ketika melihat Zayden membuka pakaiannya di kamar mandi.Aara mematung, saat melihat Zayden sudah dalam keadaan polos. Badann
Zayden tampak keluar dari dalam ruang ganti setelah selesai memakai pakaiannya. Dia melihat Aara yang sedang berdiri di dekat sofa. Wajahnya masih menunjukkan kekesalan pada Aara, sepertinya dia masih mengingat apa yang Aara katakan tadi di ruang ganti. 'Apa dia maniak pria tampan? Tidak heran sih, dilihat dari pekerjaannya. Dia pasti dikelilingi oleh banyak pria. Sialan!’ makinya. Aara yang merasa ditatap dengan sangat lekat itu merasa kikuk, dia jadi salah tingkah sendiri. Dan bingung dengan apa yang harus dia lakukan. 'Ada apa sih dengannya, kenapa dia terus menatapku seperti itu. Apa ada yang aneh denganku?' batin Aara. ‘Ah aku tidak tahu, bukankah Zayden memang tidak bisa ditebak,’ lanjutnya. Zayden masih menatap Aara dengan begitu tajam. Dimana hal itu semakin membuat Aara bingung dan kikuk. Dia memegang tengkuknya sendiri, karena tidak tahu harus berkata apa. “Hmm Tuan, apa ada yang salah dengan saya?” tanyanya memberanikan diri. Bukannya menjawab, Zayden justru melengos da
Pagi ini, Aara tampak begitu sibuk di dapur. Dia tengah memasak, sebagai syarat yang sudah Zayden katakan untuknya.Semalam.“Baiklah, aku akan memberimu izin.”Deg!Ekspresi Aara langsung berubah, setelah mendengar hal itu.“Tapi, kau harus melakukan sesuatu dulu,” lanjutnya.“Melakukan apa?”Zayden tidak menjawab, dia kembali hanya menatap Aara. Dengan tatapannya yang tidak bisa diartikan.Namun kemudian, dia menunjukkan senyuman miringnya. Zayden menyandarkan punggungnya pada kursi, dengan begitu angkuh.“Masak,” ucapnya.“Ya? Masak?”“Benar, besok kau harus memasak untukku.”“Tapi, bukankah Anda—““Kau harus memasak sesuatu yang sesuai dengan seleraku,” selanya.“Sesuai dengan selera Anda? Tapi apa yang ingin Anda makan?”“Pikirkan itu sendiri, karena ini adalah ujianmu. Jika makanan yang kau masak sesuai dengan seleraku, maka aku akan memberimu izin. Tapi jika tidak, tentu saja izin itu tidak akan kuberikan.”“Tapi—““Kau hanya harus menjawab setuju atau tidak. K
“Silakan Tuan, ini makanan yang sudah sangat saya siapkan untuk Anda.”Tampak Zayden yang menatap lekat sup itu, dia hanya terdiam. Seperti ada hal lain yang dia pikirkan dan membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangannya.‘Ini ....’ Zayden tidak percaya, jika makanan ini ada di depan matanya. Karena dia tahu betul, makanan ini adalah favorit dari papanya.“Kenapa kau menyiapkan ini, dari mana kau tahu bahwa sup ini akan sesuai dengan seleraku?” tanyanya kemudian.“Hmm, sebenarnya setelah memikirkannya semalaman. Akhirnya saya memutuskan untuk memasak ini, bukan tanpa dasar. Ada seseorang yang memiliki status sama seperti Anda, dia sangat menyukai masakan ini. Jadi, saya pikir Anda juga akan menyukainya. Karena itu—“Brugh!Deg!Aara tersentak, ketika mendengar suara gebrakan meja yang Zayden lakukan. Sontak dia pun langsung terdiam, dengan tubuhnya yang mematung.“Apa kau sedang menghinaku sekarang?!” tanyanya.Dia keluar dari meja makan, dan berdiri tepat di depan Aara.“M