“Apa?” Felix benar-benar dibuat terkejut oleh Zayden. Apa tadi dia tidak salah dengar, pria yang menerima panggilannya ini menyebut Aara sebagai ... “Istri?” tanyanya.Zayden yang mendengar pertanyaan itu pun hanya menunjukkan smirknya, dia lalu mematikan panggilan itu dan membuat Felix terkejut.Karena dia belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi.“Halo, Anda belum menjawab pertanyaan saya. Halo,” ucapnya. Namun, tentu saja itu hal yang sia-sia. Karena sambungan itu sudah terputus lebih dulu.“Sial, apa itu tadi. Siapa pria itu, apa dia sungguh suami Aara?” ucapnya bertanya-tanya. “Tidak!” ujarnya kemudian seraya menggeleng. “Itu pasti tidak benar, atau. Apakah mungkin pria itu orang jahat, apa dia menculik Aara? Tidak, aku tidak bisa membiarkannya. Aku akan pergi ke rumah itu. Aki harus memastikannya sendiri!”Tanpa pikir panjang, Felix pun keluar dari dalam ruangannya dan bergegas pergi dari sana.***Sementara itu di mansion Zayden, Aara masih duduk meringkuk di de
Siang ini terasa mencekam, terutama bagi gadis bernama Aara Ayunindya. Sinar matahari yang terik saat ini tidak bisa Aara rasakan. Di matanya, saat ini hanya awan gelaplah yang terlihat.Dia ingin lari, tapi kakinya tidak bisa bergerak. Karena awan gelap yang berbentuk laki-laki tampan di depannya ini akan terus mengejarnya dan merebut kebebasannya. Glek!Aara menelan salivanya saat melihat tubuh Zayden yang menjulang tinggi berdiri di hadapannya dan mengatakan kata-katanya yang selalu terdengar mengerikan.“Aku rasa kau perlu menjelaskan hal ini padaku, kau tahu kan. Jika sekali lagi kau melakukan kesalahan apa yang akan kau terima?”Zayden menunjukkan smirknya, smirk yang sangat menakutkan dari biasanya.“Pilihlah, kau ingin berjalan sendiri, atau aku harus menarikmu paksa?”Tanpa menjawab, Aara langsung berbalik dan melangkahkan kakinya kembali ke dalam mansion Zayden.***Ruang tamu.Aara berdiri dengan wajah tertunduk di hadapan Zayden yang duduk di sofa besarnya semba
Sam turun menuju lantai satu setelah menemui Zayden dan melaporkan semua pekerjaannya.Di sana, dia melihat Aara yang masih bersimpuh di lantai seraya menangis tersedu-sedu.Dia berjalan mendekatinya, dengan ekspresi dingin yang sama seperti yang Zayden tunjukkan.“Seharusnya Anda mendengarkan saya ketika saya memperingati Anda untuk tidak macam-macam lagi dengan tuan, tapi sepertinya Anda terlalu keras kepala.”Tangisan Aara seketika terhenti, saat dia mendengar suara Sam yang berbicara. Dia pun menoleh, dengan ekspresi tidak percaya yang dia tunjukkan atas ucapan itu.“Apa maksudmu?” tanyanya.“Bukankah pria itu ingin membantu Anda melarikan diri dari sini?”Aara menggeleng. “Itu tidak benar. Aku bahkan tidak tahu jika dokter Felix akan datang, lalu bagaimana kau dan tuan Zayden bisa memikirkan hal itu.”“Awalnya mungkin Anda tidak tahu, tapi itu mungkin saja jika kalian diberikan ruang sebentar lagi untuk berbicara.”Aara terdiam, entah kenapa ucapan Sam itu tidak bisa dia
Aara tampak baru saja bangun dari tidurnya, dia membuka matanya. Melihat pada langit-langit kamarnya yang berwarna putih.Pandangan samar itu secara perlahan mulai menjelas, dan membuatnya tersadar sepenuhnya.“Aku ... ahh.” Aara merasa tubuhnya ini begitu sakit, dia seperti habis dipukuli oleh banyak orang yang membuatnya bahkan tidak bisa bergerak.“Entah berapa kali dia melakukannya semalam. Aku tidak tahu, yang jelas dia seperti tidak ingin berhenti. Apakah dia sengaja, karena dia tahu inilah hasil dari perbuatannya semalam. Tapi kenapa dia ....”Aara mengingat kembali apa yang terjadi semalam, terutama saat dia melihat tatapan Zayden yang menurutnya begitu aneh. Zayden mengatakan sesuatu yang tidak pernah dia duga sebelumnya.Semalam.“Buka matamu.”Deg!Aara yang memang tengah menutup matanya itu merasa terkejut dengan apa yang baru saja Zayden katakan.“Buka matamu dan lihat aku,” ucapnya lagi.Mendengar ucapan itu untuk yang kedua kalinya. Aara pun merasa terhipnotis
Melihat itu, Aara pun merasa bingung. Dia gugup, apakah sikapnya tadi sudah sesuai dengan yang Zayden inginkan. Atau justru tidak, karena jika tidak. Mungkin, ayahnya akan benar-benar dalam bahaya.‘Bagaimana ini? Apakah dia tidak puas?’ batinnya.Arah pandang Aara terus melihat ke mana Zayden pergi. Matanya tiba-tiba membelalak kala melihat Zayden yang menanggalkan jubah mandinya begitu saja tepat di depan Aara.Aara yang syok itu tidak bisa berkata apa pun, dia hanya terus melihat pada Zayden dengan matanya yang masih melebar.Tampak, Zayden yang dengan santainya memakai pakaian kantornya. Seakan dia tidak malu dengan apa yang dia lakukan saat ini.‘Ada apa dengannya, apa dia sudah gila? Bagaimana dia bisa telanjang bulat di depanku bahkan dengan begitu santai,’ batinnya yang tampak masih begitu syok.Zayden menoleh, melihat pada Aara. Sebelah alisnya tampak terangkat, ketika melihat ekspresi Aara saat ini.“Apa kau akan terus melihatku?”Deg!Aara tersentak, hingga tersada
Zayden keluar dari dalam ruangannya, seraya berjalan menuju pintu, dia melirik tajam pada Aara yang duduk di mejanya.Aara yang mendapat tatapan itu pun langsung merasa bingung. Ada apa lagi, kenapa dia terlihat marah? Apa aku melakukan kesalahan? Batinnya.Arah pandang Aara terus mengikuti ke mana Zayden pergi, hingga dia membuka pintu dan keluar dari sana.“Dia mau ke mana. Dan kenapa dia tampak begitu marah padaku?” gumamnya.Seketika, Aara pun terdiam. Tampak tangannya yang berada di atas meja itu dia gunakan untuk memangku wajahnya.Aara mengingat sikap aneh Zayden akhir-akhir ini. Terutama, jika mereka melakukan itu.Padahal, dia terus mengatainya sebagai wanita kotor. Tapi, kenapa akhir-akhir ini dia terus menyentuhnya?Dan setelah bersikap aneh selama dua hari ini, sekarang. Tatapan tajamnya itu kembali dia perlihatkan.Entahlah, sekali lagi. Aara benar-benar tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran pria itu.***Zayden sudah berada di depan ruangan presdir saat ini
“Tuan, apakah mungkin. Anda sedang sakit?” tanyanya.Zayden menoleh lagi pada Aara. “Tidak,” jawabnya singkat.“Tapi, Anda terlihat—““Aku bilang tidak, pergi sana!” usirnya kemudian.Mendapat tatapan dingin Zayden yang semakin terlihat jelas, Aara yang merasa takut itu pun akhirnya menurut.Dia berbalik, lalu pergi dari sana. Walaupun hatinya merasa ragu, karena di matanya Zayden tampak begitu pucat.Tapi apa hendak di kata, dia tidak bisa melawan perintah Zayden.Setelah kepergian Aara, Zayden langsung menyandarkan punggung pada kursi kerjanya.Dia memegangi keningnya dengan suara nafasnya yang terdengar memburu.“Kepalaku sakit sekali,” gumamnya.Sementara itu di luar, Aara yang sudah kembali duduk di tempatnya itu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari ruangan Zayden.Dari dinding kaca itu, Aara bisa melihat dengan jelas keadaan Zayden saat ini.“Bukankah dia benar-benar terlihat sakit?” gumamnya.Namun, sekali lagi. Walaupun itu benar, Aara tidak bisa melakukan apa
“Duduklah Tuan,” ucapnya.Zayden menurut, dalam diamnya dia pun duduk di kursi kerjanya.Matanya itu terus melihat Aara yang sibuk membuka bungkusan yang tadi dibawanya.Dia mengambil plester penurun panas dan menempelkannya pada Zayden.“Apa ini? Kau pikir aku anak kecil?” tanyanya.“Ini plester penurun panas, dan ini untuk orang dewasa,” jawabnya.Zayden kembali diam. “Saya juga membeli obat untuk Anda. Tapi sebelum itu, Anda harus makan dulu. Saya sudah membelinya di luar tadi,” ucapnya.Aara lalu membuka bungkusan lainnya yang tak lain adalah semangkuk bubur.“Silakan Tuan,” ujarnya.Zayden menatap bubur itu, dilihat dari penampilannya sudah jelas jika bubur ini dia beli di tempat kaki lima.Tapi, sebenarnya dua tidak mempermasalahkan hal itu. Karena sewaktu kecil, dia bersama mamanya juga selalu makan makanan pinggir jalan.Yang menjadi masalahnya adalah, bubur ini dibawa oleh wanita yang amat dibencinya.Zayden mendongak melihat pada Aara. Wanita yang menjadi pelampi
Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat
Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari
Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se
Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa
Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah
“Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak
Zayden baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tampak dia yang hanya memakai jubah mandinya, dengan handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Zayden melirik Aara yang saat ini kembali duduk di sofa, dia menatapnya kesal. Karena merasa jika Aara sama sekali tidak peduli padanya.Hal itu semakin membuatnya ragu, jika mereka memang benar-benar suami istri.‘Aku tahu hubungan kami mungkin buruk, tapi sebagai suami istri. Harusnya dia kan punya rasa penasaran. Tapi, dia justru hanya diam saja seakan tidak peduli. Apa dia benar-benar tidak marah?’ batinnya.“Hei!” panggilnya yang sontak membuat Aara menoleh.“I-iya Tuan?” jawab Aara.Zayden lalu melempar handuk kecil itu pada Aara, sedangkan dia duduk di samping Aara.“Keringkan rambutku!” serunya.Aara yang memang sudah mengerti pun lantas berdiri dan berjalan ke belakang Zayden.Dengan telatennya, dia lalu mengeringkan rambut basah Zayden. Dia melakukannya selembut mungkin, agar Zayden merasa nyaman.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 19.15. malam. Zayden yang awalnya hendak pulang itu akhirnya ter-urung kala dia melihat papanya yang datang ke ruangannya.“Zay,” ucapnya.Zayden pun keluar dari meja kerjanya dan berjalan ke arah sofa. “Duduklah Pa,” ujarnya.Dengan senang hati, Zion pun menghampiri dan duduk di sana. Begitu pun dengan Zayden, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain dan hanya terhalang oleh meja yang ada di depan mereka.“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya to the point.“Kau ingat, Aland yang sudah menyerangmu saat di rumah sakit?” tanya balik Zion.Mendengar itu, Zayden pun mengangguk. “Kenapa? Bukankah sekarang dia sudah di penjara?”Kali ini, giliran Zion yang mengangguk. Namun, ekspresi wajahnya itu masih terlihat janggal. Tampak jelas, sesuatu yang saat ini sangat ingin dia katakan.“Benar, Aland sudah mendapatkan hukumannya sekarang. Tapi meskipun begitu, perasaan papa masih tetap tidak merasa tenang.”Alis Zayden mengerut, dia mas
Zayden yang awalnya marah pun ikut terdiam saat melihat siapa pelayan itu.“Kau ....” pekiknya.Dia seketika berdiri, lalu menatap lekat pelayan wanita di depannya itu yang kini juga terus menatapnya.Di sana, Aara yang sebenarnya juga terkejut juga ikut berdiri. Dia memandang dengan bingung Zayden juga pelayan itu yang saling menatap satu sama lain.Seketika, Aara pun terdiam. Kini, tatapannya itu hanya fokus pada Zayden. Ekspresi wajahnya berubah, dan kenapa tiba-tiba bertanya ini memanas.Kenapa hatinya berdebar keras, hingga terasa begitu sakit. Perasaan khawatir apa ini.“Naura,” ujar Zayden.“Ternyata benar, itu kau Zay.” Bruk! Tiba-tiba Naura memeluk Zayden, dan berhasil membuat Aara terkejut begitu pun dengan Zayden.Dia mematung, tanpa membalas pelukan Naura padanya.“Hiks, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu lagi.” Naura semakin mengeratkan pelukannya, dia bahkan seperti tidak peduli bahwa ada banyak orang yang saat ini melihatnya.Clakkk! Di sisi lain, air