Satu jam berlalu, akhirnya mobil yang ditumpangi Aara dan Zayden pun berhenti.Tampak Sam yang turun lebih dulu, dan membukakan pintu mobil bagian belakangnya untuk Zayden.Sebelum turun, Zayden menoleh terlebih dulu pada Aara yang terlihat kebingungan.“Turun!” serunya.Aara menoleh, lantas mengangguk. “Baik,” jawabnya.Dia pun turun, begitu pun dengan Zayden. Dia terus menatap Aara yang berdiri di depan mobil seraya melihat ke arah depannya masih dengan tatapan bingung.“Tuan, Anda membawa saya ke mana?” tanyanya.“Apa kau buta, ini kantor!” jawabnya dingin.“Saya tahu, tapi ini kantor siapa?”“Tentu saja kantorku! Ayo!” ajaknya kemudian yang melangkah lebih dulu.“Mari Nyonya,” ujar Sam yang membuat Aara sadar dan akhirnya mulai melangkah mengikuti Zayden.Mereka melewati pintu putar dari perusahaan yang besar dan mewah itu. Saat masuk ke lobby, Aara tak bisa diam. Kepalanya terus melihat ke sana kemari.Selain karena kagum dengan kemewahan kantor ini, dia juga terus me
Di mejanya, Aara tampak hanya duduk diam. Tidak ada satu pun pekerjaan yang datang padanya. Jadi, apakah yang Zayden katakan itu benar. Jika dia tidak akan melakukan apa-apa di sini.Dia pikir, Zayden mengatakan itu hanya untuk mengejeknya. Karena dia bilang tidak memiliki pengalaman menjadi sekretaris. Tapi dia tidak menyangka, jika ternyata ucapannya itu benar-benar terjadi.Aara menaruh satu siku tangannya itu di atas meja dengan telapak tangannya yang dia gunakan untuk memangku wajahnya.Dia benar-benar merasa bosan. Sudah setengah hari berlalu, tapi dia hanya diam seperti ini saja. Apakah mulai sekarang, setiap hari hidupnya akan seperti ini?Bola mata Aara bergerak, melirik pada Sam yang keluar dari meja kerjanya dan melangkah memasuki ruangan Zayden.Matanya yang mulai menyayu itu, tampak fokus menatap Sam yang berdiri berhadapan dengan Zayden.“Tuan, waktu meeting dengan tim Direktur Denis sudah tiba. Mereka semua sudah menunggu Anda di ruang meeting sekarang.”“Apa pap
“Tuan,” ucap Aara masih menatap Zayden dengan wajah terkejutnya.“Siapa yang mengizinkanmu menerima panggilan di sini?”“Ya? Tapi—““Aku bilang hanya duduk diam, tanpa melakukan apa pun!” bentaknya dan membuat Aara semakin ketakutan.“Kau sengaja membantah perintahku? Kau ingin melanggar janjimu?!”Aara menggeleng, mengelak apa yang Zayden tuduhkan padanya.“Tidak, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya pikir—““Jika sekali lagi kau melakukan sesuatu tanpa izinku, aku pastikan kau akan melihat mayat ayahmu!”Jederrr!Tentu saja hal yang Zayden katakan itu, tidak bisa membuat Aara menyembunyikan rasa terkejutnya.Detak jantungnya bahkan sudah berpacu dua kali lipat sekarang. Hanya karena dia menerima panggilan telepon, Zayden bisa semarah ini bahkan menganggapnya melanggar janji?“Maafkan saya, saya tidak akan mengulanginya lagi,” ujarnya kemudian seraya menunduk.Aara mengepalkan tangannya yang bergetar. Dia takut Zayden tidak memaafkannya dan tetap melakukan apa yang tadi
‘Sesaat aku merasa tubuhku melayang, aku juga merasakan ada sebuah tangan kekar yang memeluk erat tubuhku. Apakah aku sedang terbang. Tapi bagaimana mungkin, aku tidak punya sayap, apakah mungkin tangan ini yang membawaku terbang. Atau aku berada di alam lain, yang membuatku merasa seperti ini, atau mungkinkah aku sudah mati?’Mata Aara yang tertutup rapat tampak bergerak-gerak, keningnya juga terlihat berkerut menandakan bahwa sebentar lagi dia akan terbangun dari pingsannya.Dan benar saja, tak lama kemudian. Mata Aara terlihat sedikit demi sedikit terbuka. Sebuah langit-langit berwarna putih yang sangat dia kenali terlihat samar-samar di matanya. Dia lalu mengangkat satu tangannya untuk menyentuh kepalanya yang masih terasa sakit.“Nyonya, Anda sudah bangun?” suara yang sedikit bergetar itu terdengar jelas di telinga Aara, hingga akhirnya dia pun menoleh dan melihat Feni yang berdiri di sampingnya dengan tatapan yang menunjukkan sebuah kekhawatiran.“Feni,” ucapnya dengan lirih
Aara sudah selesai bersiap-siap, dia berdiri di depan cermin besar yang ada di ruang ganti. Dan melihat penampilannya yang dirasa bagus dan pakaiannya sudah cocok untuk dia gunakan ke kantor.Walaupun jabatannya sebagai sekretaris hanyalah sebuah nama. Tapi tetap saja dia harus sopan, karena itu adalah perusahaan besar.Apa yang akan dikatakan pegawai lain, jika dia datang ke sana hanya memakai kaos dan celana jeans.Aara merapikan rambutnya yang tergerai, karena rambutnya yang bergelombang itu, cukup sulit untuk membuatnya terlihat rapi.“Atau aku ikat aja ya,” gumamnya.Aara mencoba untuk mengikat rambutnya itu, dan ternyata itu terlihat cocok.Kuncir kuda untuk rambut bergelombang memang yang paling cocok. Pikirnya.Selesai merapikan rambutnya, tanpa sengaja matanya itu melihat ke arah jam dinding yang ada di sana.Dan betapa terkejutnya dia kala melihat jam dinding itu yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.Ini sudah terlalu siang, jika dia lebih lama lagi. Bisa dipastikan,
Seperti biasa, Aara akan hanya diam di mejanya. Yang dia lakukan hanya melihat Sam yang bolak balik masuk dan keluar ruangan Zayden.Kepalanya bahkan sampai terasa pusing, karena entah berapa kali Sam masuk dan keluar dari sana.Padahal bisa dibilang ini masih kategori pagi. Tapi Sam sudah sesibuk ini.Bukan hanya harus pergi ke ruangan Zayden, tapi dia juga harus menerima banyak berkas dari dua sekretaris yang bawahannya.“Aku pikir tugas sekretaris Sam hanya mengantar jemput Zayden. Aku tidak menyangka dia sesibuk ini,” gumamnya. “Padahal jika diizinkan, aku bisa membantunya. Tapi apa boleh buat. Tugasku hanya menjadi patung yang menghiasi ruangan ini,” lanjutnya.Aara menghela nafasnya, tatapannya mengarah pada ruangan Zayden. Meskipun terpisah, tapi dinding kaca itu bisa membuat Aara melihat Zayden dengan jelas.“Dia juga terlihat sibuk,” gumamnya lagi.Aara terdiam, dia memandangi Zayden yang terlihat berbeda jika sedang serius dengan pekerjaannya.Tanpa sadar bibirnya it
“Kau ....”Aara menunggu dengan bingung lanjutan ucapan yang akan Zayden katakan.“Tidak, tidak papa. Pergi sana!” usirnya kemudian. Dan sukses membuat Aara semakin kebingungan.‘Apa sih, kenapa tiba-tiba gak jadi?’ batinnya.Aara pun akhirnya membuka pintu di depannya itu dan benar-benar keluar dari sana.Sedangkan Zayden masih tampak melihat Aara yang semakin menjauh dan kembali ke mejanya.“Dia, dengan dokter itu. Apa mereka menjalin hubungan. Apa dokter itu yang membantu Aara untuk melakukan operasi padanya.”Zayden mengepalkan satu tangannya yang berada di atas meja. Dia merasa kesal. Tapi entah dia kesal karena apa. Apa karena Aara yang melakukan operasi ada bagian tubuh pribadinya, atau karena dia yang dekat dengan dokter itu.Sementara Aara yang baru saja duduk di tempatnya masih merasa bingung. Dia memikirkan hal yang sebenarnya tadi hendak Zayden katakan padanya.“Apa sebenarnya yang ingin dia katakan, kenapa tatapannya begitu tajam. Seakan dia begitu marah padaku,
Saat masuk ke dalam kamar mandi. Aara melihat Zayden yang sedang membuka kancing kemejanya yang hampir terlepas semua, memperlihatkan dada bidang dan juga perut sixpacknya. Dengan refleks Aara pun langsung menutup matanya dengan kedua tangannya sembari berteriak dengan sangat keras. “Aaaaaaaaaa!”Zayden yang mendengar teriakan Aara dan sikap berlebihan Aara itu hanya menatap Aara dengan datar. “Ada apa? Kenapa kau bereaksi seperti kau belum pernah melihatnya saja,” ujarnya.Aara yang masih menutup matanya itu, dengan perlahan menurunkan tangannya setelah mendengar ucapan Zayden.Memang benar apa yang Zayden katakan, mereka sudah melakukan hubungan suami istri berkali-kali. Karena itu sudah pasti dia sudah pernah melihat seluruh tubuh Zayden tanpa terkecuali.Tapi, reaksinya saat ini memang bisa dibilang berlebihan. Karena entah kenapa, dirinya merasa aneh ketika melihat Zayden membuka pakaiannya di kamar mandi.Aara mematung, saat melihat Zayden sudah dalam keadaan polos. Badann