Zayden melihat ke arah tangan Aara yang memegang tangannya, dia seperti tidak berdaya dengan sentuhan Aara. Bibirnya ingin menolak permintaan dari Aara, tapi hatinya menolak keras apa yang ingin diucapkan oleh bibirnya.“Baiklah,” ucapnya kemudian.Aara terlihat tersenyum saat mendengar kata persetujuan dari Zayden, dia merasa lega karena itu artinya ayahnya akan baik-baik saja. Dan Zayden tidak akan membunuhnya.“Tapi kau harus menepati kata-katamu, jika kembali melanggarnya dan berusaha untuk kabur lagi dariku. Aku akan langsung mencari ayahmu dan membunuhnya saat itu juga!” lanjutnya.Glek!Seperti biasa ancaman Zayden terdengar sangat mengerikan di telinga Aara. Dan Zayden adalah tipe orang yang selalu melakukan apa yang dia katakan, ucapannya bukan hanya sekedar gurauan atau ancaman yang hanya keluar dari mulut. Tapi dia akan benar-benar melakukannya, jika orang yang membuat janji dengannya telah mengingkari perkataannya.“Aku sudah berjanji, aku pasti akan menepatinya,” ja
“Bangun!” titah seseorang pada seorang wanita yang masih terlelap dalam tidurnya. Wanita itu pun terbangun dengan perlahan, dia tersentak setelah mendengar suara seseorang yang dingin dan berat itu sedang membangunkannya. Dia mengucek-ngucek matanya, agar matanya itu mau terbuka dan melihat sosok pria yang saat ini sedang membangunkannya.“Tu-tuan Zayden,” kagetnya, setelah matanya itu terbuka dengan sempurna dan melihat sosok yang saat ini tengah membangunkannya.“Cihh, kau masih bisa tidur dengan lelap?” tanya Zayden dengan dinginnya.Aara menunduk, kepalanya terasa sakit. Dia juga merasa kondisi badannya tidak enak. Hal ini mungkin karena setiap harinya dia selalu tidur di lantai tanpa selimut atau alas apa pun.‘Kepalaku sakit sekali,’ batinnya.“Kenapa kau malah diam? Aku membangunkanmu bukan untuk diam seperti itu!” ucap Zayden dengan suara kerasnya, membuat Aara yang memang sedang terdiam karena merasa tidak enak badan itu sampai terkejut.“Maaf,” katanya masih dengan men
Satu jam berlalu, akhirnya mobil yang ditumpangi Aara dan Zayden pun berhenti.Tampak Sam yang turun lebih dulu, dan membukakan pintu mobil bagian belakangnya untuk Zayden.Sebelum turun, Zayden menoleh terlebih dulu pada Aara yang terlihat kebingungan.“Turun!” serunya.Aara menoleh, lantas mengangguk. “Baik,” jawabnya.Dia pun turun, begitu pun dengan Zayden. Dia terus menatap Aara yang berdiri di depan mobil seraya melihat ke arah depannya masih dengan tatapan bingung.“Tuan, Anda membawa saya ke mana?” tanyanya.“Apa kau buta, ini kantor!” jawabnya dingin.“Saya tahu, tapi ini kantor siapa?”“Tentu saja kantorku! Ayo!” ajaknya kemudian yang melangkah lebih dulu.“Mari Nyonya,” ujar Sam yang membuat Aara sadar dan akhirnya mulai melangkah mengikuti Zayden.Mereka melewati pintu putar dari perusahaan yang besar dan mewah itu. Saat masuk ke lobby, Aara tak bisa diam. Kepalanya terus melihat ke sana kemari.Selain karena kagum dengan kemewahan kantor ini, dia juga terus me
Di mejanya, Aara tampak hanya duduk diam. Tidak ada satu pun pekerjaan yang datang padanya. Jadi, apakah yang Zayden katakan itu benar. Jika dia tidak akan melakukan apa-apa di sini.Dia pikir, Zayden mengatakan itu hanya untuk mengejeknya. Karena dia bilang tidak memiliki pengalaman menjadi sekretaris. Tapi dia tidak menyangka, jika ternyata ucapannya itu benar-benar terjadi.Aara menaruh satu siku tangannya itu di atas meja dengan telapak tangannya yang dia gunakan untuk memangku wajahnya.Dia benar-benar merasa bosan. Sudah setengah hari berlalu, tapi dia hanya diam seperti ini saja. Apakah mulai sekarang, setiap hari hidupnya akan seperti ini?Bola mata Aara bergerak, melirik pada Sam yang keluar dari meja kerjanya dan melangkah memasuki ruangan Zayden.Matanya yang mulai menyayu itu, tampak fokus menatap Sam yang berdiri berhadapan dengan Zayden.“Tuan, waktu meeting dengan tim Direktur Denis sudah tiba. Mereka semua sudah menunggu Anda di ruang meeting sekarang.”“Apa pap
“Tuan,” ucap Aara masih menatap Zayden dengan wajah terkejutnya.“Siapa yang mengizinkanmu menerima panggilan di sini?”“Ya? Tapi—““Aku bilang hanya duduk diam, tanpa melakukan apa pun!” bentaknya dan membuat Aara semakin ketakutan.“Kau sengaja membantah perintahku? Kau ingin melanggar janjimu?!”Aara menggeleng, mengelak apa yang Zayden tuduhkan padanya.“Tidak, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya pikir—““Jika sekali lagi kau melakukan sesuatu tanpa izinku, aku pastikan kau akan melihat mayat ayahmu!”Jederrr!Tentu saja hal yang Zayden katakan itu, tidak bisa membuat Aara menyembunyikan rasa terkejutnya.Detak jantungnya bahkan sudah berpacu dua kali lipat sekarang. Hanya karena dia menerima panggilan telepon, Zayden bisa semarah ini bahkan menganggapnya melanggar janji?“Maafkan saya, saya tidak akan mengulanginya lagi,” ujarnya kemudian seraya menunduk.Aara mengepalkan tangannya yang bergetar. Dia takut Zayden tidak memaafkannya dan tetap melakukan apa yang tadi
‘Sesaat aku merasa tubuhku melayang, aku juga merasakan ada sebuah tangan kekar yang memeluk erat tubuhku. Apakah aku sedang terbang. Tapi bagaimana mungkin, aku tidak punya sayap, apakah mungkin tangan ini yang membawaku terbang. Atau aku berada di alam lain, yang membuatku merasa seperti ini, atau mungkinkah aku sudah mati?’Mata Aara yang tertutup rapat tampak bergerak-gerak, keningnya juga terlihat berkerut menandakan bahwa sebentar lagi dia akan terbangun dari pingsannya.Dan benar saja, tak lama kemudian. Mata Aara terlihat sedikit demi sedikit terbuka. Sebuah langit-langit berwarna putih yang sangat dia kenali terlihat samar-samar di matanya. Dia lalu mengangkat satu tangannya untuk menyentuh kepalanya yang masih terasa sakit.“Nyonya, Anda sudah bangun?” suara yang sedikit bergetar itu terdengar jelas di telinga Aara, hingga akhirnya dia pun menoleh dan melihat Feni yang berdiri di sampingnya dengan tatapan yang menunjukkan sebuah kekhawatiran.“Feni,” ucapnya dengan lirih
Aara sudah selesai bersiap-siap, dia berdiri di depan cermin besar yang ada di ruang ganti. Dan melihat penampilannya yang dirasa bagus dan pakaiannya sudah cocok untuk dia gunakan ke kantor.Walaupun jabatannya sebagai sekretaris hanyalah sebuah nama. Tapi tetap saja dia harus sopan, karena itu adalah perusahaan besar.Apa yang akan dikatakan pegawai lain, jika dia datang ke sana hanya memakai kaos dan celana jeans.Aara merapikan rambutnya yang tergerai, karena rambutnya yang bergelombang itu, cukup sulit untuk membuatnya terlihat rapi.“Atau aku ikat aja ya,” gumamnya.Aara mencoba untuk mengikat rambutnya itu, dan ternyata itu terlihat cocok.Kuncir kuda untuk rambut bergelombang memang yang paling cocok. Pikirnya.Selesai merapikan rambutnya, tanpa sengaja matanya itu melihat ke arah jam dinding yang ada di sana.Dan betapa terkejutnya dia kala melihat jam dinding itu yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.Ini sudah terlalu siang, jika dia lebih lama lagi. Bisa dipastikan,
Seperti biasa, Aara akan hanya diam di mejanya. Yang dia lakukan hanya melihat Sam yang bolak balik masuk dan keluar ruangan Zayden.Kepalanya bahkan sampai terasa pusing, karena entah berapa kali Sam masuk dan keluar dari sana.Padahal bisa dibilang ini masih kategori pagi. Tapi Sam sudah sesibuk ini.Bukan hanya harus pergi ke ruangan Zayden, tapi dia juga harus menerima banyak berkas dari dua sekretaris yang bawahannya.“Aku pikir tugas sekretaris Sam hanya mengantar jemput Zayden. Aku tidak menyangka dia sesibuk ini,” gumamnya. “Padahal jika diizinkan, aku bisa membantunya. Tapi apa boleh buat. Tugasku hanya menjadi patung yang menghiasi ruangan ini,” lanjutnya.Aara menghela nafasnya, tatapannya mengarah pada ruangan Zayden. Meskipun terpisah, tapi dinding kaca itu bisa membuat Aara melihat Zayden dengan jelas.“Dia juga terlihat sibuk,” gumamnya lagi.Aara terdiam, dia memandangi Zayden yang terlihat berbeda jika sedang serius dengan pekerjaannya.Tanpa sadar bibirnya it