Bab 49“Maksudmu?” sahut Elang tak paham dengan ucapan istrinya.“Bukannya dia hadir antara kita karena untuk memberikan kita keturunan? Sekarang aku sudah bisa hamil sendiri, jadi kurasa dia tidak perlu ada di sini lagi,” ujar Kayla takut-takut. Ia harus mengatakan apa yang mengganjal perasaannya sebelum terlambat.“Sayang, tidak semudah itu,” sergah Elang cepat. Ia berdiri meninggalkan kursi kebangsaannya yang empuk dan nyaman itu untuk berjalan mondar-mandir di depan meja kerjanya yang jarang ditempati. Permintaan Kayla itu membuat rasa gelisah Elang makin meningkat. Tak hanya itu, ia juga khawatir jika kecemasan Kayla itu makin menjadi hingga membuatnya berbuat yang tidak-tidak.“Mengapa tidak mudah? Toh aku sudah terbukti hamil dan kita tidak memerlukan kehadiran dia lagi.” Kayla tetap memaksa. Sebisa mungkin ia ingin menjaga keutuhan rumah tangganya dari pahitnya madu.“Tidak bisa, Sayang.” Elang terdiam sejenak. Ia tak mau mengatakan apa yang sedang mengganggu pikirannya soal
Bab 50“Jangan melamun, nanti kesamber setan,” goda Elang yang disambut kekehan oleh Sabrina.Elang menatap wajah Sabrina dengan tatapan lembut di sela-sela konsentrasinya mengemudi. Matanya melihat wajah wanita yang sedang dipermasalahkan oleh istri pertamanya sedang tersenyum sambil menahan luka membuat Elang merasa terenyuh. Keteduhan dan kelembutan yang dimiliki wanita keduanya itu membuat rasanya pada wanita itu kian tertancap ke dasar hati yang terdalam.“Nggak, Mas. Aku ngga ngelamun, aku cuma ngantuk aja.” Bibir Sabrina kembali tersungging untuk meyakinkan Elang bahwa dirinya sedang baik-baik saja. Bibirnya bisa berbohong tetapi air muka dan sorot matanya tidak bisa menutupi apa yang sedang ia rasakan.“Aneh aja gitu lihat kamu diem terus dari tadi, kayak bukan kamu. Kalau ada masalah itu ya bilang, cerita sama aku. Barangkali bisa dibantu.” Sesekali mata Elang mencuri pandang ke arah samping untuk melihat bagaimana perubahan air muka istri keduanya.Sabrina mengatupkan bibirn
Bab 51"Aku hanya dekat sebagai teman, apa salah? Lagi pula kita punya sejarah yang indah." Devan menyahuti ucapan Sabrina, tanpa berpikir bahwa di sampingnya ada sang suami yang harus dihargai keberadaannya."Tolong hargai aku, Mas. Aku sudah menikah, jangan lagi membahas masa lalu, apalagi memintaku untuk kembali dekat denganmu," pinta Sabrina memohon. Ia melirik Elang sekilas, lalu beralih menatap wajah di sebelahnya yang seperti tidak memiliki dosa apapun."Oke baiklah, aku tidak akan mengatakan apapun soal masa lalu kita," jawab Devan santai. Ia melirik Elang penuh arti.Tak lagi menjawab, Sabrina kembali menikmati makanannya yang sudah terasa hambar. Ia hanya mengambil ayam goreng tanpa sedikitpun menyentuh nasi dalam piring tersebut."Mari makan," ucap Devan pada Elang sebelum memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Ia masih berusaha santai untuk bisa kembali memantik sesuatu antara sepasang suami istri itu. Sengaja."Kalian sampai kapan di sini?" tanya Devan memulai obrolan sete
Bab 52"Kemana lagi ini?" tanya Elang usai ia menutup panggilan dari istrinya. Matanya kembali menatap sang istri yang sedang melihat pemandangan luar dari balik jendela."Pulang saja. Aku ngantuk." Sabrina menjawab tanpa menoleh. Ia enggan membalas tatapan suaminya sebab rasa dongkol masih mendominasi.Tak menyahut, Elang menurut. Ia menginjak pedal gas agar lekas sampai rumah. Laki-laki yang akan menjadi ayah itu iba melihat Sabrina yang wajahnya tampak letih. Tak hanya soal Sabrina, ia sendiri juga sebenarnya sedang lelah. Hanya saja ia tidak bisa beristirahat tanpa mengisi perutnya yang sedang keroncongan itu.Sesampainya di rumah, Sabrina tak banyak bicara. Moodnya rusak karena mendengar obrolan Elang dengan Kayla tadi. Entah apa yang terjadi pada Sabrina, biasanya ia tidak ambil pusing dengan obrolan kakak madunya dengan sang suami, tetapi kini obrolan ringan itu sudah bisa memantik rasa cemburu yang menggebu dalam dada."Sayang, tumben langsung tidur? Capek banget ya? Biasanya
Bab 53Usai menemani Sabrina di kamar, Elang pun pamit untuk kembali ke rumah istri pertama. Ia sudah tidak sabar untuk bisa memeluk Kayla yang mengaku sedang hamil anaknya. Sebuah keturunan yang sudah lama diidamkan oleh keluarga tersebut."Mas pulang dulu ya?" pamit Elang pada Sabrina. Ia mencium pucuk kepala Sabrina dengan lembut."hati-hati ya, Mas? Nanti kalau sampai rumah kabari aku." Sabrina masih merasa berat untuk melepas kepergian sang suami, akan tetapi ia sadar diri dan posisi."Iya. Mas telepon nanti." Seulas senyuman tercipta di bibir Elang yang kemerahan. Ia lantas berjalan menuju mobilnya terparkir sambil sesekali menoleh ke arah Sabrina. Dalam hatinya juga merasa berat untuk berpisah, tapi ia sadar untuk tinggal bersama pun tidak mungkin.Selepas kepergian Elang, Sabrina kembali merasa mual. Ia berlari menuju kamar mandi agar bisa menuntaskan gejolak dalam perutnya.Dorongan rasa dalam perutnya membuat Sabrina merasa lemas. Seluruh makanan yang masuk ke dalam mulutnya
Bab 54"Mas Elang pasti sudah bilang kalau aku sedang hamil sekarang ini," ujar Kayla memulai pembicaraannya. Matanya menatap tajam lawan bicaranya yang sejak tadi hanya menunduk.Sabrina mengangguk. Ia ingin memberikan selamat tapi melihat wajah sang madu yang tak bersahabat, istri kedua Elang pun mengurungkan niatnya. Diam lebih baik darp pada bersuara tapi berujung pertikaian."Aku datang untuk berterima kasih padamu."Sabrina mengangkat kepalanya untuk bisa melihat ekspresi Kayla. Dahinya mengerut sebab tak mengerti maksud ucapan perempuan yang ada di depannya itu. Perkataan dan ekspresi wajahnya tidak seimbang, membuat Sabrina hanya diam sambil diliputi banyak pertanyaan dalam kepalanya."Terima kasih karena telah membuat seluruh keluarga tenang akan kehadiranmu," lanjut Kayla lagi. Ia tahu bahwa banyak pertanyaan dalam hati Sabrina atas ucapannya itu."Tidak perlu berterima kasih, Mbak. Saya senang bisa berada di antara kalian." Sabrina memberanikan diri membalas ucapannya, mesk
Bab 55Kayla menikmati pemandangan memilukan di depannya dengan hati yang penuh kelegaan. Akhirnya apa yang ia tunggu-tunggu kini tiba saatnya. Tidak ada drama yang ia khawatirkan atau menghambat keinginannya itu. Dengan sigap Sabrina patuh pada perintahnya.Senyum miring yang sejak tadi terkembang di bibir Kayla tiba-tiba sirna saat ia melihat Sabrina menutup resleting kopernya dan bersiap untuk pergi. Tangan yang semula ia lipat di depan dada, kini ia biarkan jatuh ke bawah. Kayla bersiap untuk menyambut kepergian Sabrina. "Terima kasih atas kebersamaan yang singkat tapi berujung menyakitkan ini, Mbak?" ujar Sabrina dengan suara sengau. Kayla tersenyum sedikit. "Sama-sama. Saya juga merasa sakit." ia mengambil sebuah amplop dalam tasnya."Ini untuk kamu," tukas Kayla seraya menyerahkan amplop tersebut di hadapan Sabrina."Apa itu?""Ini bisa untuk bekal kamu ke depannya. Saya tidak mungkin membiarkan kamu hidup luntang kantung di jalanan tanpa bekal."Sabrina tertawa sumbang. "Tid
Bab 56"Obat apa ini?" gumam Elang sambil membaca nama obat yang tertera dalam kertas pembungkusnya.Dering ponsel Elang terdengar saat ia masih sibuk mengamati beberapa obat tersebut. Dengan segera ia meletakkan obat itu untuk segera menerima panggilan yang masuk. Dalam hatinya ia berharap bahwa itu adalah Sabrina, sebab beberapa waktu lalu ia mencoba menghubunginya tetapi nomornya sedang di luar jangkauan.Embusan napas panjang keluar dari bibir Elang saat membaca nama tang tertera dalam layar. "Iya, Sayang?" jawab Elang setelah menerima panggilan tersebut. Ia meletakkan bobot tubuhnya di atas sofa yang ada di dekatnya."Mas di mana? Perutku sakit, apa Mas bisa antar aku periksa?""Mas masih di rumah Sabrina, kamu benar tidak ada orang di sini.""Sejak kapan aku pandai berbohong? Sabrina pergi, dia pergi atas kemauannya sendiri jadi biarkan saja. Toh Mas tidak mengusirnya."Elang tak menjawab ucapan Kayla. Ia masih sibuk menata hatinya yang masih syok atas apa yang terjadi."Mas seg