Jarum jam sudah menunjuk ke angka sepuluh, namun seseorang yang dinantikan belum juga datang. Sedangkan nomor orang itu bahkan tak dapat dihubungi sejak beberapa jam yang lalu. Jika harus mencari, ia sungguh tak tau arah mana yang akan ia tuju.
KLUNTING
Sebuah pesan masuk. Mila segera mengambil benda itu, siapa tau ada kabar dari Rafin suaminya. Oh ... , ternyata bukan. Sebuah pesan gambar dari nomor seseorang yang tak ada dalam kontaknya.
DEG!
Mila ingin untuk tidak mempercayai apa yang baru saja ia lihat.
KLING
sebuah video tanpa suara memperlihatkan sebuah adegan dewasa. Yang membuat air matanya luruh adalah pemeran dalam video itu. Rafin. Terlihat pria itu sedang berada diatas tubuh seorang wanita yang sedang merekamnya dari arah bawah. Video itu dibuat dengan suara yang terputus-putus. Meskipun tampak bahwa pria itu mengatakan s
Rapat pemegang saham telah berlangsung, Rafin ada disana, Tn Arkan Wijaya sendiri yang memimpin rapat di hari itu. Penurunan laba kali ini terasa sangat anjlok. Sebagian pemegang saham menuntut untuk pergantian pimpinan , namun sebagian lainnya masih memberikan kesempatan bagi Rafin untuk memperbaiki semua kekacauan ini. Tak dapat dipungkiri, bahwa selama beberapa tahun di bawah kepemimpinannya, perusahaan itu telah berkembang dengan pesat. Bahkan banyak perusahaan besar yang memutuskan untuk bergabung dengannya.Sementara Rafin yang ditinggalkan oleh istrinya, terlihat tak ada lagi semangat. Bahkan ia kini lebih banyak melamun. Hingga papanya kerap kali memarahinya."Harusnya kau bisa bersikap profesional, mana jiwa kepemimpinan mu? Aku tau, aku tau, kamu sedang bersedih. Tapi harusnya kamu bisa memilah-milah, nasib ribuan karyawan ada ditanganmu. Disana mereka juga memiliki keluarga yang harus dihidupi. Jika kau hanya b
Mila tak ingin terlalu larut dalam kesedihan. Yang ia inginkan hanyalah bangkit dari keterpurukan, dengan keterampilan yang ia punya, ia mencoba peruntungan dengan membuka usaha kue."Kamu yakin gak mau terima suntikan modal dari aku, jangan-jangan karena nominalnya kurang gede ya?" tanya Amel suatu pagi."Sudah cukup Mel, maaf ... , aku tak bermaksud untuk menolak niat baikmu. Aku hanya ingin mencoba peruntungan dulu, takutnya aku nanti malah terlena dengan modal yang besar, biarlah aku berusaha dengan modal yang aku punya saja.""Kamu bisa pakai bangunan di sebelah butikku." Amelia masih berusaha untuk memberikan tawaran bantuan."Gak perlu Mel, orang baru buka awal-awal kok, aku juga belum tahu minat pasar disini gimana, cocok nggak sama daganganku nanti," ujar Mila sambil bermain-main dengan putranya, Azzam."Aku jamin deh Mil, kuemu pa
Kasto kini sudah tak tinggal lagi dirumah lamanya. Ia memutuskan untuk menjualnya dan memilih untuk hidup berpindah-pindah. Sebuah perasaan bersalah telah menguasai hatinya, sehingga ia kini menjadi seperti orang yang terganggu mentalnya. Selalu dihantui ketakutan dan tak pernah merasa tenang. Uang hasilnya menipu sebagian ia tabung dan sebagian lainnya ia gunakan untuk keperluan hidup. Perjalanan akhirnya membawanya ke suatu tempat di pinggiran kota yang jauh dari hiruk pikuk kesibukan.Langkahnya terhenti di sebuah warung makan yang terlihat sederhana. Rasa lapar dan haus membawanya kesana."Selamat siang pak, mari masuk," ucap seorang pelayan mempersilahkannya untuk mengambil tempat. Sedikit ragu, namun akhirnya ia masuk juga, dorongan rasa lapar membuat kakinya melangkah perlahan dan duduk disebuah kursi kosong."Nasi dengan lauk telur dan tumis sayur saja mbak, minumnya teh hangat,"
Pram masih mengingat saat terakhir kali ia bertemu dengan Mila. Wanita itu tampak memiliki kehidupan yang sempurna. Bahagia dengan suami yang juga mencintainya dan dua anak kembar yang lucu. Nyaris tak ada celah baginya untuk masuk dalam kehidupan mereka. Sepertinya ia memang harus mundur. Tau diri, dan perlahan pergi.Kenyataan bahwa kini Mila pergi tanpa melibatkan dirinya, menambah keyakinan di hatinya bahwa dirinya kini bukanlah apa-apa bagi wanita itu. Mungkin ia akan mencoba berdamai dengan kenyataan bahwa memang Mila bukanlah untuknya.Ada atau tak ada sosok Rafin di antara mereka, tidaklah berpengaruh bagi kehidupannya. Hilang sudah rencana yang pernah ditata dengan begitu rapi, hilang sudah angan-angannya untuk kembali merajut kasih dengan wanita yang hingga kini masih memenuhi ruang di hatinya. Rafin bukanlah tandingan untuknya. Karena nyatanya Mila memilih pergi dan menghilang, tanpa melibatkan apapun darinya. Sedih? Pasti.
Hari ini Pak Sutomo mengajak Dodit ke kota, ia ingin memberikan sedikit kesenangan pada pemuda itu. Meskipun terlihat ragu, namun terlihat bahwa ia sangat antusias dengan rencana Pak Tomo. Dengan senandung kecil yang kadang kala ia perdengarkan, Dodit segera menyudahi aktivitas mandinya, lekas berganti dengan pakaian terbaik dan bersiap untuk pergi kemanapun.Mereka berjalan cukup jauh, hingga sampai di sebuah pangkalan ojek."Pasar ya dek," ucap Pak Sutomo. Tak lama kemudian, keduanya telah melaju dengan dua buah sepeda motor milik pak ojek.Pasar disana letaknya di kota. Cukup jauh dari tempat yang mereka tinggali. Butuh waktu lebih dari setengah jam untuk sampai ditempat itu.Wajah Dodit berbinar saat mereka turun dari ojek."Ini dek, ambil kembaliannya. Dibagi dua ya … " ujar Pak Sutomo sambil memberikan dua lembar uang kertas merah pada salah seorang tukan
Kasto kini tinggal disebuah rumah sederhana di pinggiran desa. Rumah yang bahkan langsung dibeli saat ada seseorang yang menawarkan kepadanya. Entahlah. Ia merasa nyaman berada di desa ini, dan kebetulan saat ia sedang beristirahat di pos ronda, datanglah seorang ibu-ibu yang basa basi bertanya padanya."Sedang menunggu siapa pak?""Tidak menunggu siapapun bu, cuma mau cari rumah kontrakan aja. Kira-kira ibu punya infonya gak ya, kontrakan daerah sini?" tanya Kasto.Wanita setengah baya itu terlihat terkejut dan wajahnya berbinar."Bapak tunggu sebentar disini ya, jangan kemana-mana. Saya ada info tentang rumah yang akan dijual, semoga saja masih menjadi rezekinya ya pak," ucap ibu-ibu itu dan langsung di iyakan oleh Kasto.Benar, tak lama setelahnya, ibu-ibu tadi kembali dengan membawa seseorang lainnya."Jadi begini pak Bono, bapak ini ingin m
Dodit tak tak henti-hentinya tersenyum lebar. Ia terlihat sangat bahagia. Bagaimana tidak? Sebuah motor baru telah terparkir di halaman rumahnya."Terimakasih banyak pak," ucap Dodit."Iya, kamu sudah ucapkan itu ribuan kali. Jadi kasihanilah orang tua ini. Tolong jangan ucapkan itu lagi." Baik Dodit maupun Pak Sutomo akhirnya tertawa bersama."Wah, Dit … , hebat bener kamu Dit. Kaya kamu sekarang ya, udah mirip sama anak-anak kota yang pake motor keren," ucap seorang tetangga yang kebetulan lewat di depan pekarangan rumah mereka."Ah pak, bisa aja …." ucapnya mengambang"Itu hasil dari tabungan Dodit sendiri lho pak, hasil dari jual ikan di kolam kemarin," potong Pak Sutomo yang membuat Dodit paham bahwa beliau tak ingin ada yang tau jika motor itu adalah pemberian darinya. Ia hanya tersenyum paham." Wah, hebat kamu D
"Jangan pulang jika tak mendapatkan setidaknya dua informasi penting untukku." Rafin memutus sambungan telepon secara sepihak, membuat Tommy dan Hendra menahan geram, untung saja bos sekaligus sahabatnya itu mengirimkan uang yang tak sedikit sebagai bekal untuk hidup dikota ini. Sebenarnya bisa saja mereka mengirimkan orang-orang kepercayaannya seperti yang biasa ia lakukan. Namun kali ini Rafin menginginkan agar kedua sahabatnya itu yang memastikan keberadaan mertuanya di kota ini. Berapapun uang yang akan ia habiskan untuk hal ini, ia tak peduli. Baginya kini, menepati janjinya pada Mila adalah mutlak hukumnya."Gila nih, bos kamu. Emangnya gampang nyari info. Mintanya minimal dua lagi, satu aja belum jelas. Minta dua!" Hendra ngomel saat panggilan Rafin sudah terputus, obrolan itu di loudspeaker oleh Tommy, sehingga ia dengan mudah bisa ikut mendengarkan perintah keras dari sahabatnya itu tadi."Udah, gak usah dibuat tegang
"Tunggu," ucap Mila. Membuat Daffa segera menurunkan kecepatan dan menepikan mobilnya."Kenapa? Apa ada yang ketinggalan?" tanya pria itu kemudian."Jadi kalian berdua udah tau pada mau pergi kemana? Terus kenapa Azzam gak dikasih tau mama kita mau kemana hari ini. Kalau tau mau ke pantai kan bisa bawa baju ganti juga. Soalnya kamu pasti basah-basahan." Mila terlihat ngambek karena disini hanya dia satu-satunya orang yang tak tahu menahu tentang rencana piknik ke pantai kali ini."Kan kamu gak nanya ke aku, kita mau pergi kemana. Ya ku kira Azzam udah kasih tau kamu," jawab Daffa enteng, perlahan ia mulai menjalankan kembali kendaraannya. Pria tersenyum menyikapi kekonyolan yang terjadi pagi ini."Gak usah dibikin ngambek gitu lah, nanti beli baju di sana. Pasti ada." Selanjutnya hanya ada suara Azzam yang asyik bermain dengan mainan robot-robot yang ia bawa dari rumah."Kalian sudah sarapan?" tanya Daffa."Belum, tadi dia gak mau sarapan. Udah gak sabar pengen cepetan pergi, katanya
Seorang wanita cantik, terlihat sayu. Tanpa polesan make up atau pakaian glamor seperti kebiasaan-kebiasaan yang sebelumnya. Ia tampak seperti tak memiliki semangat hidup, melamun dan diam. Dalam kamarnya terdengar alunan musik yang menenangkan. Wanita itu sesekali mengetuk-ngetukkan jarinya, tanda bahwa ia menikmati alunan irama indah itu.Wajahnya memang terlihat lebih tirus, namun kondisi ini sangatlah lebih baik dari sebelumnya. Seorang wanita lainnya masuk ke kamar membawa dua cangkir minuman berwarna pink dan sekotak cemilan. Anggita, wanita itu adalah seseorang yang telah berhasil membuat kegaduhan dalam rumah tangga Rafin dan Mila. Sementara hubungannya sendiri juga menjadi kacau berantakan karenanya.Waktu hampir tiga tahun ini adalah masa terberat dalam hidupnya, ia ditinggalkan oleh orang-orang yang penting. Butuh waktu lama untuk menerima keadaan ini. Apalagi karirnya juga redup akibat ulahnya sendiri yang suk
Mila telah berada di dalam kamarnya, di sebelahnya terbaring Azzam yang sudah tertidur pulas. Di samping bantal bocah itu tergeletak mainan-mainan baru yang tadi ia dapatkan dari Daffa.Terlintas kembali saat terakhir tadi sebelum pria itu pergi."Besok ku jemput pagi, sekitar jam delapan ya." Dan Mila selalu hafal dengan karakter Daffa yang tak pernah bisa di bantah. Ia hanya cukup percaya pada pria itu bahwa dia dan Azzam akan aman bersamanya.***Hari ini Sutomo dan Dodit berniat untuk menghubungi orang yang berniat untuk menerima hasil kolamnya. Pagi ini langit sangatlah cerah, nyaris tak ada mendung ataupun awan yang menggantung. Dapat dipastikan bahwa siang nanti pasti cuaca akan sangatlah terik.Mereka berboncengan dengan mengendarai motor yang baru saja mereka beli tempo hari. Tujuan mereka adalah desa sebelah. Namun begitu, mereka akan memakan waktu yang la
Kasto benar-benar merasa bahwa hatinya tak tenang. Ia seakan-akan selalu dikejar oleh dosanya sendiri. Kesibukan yang selama ini ia lakukan nyatanya sama sekali tak bisa mengalihkan kesalahan yang pernah ia lakukan tiga puluh tahun yang lalu. Ia pun bergegas mengambil air wudhu, berdiri menghadap kearah kiblat dan mengkhusyukkan diri. Mencoba untuk pasrah dan memohon ampun. Tak disadari, bahwa ternyata air mata telah menganak sungai membasahi pipinya.Rasa bersalah, menyesal dan ketakutan, mendera hatinya. Keserakahan nyatanya mampu membuat hatinya gelap. Rasa iri dengki telah membuat hatinya menjadi kotor dan memiliki rasa benci meskipun terhadap saudara kandung sendiri.Bahkan dengan jahatnya ia tega melenyapkan keponakannya sendiri. Air mata tak berhenti mengalir. Namun sesal kini tak ada lagi manfaatnya. Tak ada lagi gunanya. Memang sampai saat ini tak ada satupun kejahatannya yang terungkap. Bahkan saudara kandung ya
Rafin begitu terharu menyaksikan ada raut ceria di wajah putrinya. Lantunan lagu selamat ulang tahun dan riuhnya suara tepuk tangan membuat suasana begitu meriah. Puluhan anak-anak dari panti asuhan juga terlihat ikut larut dalam suasana bahagia yang diciptakan keluarga itu. Berbagai kudapan khas ulang tahun, juga souvenir telah dipersiapkan untuk memanjakan anak-anak kurang beruntung itu.Saat tiba pada acara potong kue, Ara yang didampingi oleh Ny. Nara dan Riska membantu gadis kecil itu untuk memotong kue pertamanya. Tanpa mereka suruh, gadis mungil itu langsung berjalan mendekati papanya dan menyerahkan kue pertamanya. Pandangan Rafin mengabur, betapa bahagianya ia yang mendapatkan hal kecil itu. Bahkan Ara memberikan suapan pada sendok kecilnya, diiringi dengan sebuah kecupan lembut di pipi papanya.Tepuk tangan meriah mengiringi peristiwa mengharukan itu. Bahkan mama dibuat menitikkan air mata saat menyaksikan momen
Riska nekat untuk pulang ke Indonesia, namun ia tak sendirian. Karena Ailin ikut dengannya. Awalnya Rafin sama sekali tak mengijinkan anak gadis itu kembali, apalagi alasannya hanya untuk merayakan ulang tahun Ara. Namun dengan segala upaya ia merayu mama agar berdiri dipihaknya. Dengan dukungan dari Tn. Wijaya juga, ia akhirnya bisa kembali dengan selamat dan penuh kemudahan.Ailin begitu tak menyangka jika keluarga Riska adalah orang hebat. Pelayan dan bodyguard berada dimana-mana. Mirip seperti rumah di drama-drama Korea yang sering ditonton.Begitu memasuki rumah, teriakan Riska mendominasi seluruh ruangan."Mamaaaaa," dan semua orang yang hadir disana pun menoleh dan menyunggingkan senyum."Sayang … , gimana kabarmu nak," tanya mama antusias, dan mereka berpelukan, saling mencium pipi melepaskan kerinduan karena selama dua tahun lebih mereka hanya bertemu melalui pangg
Tommy dan Hendra akhirnya harus bolak balik ke kota terpencil ini untuk mendapatkan petunjuk. Walaupun mereka telah mengerahkan tenaga-tenaga terbaik, nyatanya selama dua tahun ini mereka sama sekali belum menemui titik terang.Bagi Hendra, penugasan kekota ini sangatlah membosankan, namun tidak untuk Tommy. Karena selama dua tahun ini, ia juga sedang mencari seseorang."Carilah perempuan lain saja Tom, itu menandakan bahwa kalian itu tidak berjodoh." Hendra dengan polosnya mematah kan hati sahabatnya.PLAKK!!!"Sakit! Bodoh!" ujar Hendra sambil mengelus kepalanya yang dipukul dengan menggunakan koran oleh Tommy."Kamu itu sahabatku bukan!?" tanyanya berapi-api."Agak," jawab Hendra asal-asalan."Agak? Agak apaan? Emangnya ada agak sahabat? Yang ada tu otakmu tu, agak miring! Bukannya ngasih semangat, malah bikin drop,
Dua tahun kemudian ….Rafin malam ini merasakan begitu merindukan istrinya. Sepulang dari kantor ia langsung membersihkan diri dan mencari Ara. Tak lama kemudian terdengar celoteh dari bocah cantik yang selalu dapat mengembangkan senyumnya itu. Bulan ini Ara genap berusia tiga tahun. Ia tumbuh menjadi gadis cilik yang cantik, sangat mirip dengan ibunya. Mata dan juga bibirnya benar-benar mirip dengan Mila, Rambutnya yang bergelombang besar-besar dan panjang membuatnya terlihat cantik sempurna.Namun bentuk wajah dan hidungnya begitu mirip dengannya. Rafin bisa melihat wujud Mila dalam diri putrinya.Gadis kecil itu berlari dengan langkah kecil-kecilnya dan kemudian merangkul kakinya. Hal semacam ini adalah kebiasaan lucu Ara. Ia selalu menempel pada kaki papanya dan akan ikut kemanapun papanya melangkah. Mirip seperti binatang khas Australia, Koala.Seperti juga kali ini. B
Seorang gadis terlihat sangat frustasi dan kecewa. Ia merasa bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Kisah asmaranya dengan dua pangeran tampan semuanya berakhir kandas dan hancur berantakan, pikirnya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Nyatanya rencana hanya tinggal angan-angan saja. Semuanya gagal total.Ia adalah termasuk jenis wanita yang tidak dapat jauh dari pria. Selalu ingin dimanja dan disentuh. Apalagi tentang kebutuhan biologis, ia akan kacau jika dalam waktu seminggu tidak melakukan itu. Maka ia memutuskan untuk memiliki dua pria dalam hidupnya, Rafin dan Daffa. Sayangnya Rafin tak pernah mau diajak untuk berhubungan badan, pria itu terlalu kolot, dan malah mengajaknya menikah. Namun, hatinya belum terikat seutuhnya oleh pria itu.Ada rasa yang sering membuatnya tak bisa nyaman. Rasa yang membuatnya seakan menjadi wanita buruk yang tak pantas untuk disentuh. Namun untuk benar-benar meninggalkannya juga sa