Hari ini Pak Sutomo mengajak Dodit ke kota, ia ingin memberikan sedikit kesenangan pada pemuda itu. Meskipun terlihat ragu, namun terlihat bahwa ia sangat antusias dengan rencana Pak Tomo. Dengan senandung kecil yang kadang kala ia perdengarkan, Dodit segera menyudahi aktivitas mandinya, lekas berganti dengan pakaian terbaik dan bersiap untuk pergi kemanapun.
Mereka berjalan cukup jauh, hingga sampai di sebuah pangkalan ojek.
"Pasar ya dek," ucap Pak Sutomo. Tak lama kemudian, keduanya telah melaju dengan dua buah sepeda motor milik pak ojek.
Pasar disana letaknya di kota. Cukup jauh dari tempat yang mereka tinggali. Butuh waktu lebih dari setengah jam untuk sampai ditempat itu.
Wajah Dodit berbinar saat mereka turun dari ojek.
"Ini dek, ambil kembaliannya. Dibagi dua ya … " ujar Pak Sutomo sambil memberikan dua lembar uang kertas merah pada salah seorang tukan
Kasto kini tinggal disebuah rumah sederhana di pinggiran desa. Rumah yang bahkan langsung dibeli saat ada seseorang yang menawarkan kepadanya. Entahlah. Ia merasa nyaman berada di desa ini, dan kebetulan saat ia sedang beristirahat di pos ronda, datanglah seorang ibu-ibu yang basa basi bertanya padanya."Sedang menunggu siapa pak?""Tidak menunggu siapapun bu, cuma mau cari rumah kontrakan aja. Kira-kira ibu punya infonya gak ya, kontrakan daerah sini?" tanya Kasto.Wanita setengah baya itu terlihat terkejut dan wajahnya berbinar."Bapak tunggu sebentar disini ya, jangan kemana-mana. Saya ada info tentang rumah yang akan dijual, semoga saja masih menjadi rezekinya ya pak," ucap ibu-ibu itu dan langsung di iyakan oleh Kasto.Benar, tak lama setelahnya, ibu-ibu tadi kembali dengan membawa seseorang lainnya."Jadi begini pak Bono, bapak ini ingin m
Dodit tak tak henti-hentinya tersenyum lebar. Ia terlihat sangat bahagia. Bagaimana tidak? Sebuah motor baru telah terparkir di halaman rumahnya."Terimakasih banyak pak," ucap Dodit."Iya, kamu sudah ucapkan itu ribuan kali. Jadi kasihanilah orang tua ini. Tolong jangan ucapkan itu lagi." Baik Dodit maupun Pak Sutomo akhirnya tertawa bersama."Wah, Dit … , hebat bener kamu Dit. Kaya kamu sekarang ya, udah mirip sama anak-anak kota yang pake motor keren," ucap seorang tetangga yang kebetulan lewat di depan pekarangan rumah mereka."Ah pak, bisa aja …." ucapnya mengambang"Itu hasil dari tabungan Dodit sendiri lho pak, hasil dari jual ikan di kolam kemarin," potong Pak Sutomo yang membuat Dodit paham bahwa beliau tak ingin ada yang tau jika motor itu adalah pemberian darinya. Ia hanya tersenyum paham." Wah, hebat kamu D
"Jangan pulang jika tak mendapatkan setidaknya dua informasi penting untukku." Rafin memutus sambungan telepon secara sepihak, membuat Tommy dan Hendra menahan geram, untung saja bos sekaligus sahabatnya itu mengirimkan uang yang tak sedikit sebagai bekal untuk hidup dikota ini. Sebenarnya bisa saja mereka mengirimkan orang-orang kepercayaannya seperti yang biasa ia lakukan. Namun kali ini Rafin menginginkan agar kedua sahabatnya itu yang memastikan keberadaan mertuanya di kota ini. Berapapun uang yang akan ia habiskan untuk hal ini, ia tak peduli. Baginya kini, menepati janjinya pada Mila adalah mutlak hukumnya."Gila nih, bos kamu. Emangnya gampang nyari info. Mintanya minimal dua lagi, satu aja belum jelas. Minta dua!" Hendra ngomel saat panggilan Rafin sudah terputus, obrolan itu di loudspeaker oleh Tommy, sehingga ia dengan mudah bisa ikut mendengarkan perintah keras dari sahabatnya itu tadi."Udah, gak usah dibuat tegang
Dodit dengan keterampilan yang sudah tak diragukan mencoba peruntungannya dalam mengembangkan usahanya dalam bidang ternak ikan. Ia mulai melobi para tengkulak yang berkemungkinan akan membeli hasil usahanya. Paktama seperti mendapatkan kebahagiaan saat melihat Dodit mulai merintis usahanya. Penilaiannya terhadap pemuda ini sungguh tepat, maka tak salah jika ia memperlakukannya seperti anak sendiri.***Daffa mengambil alih Azzam dari dalam gendongan baby sitter. Bayi itu terlihat sama sekali tidak menolak. Bahkan bocah itu terlonjak kegirangan saat ada banyak balon yang terlihat disana, namun saat pria itu berniat untuk membelikannya, Mila menolak."Jangan nak, kasihan mbak Veni nanti yang repot bawanya, nanti aja belinya pas mau pulang ya … ," ucapnya sambil mengusap sayang rambut anaknya. Sepertinya bocah itu paham dengan apa yang dikatakan oleh mamanya, ia hanya tertawa-tawa saja saat melewati ku
Seorang gadis terlihat sangat frustasi dan kecewa. Ia merasa bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Kisah asmaranya dengan dua pangeran tampan semuanya berakhir kandas dan hancur berantakan, pikirnya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Nyatanya rencana hanya tinggal angan-angan saja. Semuanya gagal total.Ia adalah termasuk jenis wanita yang tidak dapat jauh dari pria. Selalu ingin dimanja dan disentuh. Apalagi tentang kebutuhan biologis, ia akan kacau jika dalam waktu seminggu tidak melakukan itu. Maka ia memutuskan untuk memiliki dua pria dalam hidupnya, Rafin dan Daffa. Sayangnya Rafin tak pernah mau diajak untuk berhubungan badan, pria itu terlalu kolot, dan malah mengajaknya menikah. Namun, hatinya belum terikat seutuhnya oleh pria itu.Ada rasa yang sering membuatnya tak bisa nyaman. Rasa yang membuatnya seakan menjadi wanita buruk yang tak pantas untuk disentuh. Namun untuk benar-benar meninggalkannya juga sa
Dua tahun kemudian ….Rafin malam ini merasakan begitu merindukan istrinya. Sepulang dari kantor ia langsung membersihkan diri dan mencari Ara. Tak lama kemudian terdengar celoteh dari bocah cantik yang selalu dapat mengembangkan senyumnya itu. Bulan ini Ara genap berusia tiga tahun. Ia tumbuh menjadi gadis cilik yang cantik, sangat mirip dengan ibunya. Mata dan juga bibirnya benar-benar mirip dengan Mila, Rambutnya yang bergelombang besar-besar dan panjang membuatnya terlihat cantik sempurna.Namun bentuk wajah dan hidungnya begitu mirip dengannya. Rafin bisa melihat wujud Mila dalam diri putrinya.Gadis kecil itu berlari dengan langkah kecil-kecilnya dan kemudian merangkul kakinya. Hal semacam ini adalah kebiasaan lucu Ara. Ia selalu menempel pada kaki papanya dan akan ikut kemanapun papanya melangkah. Mirip seperti binatang khas Australia, Koala.Seperti juga kali ini. B
Tommy dan Hendra akhirnya harus bolak balik ke kota terpencil ini untuk mendapatkan petunjuk. Walaupun mereka telah mengerahkan tenaga-tenaga terbaik, nyatanya selama dua tahun ini mereka sama sekali belum menemui titik terang.Bagi Hendra, penugasan kekota ini sangatlah membosankan, namun tidak untuk Tommy. Karena selama dua tahun ini, ia juga sedang mencari seseorang."Carilah perempuan lain saja Tom, itu menandakan bahwa kalian itu tidak berjodoh." Hendra dengan polosnya mematah kan hati sahabatnya.PLAKK!!!"Sakit! Bodoh!" ujar Hendra sambil mengelus kepalanya yang dipukul dengan menggunakan koran oleh Tommy."Kamu itu sahabatku bukan!?" tanyanya berapi-api."Agak," jawab Hendra asal-asalan."Agak? Agak apaan? Emangnya ada agak sahabat? Yang ada tu otakmu tu, agak miring! Bukannya ngasih semangat, malah bikin drop,
Riska nekat untuk pulang ke Indonesia, namun ia tak sendirian. Karena Ailin ikut dengannya. Awalnya Rafin sama sekali tak mengijinkan anak gadis itu kembali, apalagi alasannya hanya untuk merayakan ulang tahun Ara. Namun dengan segala upaya ia merayu mama agar berdiri dipihaknya. Dengan dukungan dari Tn. Wijaya juga, ia akhirnya bisa kembali dengan selamat dan penuh kemudahan.Ailin begitu tak menyangka jika keluarga Riska adalah orang hebat. Pelayan dan bodyguard berada dimana-mana. Mirip seperti rumah di drama-drama Korea yang sering ditonton.Begitu memasuki rumah, teriakan Riska mendominasi seluruh ruangan."Mamaaaaa," dan semua orang yang hadir disana pun menoleh dan menyunggingkan senyum."Sayang … , gimana kabarmu nak," tanya mama antusias, dan mereka berpelukan, saling mencium pipi melepaskan kerinduan karena selama dua tahun lebih mereka hanya bertemu melalui pangg