Seorang pria lajang, berjalan sendirian di tepi pantai. Masih pantai yang sama sejak tiga hari yang lalu. Ia sama sekali tak peduli dengan lalu lalang orang yang silih berganti melewatinya. Pandangannya beredar ke setiap sudut pantai, namun tak ada yang mampu membuat hatinya tertarik. Deburan ombak yang keras dan angin pantai yang menderu seakan mewakili rasa sakit hatinya yang tak kunjung mereda.
Tiba-tiba matanya menangkap sepasang manusia yang sedang menikmati makan siang mereka di sebuah restoran tepi pantai. Hatinya kembali bergemuruh. Kalau saja ia tak ingat posisi, pasti akan ia lempar pasangan itu dengan alas kaki yang ia kenakan. Namun nyatanya, hanya dengan melihat mereka saja sanggup membuat dirinya hilang tenaga. Luka itu masih sama, dan sakit itu juga masih terasa. Namun sudah tak ada lagi air mata. Entah karena sudah kering, atau karena hatinya yang telah semakin kuat.
Ada setitik tanya yang membuatn
Mila bangun lebih pagi di hari itu, ia merasa begitu bahagia. Entah karena apa, ia bahkan bingung mengartikan bunga-bunga yang terasa bermekaran di hatinya. Setelah ritualnya tadi malam, ia lantas tertidur dan kemudian terbangun karena mendengar suara adzan subuh.Entah ada ide dari mana, pagi ini ia berkeinginan untuk membuat kudapan berupa cake.Mila berkutat dengan adonan tepung dan gula halus sendirian. Karena tawaran bantuan dari Bibi Dini ia tolak. Bukan hal yang sulit bagi Mila untuk membuat cake, itu memang keahliannya.Ia hanya tinggal memberikan topping strawberry saat Oma menyapanya pagi itu."Wah, sejak kapan kalian disini?" tanya Oma yang membuat Mila menaikkan alisnya."Dari beberapa waktu yang lalu, dan Mila hanya sendirian Oma, kenapa Oma pakai kata kalian?" tanya Mila.Oma kemudian menunjuk seseor
Kasto kembali menempati rumah lamanya, yang kini telah lengang. Masih ada barang-barang milik kedua keponakannya, masih ditempat yang sama seperti saat ia tinggalkan waktu itu. Ia merebahkan tubuhnya pada kasur yang telah usang di kamarnya. Sepi, lengang, sendirian. Entah apa yang saat ini ia rasakan. Haruskah ia bahagia atau malah merasa bersalah?Masih ingat dalam benaknya, bagaimana saat untuk pertama kalinya kedua gadis belia itu tinggal dalam rumah sederhana miliknya. Ada semacam trauma dan ketakutan saat bertemu dengan orang asing. Terutama si bungsu Riska. Sedangkan kakaknya yang sebenarnya tak bisa dikatakan sebagai anak sulung itu terlihat lebih tegar.Ada satu rahasia keluarga Amarta yang sampai saat ini masih ia simpan. Itulah satu-satunya peristiwa yang masih membuatnya di kejar-kejar rasa bersalah.Nafasnya ia buang dengan kasar, tiba-tiba ia ingat akan sesuatu. Maka di carinyalah sebuah
Bibi Dini menangkap siluet Anggita pada acara itu. Ada banyak orang yang menghadiri acara pesta kebun itu, membuat Bibi Dini kesulitan untuk fokus dengan pencariannya karena lalu lalang orang yang tak berhenti. Dan benar saja dugaannya, gadis itu adalah Anggita. Bahkan kini Rafin terlihat sedang ngobrol dengannya.Ia segera mencari akal untuk memisahkan pertemuan mantan pasangan itu, sebelum Mila atau Oma mengetahuinya.***"Hai, apa kabarmu?" sapa Rafin pada gadis yang selalu terlihat sangat cantik di matanya itu."Seperti yang kau lihat," jawab Anggita tanpa menoleh sedikitpun pada pria itu. "Kau sendiri, bagaimana kabarmu?""Lebih baik dari dugaanmu," jawab Rafin percaya diri. Ia bahkan mengamati dengan cermat perubahan mimik muka dari gadis yang pernah mengisi hatinya selama tujuh tahun."Apa kau bahagia?" Anggita m
Sesampai di apartemen mereka langsung memasuki kamar masing-masing. Mila meletakkan barang-barangnya di kamar yang dahulu pernah digunakan. Tatanannya masih sama seperti dulu saat ia tinggalkan, belum berubah.***Mila menjadi lebih banyak diam dari sebelumnya. Pembicaraan di pesawat kemarin menjadi obrolan terakhir mereka.Dan pagi ini Mila keluar dari kamar saat Rafin telah pergi. Bekerja mungkin. Ia memilih bersih-bersih untuk kegiatannya hari itu.TING TONG...Sebuah bunyi bel berhasil membuat wanita muda itu terkejut. Spontan ia menghentikan kegiatan sebelumnya dan pergi ke arah pintu.Terlihat di sana seorang pria yang datang dengan membawa banyak barang." Selamat pagi, saya dari "ABC Catering" mengantarkan pesanan sarapan untuk Ny. Rafin. Paket sudah dibayar lunas oleh Tuan Rafin. Mohon dite
Di Kafe yang bertuliskan "Aluna" seorang gadis duduk sendiri, sebuah gelas berisikan coklat hangat telah berada di hadapannya.Pram, dari kejauhan sempat berhenti sejenak dari langkahnya. Memberikan kesempatan pada hatinya untuk menenangkankan diri. Jika bukan karena peristiwa itu, mungkin ia akan segera melangkahkan kakinya menuju kearah gadis cantik itu. Hatinya terasa nyeri jika ia mengingat kejadian itu. Namun tak ada alasan lagi untuk mundur.Pram melangkah semakin dekat dengan Mila. Tampak dimatanya, bahwa wanita itu masihlah cantik. Sama. Tak berkurang sedikitpun. Sosok itu sepertinya sedang melamun, terbukti bahwa kehadirannya tak disadari sama sekali. Hingga ia benar-benar telah berada di depannya, barulah gadis itu sedikit terkejut." Eh Kak Pram," ujar Mila terlihat gelagapan. "Terimakasih telah bersedia meluangkan waktumu untuk menemuiku." Mila lantas melambai pada seor
Rafin membuka mata dan mendapati bahwa semalam ia tak tidur di kamarnya. Seorang wanita cantik sedang meringkuk dalam dekapannya. Bau wangi dari shampoo di rambut Mila kini menjadi aroma terapi baginya.Rafin kembali mengingat saat awal pertemuannya dengan gadis ini. Bukankah itu adalah sebuah momen yang buruk dan menyedihkan? Malang sekali nasibnya. Ia juga kembali mengingat saat Pram kemarin tiba-tiba datang ke kantor dan tanpa banyak kata-kata langsung menonjok wajahnya. Bila saja Pram datang pada saat jam kantor, pasti akan ada banyak pasang mata yang melihat betapa hancur wajahnya. Setidaknya Pram masih memberi toleransi padanya dengan datang waktu kantor sudah tutup. Kemarin Derry sang aspri, sempat meminta maaf padanya karena memberikan informasi pada Pram saat pria itu menanyakan keberadaannya. Karena disangkanya kedua sahabat itu tak akan terlibat baku hantam. Apalagi selama ini para sahabat Rafin selalu bebas menemui p
Pram seperti biasa, selalu menjemput Mila untuk berangkat ke kafe bersama-sama. Di jam seperti ini biasanya gadis itu telah menunggunya di depan apartemen, namun tumben hari itu ia tak menemukan gadis itu di tempat yang biasanya. Maka ia membuat panggilan."Halo kak, ini Riska. Maaf, kak Mila baru ke kamar mandi. Ia sakit kak. Mungkin hari ini akan libur bekerja dulu. Boleh kan kak?" suara Riska dari ujung sana."Apa perlu aku antar ke Rumah Sakit?" tanyanya."Tak perlu kak. Kak Mila kalau masuk angin pasti seperti ini. Nanti aku beri dia obat aja, biasanya akan langsung reda.""Baiklah. Jika sakitnya tak ada perubahan, segera hubungi aku. Suruh dia untuk beristirahat selama beberapa hari." Pram sebenarnya sangat khawatir dengan keadaan gadis itu. Namun keadaan Mila yang telah menikah membuatnya tak bebas berbuat apapun, karena gadis itu telah memiliki suami. Meskipun hany
"Kamu harus lebih berhati-hati. Si brengsek itu sudah mulai pasang kuda-kuda. Dia memiliki orang-orang yang jenius dalam hal memata-matai. Pastikan bahwa kau tidak masuk dalam lingkar pengawasannya," ucap seorang pria tampan sambil menyerahkan sebuah kantong kertas berwarna coklat berisikan uang senilai ratusan juta."Baik boss, senang bekerja sama denganmu," kata seorang pria setengah baya yang dengan hati menerima banyak gepokan uang dalam kantong kertas itu.***"Kudengar dari Mama, kau positif," Akhirnya Rafin berhasil melontarkan kalimat pertamanya setelah beberapa kali berdehem dan tak ada respon dari Mila."Ya, selamat atas kehamilanku. Semoga bayi ini laki-laki dan semua segera berakhir," ucap Mila dengan ketus."Bagaimana keadaanmu?" tanya Rafin lagi."Calon bayimu aman bersamaku, ia baik-baik saja."&nb
"Tunggu," ucap Mila. Membuat Daffa segera menurunkan kecepatan dan menepikan mobilnya."Kenapa? Apa ada yang ketinggalan?" tanya pria itu kemudian."Jadi kalian berdua udah tau pada mau pergi kemana? Terus kenapa Azzam gak dikasih tau mama kita mau kemana hari ini. Kalau tau mau ke pantai kan bisa bawa baju ganti juga. Soalnya kamu pasti basah-basahan." Mila terlihat ngambek karena disini hanya dia satu-satunya orang yang tak tahu menahu tentang rencana piknik ke pantai kali ini."Kan kamu gak nanya ke aku, kita mau pergi kemana. Ya ku kira Azzam udah kasih tau kamu," jawab Daffa enteng, perlahan ia mulai menjalankan kembali kendaraannya. Pria tersenyum menyikapi kekonyolan yang terjadi pagi ini."Gak usah dibikin ngambek gitu lah, nanti beli baju di sana. Pasti ada." Selanjutnya hanya ada suara Azzam yang asyik bermain dengan mainan robot-robot yang ia bawa dari rumah."Kalian sudah sarapan?" tanya Daffa."Belum, tadi dia gak mau sarapan. Udah gak sabar pengen cepetan pergi, katanya
Seorang wanita cantik, terlihat sayu. Tanpa polesan make up atau pakaian glamor seperti kebiasaan-kebiasaan yang sebelumnya. Ia tampak seperti tak memiliki semangat hidup, melamun dan diam. Dalam kamarnya terdengar alunan musik yang menenangkan. Wanita itu sesekali mengetuk-ngetukkan jarinya, tanda bahwa ia menikmati alunan irama indah itu.Wajahnya memang terlihat lebih tirus, namun kondisi ini sangatlah lebih baik dari sebelumnya. Seorang wanita lainnya masuk ke kamar membawa dua cangkir minuman berwarna pink dan sekotak cemilan. Anggita, wanita itu adalah seseorang yang telah berhasil membuat kegaduhan dalam rumah tangga Rafin dan Mila. Sementara hubungannya sendiri juga menjadi kacau berantakan karenanya.Waktu hampir tiga tahun ini adalah masa terberat dalam hidupnya, ia ditinggalkan oleh orang-orang yang penting. Butuh waktu lama untuk menerima keadaan ini. Apalagi karirnya juga redup akibat ulahnya sendiri yang suk
Mila telah berada di dalam kamarnya, di sebelahnya terbaring Azzam yang sudah tertidur pulas. Di samping bantal bocah itu tergeletak mainan-mainan baru yang tadi ia dapatkan dari Daffa.Terlintas kembali saat terakhir tadi sebelum pria itu pergi."Besok ku jemput pagi, sekitar jam delapan ya." Dan Mila selalu hafal dengan karakter Daffa yang tak pernah bisa di bantah. Ia hanya cukup percaya pada pria itu bahwa dia dan Azzam akan aman bersamanya.***Hari ini Sutomo dan Dodit berniat untuk menghubungi orang yang berniat untuk menerima hasil kolamnya. Pagi ini langit sangatlah cerah, nyaris tak ada mendung ataupun awan yang menggantung. Dapat dipastikan bahwa siang nanti pasti cuaca akan sangatlah terik.Mereka berboncengan dengan mengendarai motor yang baru saja mereka beli tempo hari. Tujuan mereka adalah desa sebelah. Namun begitu, mereka akan memakan waktu yang la
Kasto benar-benar merasa bahwa hatinya tak tenang. Ia seakan-akan selalu dikejar oleh dosanya sendiri. Kesibukan yang selama ini ia lakukan nyatanya sama sekali tak bisa mengalihkan kesalahan yang pernah ia lakukan tiga puluh tahun yang lalu. Ia pun bergegas mengambil air wudhu, berdiri menghadap kearah kiblat dan mengkhusyukkan diri. Mencoba untuk pasrah dan memohon ampun. Tak disadari, bahwa ternyata air mata telah menganak sungai membasahi pipinya.Rasa bersalah, menyesal dan ketakutan, mendera hatinya. Keserakahan nyatanya mampu membuat hatinya gelap. Rasa iri dengki telah membuat hatinya menjadi kotor dan memiliki rasa benci meskipun terhadap saudara kandung sendiri.Bahkan dengan jahatnya ia tega melenyapkan keponakannya sendiri. Air mata tak berhenti mengalir. Namun sesal kini tak ada lagi manfaatnya. Tak ada lagi gunanya. Memang sampai saat ini tak ada satupun kejahatannya yang terungkap. Bahkan saudara kandung ya
Rafin begitu terharu menyaksikan ada raut ceria di wajah putrinya. Lantunan lagu selamat ulang tahun dan riuhnya suara tepuk tangan membuat suasana begitu meriah. Puluhan anak-anak dari panti asuhan juga terlihat ikut larut dalam suasana bahagia yang diciptakan keluarga itu. Berbagai kudapan khas ulang tahun, juga souvenir telah dipersiapkan untuk memanjakan anak-anak kurang beruntung itu.Saat tiba pada acara potong kue, Ara yang didampingi oleh Ny. Nara dan Riska membantu gadis kecil itu untuk memotong kue pertamanya. Tanpa mereka suruh, gadis mungil itu langsung berjalan mendekati papanya dan menyerahkan kue pertamanya. Pandangan Rafin mengabur, betapa bahagianya ia yang mendapatkan hal kecil itu. Bahkan Ara memberikan suapan pada sendok kecilnya, diiringi dengan sebuah kecupan lembut di pipi papanya.Tepuk tangan meriah mengiringi peristiwa mengharukan itu. Bahkan mama dibuat menitikkan air mata saat menyaksikan momen
Riska nekat untuk pulang ke Indonesia, namun ia tak sendirian. Karena Ailin ikut dengannya. Awalnya Rafin sama sekali tak mengijinkan anak gadis itu kembali, apalagi alasannya hanya untuk merayakan ulang tahun Ara. Namun dengan segala upaya ia merayu mama agar berdiri dipihaknya. Dengan dukungan dari Tn. Wijaya juga, ia akhirnya bisa kembali dengan selamat dan penuh kemudahan.Ailin begitu tak menyangka jika keluarga Riska adalah orang hebat. Pelayan dan bodyguard berada dimana-mana. Mirip seperti rumah di drama-drama Korea yang sering ditonton.Begitu memasuki rumah, teriakan Riska mendominasi seluruh ruangan."Mamaaaaa," dan semua orang yang hadir disana pun menoleh dan menyunggingkan senyum."Sayang … , gimana kabarmu nak," tanya mama antusias, dan mereka berpelukan, saling mencium pipi melepaskan kerinduan karena selama dua tahun lebih mereka hanya bertemu melalui pangg
Tommy dan Hendra akhirnya harus bolak balik ke kota terpencil ini untuk mendapatkan petunjuk. Walaupun mereka telah mengerahkan tenaga-tenaga terbaik, nyatanya selama dua tahun ini mereka sama sekali belum menemui titik terang.Bagi Hendra, penugasan kekota ini sangatlah membosankan, namun tidak untuk Tommy. Karena selama dua tahun ini, ia juga sedang mencari seseorang."Carilah perempuan lain saja Tom, itu menandakan bahwa kalian itu tidak berjodoh." Hendra dengan polosnya mematah kan hati sahabatnya.PLAKK!!!"Sakit! Bodoh!" ujar Hendra sambil mengelus kepalanya yang dipukul dengan menggunakan koran oleh Tommy."Kamu itu sahabatku bukan!?" tanyanya berapi-api."Agak," jawab Hendra asal-asalan."Agak? Agak apaan? Emangnya ada agak sahabat? Yang ada tu otakmu tu, agak miring! Bukannya ngasih semangat, malah bikin drop,
Dua tahun kemudian ….Rafin malam ini merasakan begitu merindukan istrinya. Sepulang dari kantor ia langsung membersihkan diri dan mencari Ara. Tak lama kemudian terdengar celoteh dari bocah cantik yang selalu dapat mengembangkan senyumnya itu. Bulan ini Ara genap berusia tiga tahun. Ia tumbuh menjadi gadis cilik yang cantik, sangat mirip dengan ibunya. Mata dan juga bibirnya benar-benar mirip dengan Mila, Rambutnya yang bergelombang besar-besar dan panjang membuatnya terlihat cantik sempurna.Namun bentuk wajah dan hidungnya begitu mirip dengannya. Rafin bisa melihat wujud Mila dalam diri putrinya.Gadis kecil itu berlari dengan langkah kecil-kecilnya dan kemudian merangkul kakinya. Hal semacam ini adalah kebiasaan lucu Ara. Ia selalu menempel pada kaki papanya dan akan ikut kemanapun papanya melangkah. Mirip seperti binatang khas Australia, Koala.Seperti juga kali ini. B
Seorang gadis terlihat sangat frustasi dan kecewa. Ia merasa bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Kisah asmaranya dengan dua pangeran tampan semuanya berakhir kandas dan hancur berantakan, pikirnya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Nyatanya rencana hanya tinggal angan-angan saja. Semuanya gagal total.Ia adalah termasuk jenis wanita yang tidak dapat jauh dari pria. Selalu ingin dimanja dan disentuh. Apalagi tentang kebutuhan biologis, ia akan kacau jika dalam waktu seminggu tidak melakukan itu. Maka ia memutuskan untuk memiliki dua pria dalam hidupnya, Rafin dan Daffa. Sayangnya Rafin tak pernah mau diajak untuk berhubungan badan, pria itu terlalu kolot, dan malah mengajaknya menikah. Namun, hatinya belum terikat seutuhnya oleh pria itu.Ada rasa yang sering membuatnya tak bisa nyaman. Rasa yang membuatnya seakan menjadi wanita buruk yang tak pantas untuk disentuh. Namun untuk benar-benar meninggalkannya juga sa