Sesampai di apartemen mereka langsung memasuki kamar masing-masing. Mila meletakkan barang-barangnya di kamar yang dahulu pernah digunakan. Tatanannya masih sama seperti dulu saat ia tinggalkan, belum berubah.
***
Mila menjadi lebih banyak diam dari sebelumnya. Pembicaraan di pesawat kemarin menjadi obrolan terakhir mereka.
Dan pagi ini Mila keluar dari kamar saat Rafin telah pergi. Bekerja mungkin. Ia memilih bersih-bersih untuk kegiatannya hari itu.
TING TONG...
Sebuah bunyi bel berhasil membuat wanita muda itu terkejut. Spontan ia menghentikan kegiatan sebelumnya dan pergi ke arah pintu.
Terlihat di sana seorang pria yang datang dengan membawa banyak barang.
" Selamat pagi, saya dari "ABC Catering" mengantarkan pesanan sarapan untuk Ny. Rafin. Paket sudah dibayar lunas oleh Tuan Rafin. Mohon dite
Di Kafe yang bertuliskan "Aluna" seorang gadis duduk sendiri, sebuah gelas berisikan coklat hangat telah berada di hadapannya.Pram, dari kejauhan sempat berhenti sejenak dari langkahnya. Memberikan kesempatan pada hatinya untuk menenangkankan diri. Jika bukan karena peristiwa itu, mungkin ia akan segera melangkahkan kakinya menuju kearah gadis cantik itu. Hatinya terasa nyeri jika ia mengingat kejadian itu. Namun tak ada alasan lagi untuk mundur.Pram melangkah semakin dekat dengan Mila. Tampak dimatanya, bahwa wanita itu masihlah cantik. Sama. Tak berkurang sedikitpun. Sosok itu sepertinya sedang melamun, terbukti bahwa kehadirannya tak disadari sama sekali. Hingga ia benar-benar telah berada di depannya, barulah gadis itu sedikit terkejut." Eh Kak Pram," ujar Mila terlihat gelagapan. "Terimakasih telah bersedia meluangkan waktumu untuk menemuiku." Mila lantas melambai pada seor
Rafin membuka mata dan mendapati bahwa semalam ia tak tidur di kamarnya. Seorang wanita cantik sedang meringkuk dalam dekapannya. Bau wangi dari shampoo di rambut Mila kini menjadi aroma terapi baginya.Rafin kembali mengingat saat awal pertemuannya dengan gadis ini. Bukankah itu adalah sebuah momen yang buruk dan menyedihkan? Malang sekali nasibnya. Ia juga kembali mengingat saat Pram kemarin tiba-tiba datang ke kantor dan tanpa banyak kata-kata langsung menonjok wajahnya. Bila saja Pram datang pada saat jam kantor, pasti akan ada banyak pasang mata yang melihat betapa hancur wajahnya. Setidaknya Pram masih memberi toleransi padanya dengan datang waktu kantor sudah tutup. Kemarin Derry sang aspri, sempat meminta maaf padanya karena memberikan informasi pada Pram saat pria itu menanyakan keberadaannya. Karena disangkanya kedua sahabat itu tak akan terlibat baku hantam. Apalagi selama ini para sahabat Rafin selalu bebas menemui p
Pram seperti biasa, selalu menjemput Mila untuk berangkat ke kafe bersama-sama. Di jam seperti ini biasanya gadis itu telah menunggunya di depan apartemen, namun tumben hari itu ia tak menemukan gadis itu di tempat yang biasanya. Maka ia membuat panggilan."Halo kak, ini Riska. Maaf, kak Mila baru ke kamar mandi. Ia sakit kak. Mungkin hari ini akan libur bekerja dulu. Boleh kan kak?" suara Riska dari ujung sana."Apa perlu aku antar ke Rumah Sakit?" tanyanya."Tak perlu kak. Kak Mila kalau masuk angin pasti seperti ini. Nanti aku beri dia obat aja, biasanya akan langsung reda.""Baiklah. Jika sakitnya tak ada perubahan, segera hubungi aku. Suruh dia untuk beristirahat selama beberapa hari." Pram sebenarnya sangat khawatir dengan keadaan gadis itu. Namun keadaan Mila yang telah menikah membuatnya tak bebas berbuat apapun, karena gadis itu telah memiliki suami. Meskipun hany
"Kamu harus lebih berhati-hati. Si brengsek itu sudah mulai pasang kuda-kuda. Dia memiliki orang-orang yang jenius dalam hal memata-matai. Pastikan bahwa kau tidak masuk dalam lingkar pengawasannya," ucap seorang pria tampan sambil menyerahkan sebuah kantong kertas berwarna coklat berisikan uang senilai ratusan juta."Baik boss, senang bekerja sama denganmu," kata seorang pria setengah baya yang dengan hati menerima banyak gepokan uang dalam kantong kertas itu.***"Kudengar dari Mama, kau positif," Akhirnya Rafin berhasil melontarkan kalimat pertamanya setelah beberapa kali berdehem dan tak ada respon dari Mila."Ya, selamat atas kehamilanku. Semoga bayi ini laki-laki dan semua segera berakhir," ucap Mila dengan ketus."Bagaimana keadaanmu?" tanya Rafin lagi."Calon bayimu aman bersamaku, ia baik-baik saja."&nb
Mila sedang mendengarkan sebuah musik saat Rafin kembali masuk kedalam bangsal." Kamu gak ingin makan sesuatu?" tanya Rafin. Wanita itu hanya mencebik dan tak menganggap keberadaan pria itu. Bukannya apa-apa, tapi ia sedikit merasa kesal karena ia telah ditinggalkan begitu lama. Bahkan suaminya itu pergi tanpa pamit kepadanya.Rafin melihat sebuah kotak plastik berisikan puding coklat yang hampir habis separuhnya."Kulihat kau sudah lebih baik dari kemarin, hari ini juga wajahmu terlihat lebih cerah, apakah ada sesuatu yang membuatmu senang?" tanya Rafin mencoba untuk menggiring opini." Kau tak perlu tau," jawab Mila singkat. Rafin hanya mengedikkan bahunya.
Seorang perawat memasuki ruang inap dan mendapati sepasang suami istri yang masih tertidur pulas dengan posisi berpelukan. Entah mengapa perawat itu tersenyum sendiri. Geli sekaligus malu. Bagaimana bisa si pria tampan yang diketahuinya sebagai suami ini nekat tidur di atas bed pasien? Ouh ... So sweet. Tak ada niatan perawat untuk membangunkan tidur pasangan romantis itu. Ia hanya mengganti cairan infus dengan yang baru, dan setelahnya ia kembali ke ruang jaga. Di sana, dengan masih tersenyum sendiri, ia bercerita dengan teman perawat yang lainnya." Kamu tau, ibu yang bernama Mila?" tanyanya pada perawat lainnya."Pasien yang glowing badai itu?" Pertanyaan itu hanya di jawab anggukan. Masih dengan penuh semangat ia melanjutkan bercerita." Tadi tuh, waktu aku mau ganti infus masa dia sama suaminya tidur bareng di bed pasien, romantis banget ya. Yang cewek cantik, yang cowok gante
Pagi itu Rafin membuat sarapan roti bakar isi telur dan segelas susu. Ia membuatnya menjadi dua porsi. Rafin tampak menikmati hidangan buatannya sendiri itu. Sementara Mila memilih untuk makan rotinya saja. Entah mengapa ia merasa eneg dengan telur dan olahan hewani lainnya." Kenapa telurnya gak di makan?" tanya Rafin sambil menunjuk telur mata sapi yang teronggok disia-siakan oleh tuannya."Aku mual, bisakan aku hanya makan roti saja tanpa telur?" tanya Mila dengan wajah yang memelas. Rafin hanya mengambil nafas dalam dan kemudian menganggukkan kepalanya." Pastikan bahwa kau menghabiskan susu hamil mu. Makan apapun yang menurutmu enak untuk dimakan. Bukankah kemarin kau ada puding coklat? Kurasa itu juga camilan bagus."Mila hanya mengangguk setuju." Kau tak ingin makanan yang lainnya? Biar nanti aku bawakan sepulang kerja.
Mila telah siap sejak satu jam yang lalu. Bahkan ini telah hampir masuk waktu maghrib. Jika saja ia tak memiliki janji dengan dokter kandungannya, maka ia tak akan seperti ini.Matanya hampir saja menumpahkan muatan airnya, namun masih mampu ia tahan. Mila terlanjur membatalkan janjinya dengan Riska, ia kini hanya merasa bodoh karena untuk kesekian kalinya ia kembali percaya dengan kata-kata pria itu.Bahkan jika ponselnya bisa bicara, ia pasti akan berteriak karena kesal. Nomor yang sedari tadi dipanggil hanya memperdengarkan panggilan masuk, tanpa ada yang mengangkatnya. Berarti pria itu dengan sengaja telah mengabaikannya.Akhirnya Mila memutuskan untuk pergi kontrol kandungan sendirian. Ia memilih untuk mencari taksi online, namun saat ia hendak melakukan pemesanan, mendadak sebuah nama muncul di layar gawainya.Awalnya ia ragu untuk menjawabnya