Sosok tegap tinggi yang sedang berbaring diatas ranjangnya itu mulai terusik ketika di sinar matahari menyusup ke dalam kamarnya.
Dia menggerakkan tubuhnya hingga telentang, terasa seluruh tulangnya begitu lelah tapi ada rasa puas dan lepas dalam hatinya ketika bangun.Masih merasa silau dengan apa yang dilihatnya, Dean, ya pria itu adalah Dean Richard Agnajaya. Dia menyeka wajahnya dengan tangan terbentang dan dada yang telanjang, sementara selimut masih membelit tubuhnya dari pinggang ke bawah.Menatap ke arah kanan kiri, hanya ada dia di kamar itu. Membuatnya menggerakkan tubuhnya dan duduk, lalu menatap ke arah sebelahnya dan menyingkap sedikit selimut. Benar saja, ada sesuatu disana yang berwarna kemerahan.Wajah pria itu tetap datar saja seolah tak ada yang terjadi, seraya menatap ke arah pintu kamar dan menarik napas hingga jakunnya bergerak."Kannaya Frastyna ..." ucapnya pelan layaknya bisikan seraya tersenyum miring.Bangkit dari duduknya, Dean melangkah ke arah kamar mandi. Ini adalah kamarnya, hingga dia bisa gunakan sesuka hatinya. Sebelum ke kamar mandi, Dean mengambil ponselnya dan melihat layarnya dengan serius, sebelum akhirnya dia mengetikkan pesan dan meletakkan benda pipih yang terlihat elegan itu dengan sedikit hentakan.Rahangnya juga terlihat mengeras daripada saat bangun tidur tadi. Tampak ada kemarahan didalam dirinya yang tak bisa dia tepis."Aku benci sama Satpam apartemen. Orangnya genit banget sampai suka menggoda!"Kata-kata itu sering dia katakan pada sahabatnya, Andreas, ketika bertemu di tempat nongkrong atau Club. Bahkan sampai detik ini masih juga kesal dengan tingkah pria itu, benar-benar menjijikkan!"Kenapa kamu bisa kesal gitu? Memangnya ada masalah antara dirimu sama dengannya?" tanya Andreas santai seraya menuangkan wine ke dalam gelasnya.Mendengar pertanyaannya, Dean berpikir sekali lagi untuk mengatakannya. Bagaimanapun juga, dia tak mau harga dirinya jatuh hanya karena merasa kalah pada seorang satpam yang sangat jauh darinya."Bagaimana caranya agar bisa membuat seseorang jera agar tak bertingkah menyebalkan?" tanya Dean dengan tatapannya yang tampak mengarah ke wine yang ada di tangan Andreas."Caranya?"Dean mengangguk, menatap Andreas yang agak diam berpikir karena dahinya tampak berlipat."Kau bisa membuatnya kehilangan sesuatu yang paling berharga dari dalam hidupnya. Maka dia akan menyesal."Kata-kata Andreas itu berhasil membuatnya memikirkan satu hal. Benar, ada satu hal yang paling berharga dari wanita itu. Gadis yang dia nikahi secara dadakan itu pastilah masih suci dan perawan, hingga dia bisa mendapatkan keperawanannya."Kau benar, aku akan mencobanya." Dean menyerigai lalu meraih botol wine dan menuangkan isinya ke gelas."Bagus, kau 'kan tampan, kaya raya dan juga hebat. Siapa yang bisa mengalahkanmu?" tanya Andreas yang membuat Dean tersenyum kecil."Kau benar." Diteguknya minuman itu, lalu menatap ke arah Andreas yang sudah tersenyum kecil, hampir mabuk."Aku pernah melihat satu gadis yang ada di apartemenmu. Siapa dia? Cantik dan imut sekali."Kata-kata Andreas selanjutnya layaknya api yang menyulut sumbu peledak bom dihati Dean. Dia menghentakkan gelas ditangannya dengan kuat usai menghabiskan isinya dengan sekali teguk. Merasa tak suka kala ada yang mendekati dan membahas soal Kannaya Frastyna, gadis yang merupakan miliknya itu."Hei, kau mau kemana? Sudah selesai minumnya?" tanya Andreas dengan tatapannya yang agak tak percaya ketika melihat Dean bangkit dan berniat pergi."Jangan menghubungiku sampai besok pagi!" ujar Dean dengan suara dalam seraya berjalan meninggalkan Andreas yang tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya itu.Selama berjalan, wajah Dean keras seperti menahan kemarahan. Dia menuju ke bagian bartender, lalu membeli sebotol anggur dan meminumnya sambil berjalan keluar. Sampai akhirnya dia merasa agak mabuk dan pulang ke rumah dengan Kannaya, istri kecilnya yang menyambut. Hingga akhirnya, dia dapat melakukan apa yang bisa dia lakukan untuk membuat gadis itu jera.***Dean memutar tombol shower hingga mati, lalu melangkah keluar dari ruangan itu dan membalutkan handuk putih ke tubuhnya yang atletis.Pria itu bersiap, memakai pakaian berjas putih dan merapikan rambutnya tapi tetap agak berantakan hingga terlihat lebih mempesona di balik matanya yang hitam legam dan wajahnya yang tampak tampan dan agak garang.Dia merapikan kerahnya sekilas, lalu melangkah keluar setelah melihat ke arah ranjangnya yang berantakan. Senyum miring terlihat dibibirnya yang tampak mempesona itu, tapi dia tetap melangkah tanpa merapikannya.Dia ingin tahu apa yang dilakukan oleh Kannaya.Namun begitu sampai di bawah, apartemen mewahnya itu kosong dan tak ada siapapun di sana. Dean melangkah ke arah dapur, lalu menemukan sepiring roti yang menjadi sarapannya.Pria itu mengerutkan dahinya. Kemana Kannaya? Dilihatnya ke arah belakang, tidak ada. Bahkan di tempat jemuran juga tidak ada. Apa mungkin di kamar?Tanpa menyentuh sarapannya, Dean melangkah ke atas lagi dan membuka kamar Kannaya. Tidak ada juga."Kemana dia? Jangan bilang kalau dia kabur?" Wajah pria itu mengeras, dia melangkah ke arah lemari kecil milik gadis itu dan pakaiannya masih utuh semua.Tak ada yang berkurang, bahkan beberapa alat tulis dan juga perlengkapan kuliah gadis itu masih utuh. Dean menarik napas pelan, lalu melangkah keluar dan menuruni tangga.Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan tapi dia seolah tak punya pekerjaan hingga sangat santai duduk di sofa ruang tamu. Berniat untuk menunggu kedatangan gadis itu. Dia ingin tahu, apakah Kannaya jera atau tidak.Namun selama beberapa saat, Kannaya tak juga muncul, membuatnya agak gelisah sendiri dan beranjak bangkit. Dia menyambar kunci mobil, lalu mengempaskan pintu apartemen sebelum memasuki lift.***"Ah, Mas bisa saja. Saya bisa sendiri, saya masih kuat kok."Kannaya yang baru tiba usai belanja dari supermarket, dengan sopan dan ramah menolak bantuan dari satpam yang ada disana."Tidak apa-apa, biar aku bantu. Lagipula kau juga seorang gadis, kalau kubantu 'kan akan lebih baik. Kau akan melihat kalau aku adalah laki-laki yang gantle."Kannaya menggeleng pelan. "Majikan saya tidak suka kalau ada orang asing yang masuk ke dalam apartmennya, Mas. Mohon kerjasamanya, ya? Saya tidak mau kena hukuman nanti karena melanggar perintah," ujarnya membuat Satpam muda itu terdiam."Kamu tahan sekali ya bekerja sebagai pembantu. Bagaimana kalau kita menikah saja? Biar aku yang membiayai hidup kamu?" tawar pria muda itu dengan blak-blakan membuat Kannaya membulatkan matanya.Namun, sebelum dia bicara, sudah ada siluet bayangan yang membuatnya gagal melakukannya dan malah berusaha pergi tanpa kata dari hadapan satpam itu."Oh, jadi kamu disini? Asyik pacaran dan meninggalkan pekerjaanmu!"Kannaya sampai tercengang mendengar ucapannya, tapi dia tak berani menatap wajah pria yang merupakan suami sekaligus majikannya itu."Naik ke atas, Kannaya!""I-iya, Mas."Kanayya berjalan cepat meninggalkan basement yang menjadi parkiran apartemen. Dia berjalan ke arah tangga darurat, tak mau menggunakan lift karena tiba-tiba saja dia merasa takut pada Dean yang tadi menatapnya dengan penuh intimidasi.Seolah dia sudah berbuat salah saja. Pria itu benar-benar mengerikan. Menaiki tangga, Kannaya berdesis saat merasakan kakinya sakit saat melangkah naik. Dia berhenti di undakan tangga kelima dan menarik napasnya beberapa kali."Aku lupa kalau Mas Dean sudah melakukan hal itu padaku. Bagaimana aku akan menaiki tangga untuk sampai di lantai atas?" Kannaya menghela napasnya pelan lalu melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan.Gadis itu menelan ludahnya. Dia harus cepat karena pembelajaran dikampusnya akan dilakukan jam sepuluh nanti. Kembali berjalan, dia menaiki anak tangga perlahan-lahan. Hal yang sengaja dia lakukan agar bisa menghindari Dean. Dia merasa kalau dekat dengan pria itu hanya akan membuat masalah lagi. Dia tak mau
Dean mengerutkan wajahnya mendengar ucapan itu. Dipercepat? Haha, mimpikah? Atau ... ada hal yang ingin Kanayya lakukan makanya dia menginginkan perpisahan secepatnya?"Kenapa? Kau menginginkan perceraian dengan cepat agar bisa menikah dengan satpam itu?" tanyanya datar membuat Kannaya mengerutkan dahinya tak paham."Satpam? Satpam mana, Mas?" tanyanya membuat Dean mendengus.Pria itu melipat tangannya di dada. "Pura-pura polos, ya?"Kannaya menghela napas. "Aku benar-benar tidak tahu siapa, Mas. Kamu mungkin bisa katakan siapa, agar aku bisa ingat siapa yang kamu maksud," ujarnya pelan membuat Dean menarik napas dalam-dalam.Dia menatap wajah Kannaya yang tampak benar-benar sungguhan. Seolah dia benar-benar tidak tahu siapa yang Dean maksudkan. Namun, itu malah bagus. Artinya pria itu tidak ada didalam hati gadis ini."Kembali ke pembahasan awal soal perceraian. Sepertinya aku mau mengubah surat kesepakatan," ujarnya datar membuat Kannaya menaikkan alisnya."Bagaimana, Mas?""Seperti
Kannaya mengusap air matanya setelah kepergian Dean. Dia masih terisak pelan beberapa kali lalu menatap sekitar apartemen yang kosong. Meninggalkan bekas aroma asap rokok yang dipakai oleh pria itu tadi."Dia hanya terbawa-bawa tentang kesan malam pertama tadi. Aku bisa memastikan kalau itu hanya kata-kata iseng. Mana mungkin Mas Dian mau dengan seorang gadis biasa sepertiku. Sebaiknya aku tidak usah terlalu banyak bermimpi, ini semua tidak mungkin." Kannaya memegang kepalanya yang terasa pusing lalu duduk di sofa itu.Semangatnya untuk pergi ke kampus seolah redup karena dia harus mendapatkan kenyataan itu."Aku tidak bisa jika seperti ini, aku yakin dia akan membenciku nanti. Sebaiknya aku mulai melakukan sesuatu yang bisa dibencinya. Dia sangat tidak suka ada mahasiswa yang tidak masuk ke dalam kelasnya, dengan aku yang tidak masuk maka dia tidak akan suka denganku." Merenung di sofa yang ada di ruangan itu, Kannaya menetralkan jantungnya lebih dulu baru kemudian dia melangkah ke a
Kannaya merasakan Dejavu akibat apa yang dilakukan oleh Dean saat ini. Dia merapatkan bibirnya sementara Dean sudah tahu kalau wanita ini akan menolak. Dia mengasak tubuh Kannaya hingga menghimpitnya."Buka mulutmu, Sayang ..." geramnya menahan gairahnya yang mulai naik.Kannaya menggeleng, masih merapatkan bibirnya hingga Dean melepaskan ciumannya dan menatap wajah Kannaya berkeringat dan terlihat begitu menggemaskan.Dean tampak tersenyum, mengungkungnya separuh menunduk dan menatap wajah Kannaya yang berusaha untuk menjauh sebisa mungkin walaupun tubuhnya sudah mentok di sandaran kursi pria itu.Tangan Dean terangkat dan mengusap wajahnya dengan lembut. Hal itu membuatnya Kannaya jantungan, tak menyangka kalau Dean akan melakukan ini lagi padanya."Kenapa kamu tidak masuk ke kelas dan malah ada di taman?" tanya Dean membuat Kannaya tak mau menjawab. "Kenapa tidak menjawab? Apakah karena kucium tadi sudah menghilangkan suaramu?" tanyanya lagi tapi Kannaya tak mau bicara.Dia tak mau
Kannaya tak menjawab, dia berusaha untuk memikirkan cara yang mungkin bisa berguna. Pria ini harus dikasari supaya dia tahu kalau apa yang dia mau tidak semudah itu. Tetapi ketika dia sedang berpikir, Dean malah membuka jasnya masih sambil mencium bibir Kannaya. Dia melepaskan kancing kemejanya membuat Kannaya membulatkan matanya."Mas mau apa?" tanya Kannaya susah payah diantara ciumannya yang belum usai."Apalagi?" Dean terengah pelan dan menatap mata Kannaya dengan tatapan penuh nafsu. "Aku akan memberikan hukuman karena kamu tidak masuk ke kelasku, tidak menjawab pertanyaanku dan tidak menjawab penawaranku, kamu hanya diam saja. Maka dari itu aku akan menghukummu sekarang," ujarnya lalu menekan sandaran kursinya hingga menjadi lurus untuk telentang.Setelahnya dia mendorong Kannaya, lalu menaiki tubuh gadis itu dan menatap wajahnya dengan serius sebelum memagut bibirnya lagi. Kannaya memberontak tak senang, mau sampai kapanpun dia tidak akan mau mengulang malam itu lagi."Apa yang
Kannaya terengah, mendesah di bawah kungkungan suaminya yang menghujamnya dengan penuh nafsu dan semangat. Tangan pria itu tak tinggal diam, ikut meremas buah dadanya dengan gerakan yang masih naik turun. Dia menatap wajah istrinya yang tampak terengah menahan kenikmatan hingga senyumannya terlihat diantara wajahnya yang menampilkan kepuasan."Ah ... Ah ... Mas," desah Kannaya seraya memegang sisi kanan kirinya yang merupakan pinggiran kursi yang dia tiduri.Sementara pria itu malah makin terpacu semangatnya ketika dia mendengar Kannaya memanggilnya dengan balutan desahan yang mendominasi bibir seksinya yang terbuka itu."Kamu itu nikmat, ini nikmat, Sayang. Kamu rasakan, bukan?" ujar Dean dengan suaranya yang serak.Kannaya tak bisa berpikir jernih, dia hanya menganggukkan kepalanya seolah setuju dengan apa yang dikatakan Dean. Pria itu tampak tersenyum lagi, seraya meremas buah dada Kannaya hingga tubuh gadisnya itu menggelinjang dibawah kuasanya."Ah! Emmhh ..." Kannaya melepaskan
Kannaya menarik napas panjang dan tak mau melihat Dean yang masih ada di atas tubuhnya, mereka masih menyatu hanya saja sedang menahan diri agar bisa menikmati sisa-sisa pelepasan itu.Setelah beberapa saat, Dean menatap wajah Kannaya yang sudah kelelahan dengan keringatnya yang masih mengalir deras di pelipis."Bagaimana?" tanyanya dengan suara serak dan seksi yang membuat telinga Kannaya merinding. "Aku berhasil memuaskanmu, 'kan, Sayang?" tambahnya lagi dengan jemari yang menelusuri leher Kannaya yang sudah penuh dengan ciumannya.Kannaya menarik napas, menggigit bibirnya karena merasa tidak nyaman dengan milik suaminya yang masih ada di dalam miliknya. Dia menatap wajah Dean yang juga menatapnya hingga dia bisa melihat tatapan penuh pesona dari pria mapan yang ada di atas tubuhnya saat ini."Mas juga sudah puas, 'kan? Kalau begitu kita impas," ujar Kannaya dengan suara lemahnya karena sejak tadi dia sudah berteriak dan mendesah tanpa kendali. "Anggap saja kita sudah saling memuask
Kannaya diam di gendongan Dean, selain karena tubuhnya lemah, tidak etis bila pria ini menciumnya di depan umum. Dean yang melihatnya patuh dengan senyuman menang terlihat menatap sekitarnya dan menemukan seorang satpam yang sudah biasa menyapa Kannaya dengan centil itu di dekat resepsionis dan sedang memperhatikan mereka. Dean tampak menatap tajam wajahnya sebagai peringatan, hingga satpam itu terlihat menatap wajahnya dengan alis berkerut."Terjadi sesuatu dengan Kannaya, Pak? Biar saya saja yang menggendongnya, bukankah dia pembantu anda?" tanya Satpam itu dengan tatapan penuh prihatin.Dia sama sekali tidak mempedulikan tatapan tajam dari Dean dan malah mengajukan dirinya untuk menggendong Kannaya. Dan itu tentu saja membuat emosi memuncak di kepala Dean. Sementara Kannaya, dia lebih mementingkan dirinya karena perutnya yang sakit dan rasa lemah yang menggerogotinya."Sebaiknya kau jaga jaraknya darinya sebelum aku memanggil atasanmu agar kau dipecat!" ujar Dean tajam membuat pr
Bagi Dean hubungannya dengan Kannaya begitu panjang. Panjang dalam urusan perjuangan dan juga panjang ketika dia harus meyakinkan wanitanya itu kalau cintanya benar-benar tulus. Menikahi seorang wanita yang berasal dari keluarga sederhana tapi penuh dengan sikap tahu diri dan tidak pernah menjadi seseorang yang rakus dan tamak, adalah sesuatu hal yang tidak mudah untuk Dean lakukan tapi dia puas karena bisa mendapatkan kriteria istri yang benar-benar baik tanpa memandangnya dari segi harta.Begitu lama dia meyakinkan istrinya itu kalau dia benar-benar sangat tulus, tapi pada kenyataannya hati yang beku dan kaku akan tetap mencair perlahan dengan segala macam hal yang mereka jalani karena pada dasarnya manusia memiliki perasaan yang mudah terbolak-balik.Kini sudah berakhir waktu di mana dia berusaha untuk menggapai istrinya karena saat ini wanita itu sudah berada di dalam genggaman dan pelukannya. Bersama dengannya dalam menikmati kehidupan yang begitu bahagia. Bersama dengannya meraw
Kannaya tersenyum dan mengusap punggung suaminya dengan lembut ketika kedua orang tuanya pulang setelah seharian bermain di rumah ini bersama dengan anak kembar mereka. Dia tahu kalau berat apa yang dirasakan oleh suaminya makanya dia tidak mau memaksakan pria ini untuk bicara."Masuk dulu, aku baru membuat kopi untuk Mas," ujar Kannaya dengan lembut membuat Dean menatapnya dan tersenyum.Hari juga sudah malam dan tidak ada lagi yang harus mereka lakukan. Biasanya mereka sudah di dalam kamar dan memperhatikan anak-anak saat ini tapi karena suasana hati Dean yang belum membaik sejak tadi membuat Kannaya juga tidak akan membuatnya semakin berubah karena sejak di pria ini sudah diam saja tanpa banyak bicara.Masuk ke dalam rumah, Kannaya menutup pintunya dan melihat semua suami yang sudah berjalan ke arah sofa. Anak-anak sedang dijaga oleh baby sitter, dia biarkan kamar bersama dengan perawat kedua putranya itu karena dia ingin menemani suaminya."Mau menonton sebuah film?"Dean meletakk
Hari itu, Dean membiarkan kedua orang tuanya memegang dan menggendong bayinya. Sementara setelah beberapa saat kedua orang tuanya itu menggendong cucu, Dean membawa Kannaya ke tempat sunyi dan memeluknya dengan erat disana.Kannaya tersenyum, tahu kalau suasana hati suaminya sedikit berantakan akibat apa yang dia dapatkan hari ini. Apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, tentu saja membuatnya merasa sebal tapi tidak bisa menolak mereka hanya karena permintaannya."Aku tahu kalau Mas merasa tidak suka sama mereka yang datang secara tiba-tiba dan meminta maaf begitu saja. Aku tahu kalau Mas pastinya kesal, tapi mau sampai kapan kita akan terus saling membenci seperti itu?" tanya Kannaya dengan lembut.Dean menghela napas dan menatap wajah istrinya dengan tatapan sebal. "Aku semula sudah hidup dengan tenang sebelum kedatangan mereka, Sayang. Tetapi kedatangan mereka membuatku merasa sedikit kesal. Aku tahu kalau tidak boleh membenci orang tua terlalu lama, sebagai anak aku hanya dimi
Hari-hari berjalan dengan sangat baik setelah itu dan tidak ada lagi masalah-masalah yang terjadi. Keano dan Kenaan jaga anak yang baik dan tidak banyak menangis. Mereka senang karena ada yang menjaga apalagi sifatnya sangat ramah seperti ayah ibu mereka.Apa itu masih dalam fase pertumbuhan yang begitu panjang dan akan segera mereka lalui perlahan. Hanya dengan cara ini maka mereka bisa menunjukkan kalau sudah berhasil menjadi anak-anak yang sehat. "Keano tampan sekali pakai kacamata seperti itu," ujar Kannaya sambil bergerak dan memotret putranya yang satu lagi lalu memakaikan kacamata yang sama.Mereka sedang berjemur saat ini, sebuah rutinitas yang biasa dilakukan Kannaya sejak anak-anaknya lahir. Makanya dia sudah biasa walau masih ada bantuan dari suster yang memang sangat profesional. Dia sama sekali tidak kesulitan dalam merawat anaknya walau dia adalah ibu baru."Kalian itu mengikut Papa sekali, wajahnya juga mirip Papa," gumam Kannaya seraya menghela napas. "Kalian harus bi
Andreas menatap Camelia lalu menatap ke arah depan dan fokus mengemudi lagi. "Saya hanya mau menhenalmu lebih jauh. Apakah boleh?" tanyanya santai membuat Canelia makin membulatkan matanya."Hah?"Andreas menatapnya sejenak dan menuju ke rumah megah yang sudah terlihat di depan mata."Saya sering memperhatikanmu diam-diam. Jujur saja, saya suka dengan wanita pekerja keras sepertimu. Kau hampir sama seperti istrinya Dean, Kannaya yang bekerja keras. Walaupun sebenarnya seorang wanita itu tidak diwajibkan bekerja saat sudah menikah. Tetapi tidak selamanya seorang pria atau suami itu akan terus berada di atas. Suatu saat bisa saja hancur karena roda itu berputar. Untuk saat ini tentu saja kami bisa memberikan kebahagiaan dan segala kemewahan untuk istri. Tetapi siapa yang tahu nanti?"Camelia diam mendengarnya membicarakan itu, sumpah, dia belum paham! Kenapa Andreas yang merupakan seorang pria besar dan pengusaha ini mau membahas tentang hal ini dengannya? Dengan dia yang bukan siapa-sia
Kannaya benar-benar tidak repot mengurus anak kembarnya karena ada baby sitter. Dia hanya memerah ASI, memulihkan dirinya dan membuat semuanya menjadi lebih mudah hanya dengan menjalaninya dengan santai.Kannaya mendapatkan support dan juga bantuan sepenuhnya dari Dean, seperti yang sekarang mereka lakukan. Dia memerah ASI, sementara itu Dean yang menuliskan tanggalnya kalau dia masukkan ke dalam lemari pendingin kecil yang disediakan langsung anaknya."Hari ini Camelia akan datang katanya, Mas mau bekerja atau tidak? Apakah berangkat hari ini?"Dean tersenyum lalu menggeleng pelan. "Hari ini Haris akan mengantarkan beberapa berkas yang akan ditandatangani, aku benar-benar masih bekerja di rumah, jadi kamu tidak perlu khawatir."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Kembali berbaring, anak-anak ada bersama dengan mereka siang ini dan terlihat sangat nyaman. Dean tersenyum dan mengusap kaki Kannaya dengan lembut seolah ingin memijatnya."Ada sesuatu yang kamu mau? Aku akan membelikannya,"
Dean cukup menikmati waktunya ketika dia menjaga Sang Putra sementara itu Kannaya tidur untuk mengembalikan semua tenaganya walaupun memang dia tidak begitu kesulitan untuk melahirkan tapi Dean tetap ingin yang terbaik untuk istrinya itu. Makanya dia membiarkan Kannaya beristirahat tanpa harus memikirkan apa-apa.Setelah puas bermain dengan kedua anaknya, putranya itu juga sudah tidur ketika Dean berjalan meninggalkan ruangan bayi. Dia turun ke lantai bawah untuk meminta pelayan menyiapkan makanan untuk istrinya. Karena dia ingin istrinya makan setelah ini supaya bisa kembali bertenaga dan pulih dengan cepat."Bawa semuanya ke kamar, saya akan lihat apakah istri saya sudah bangun atau belum."Pelayan yang ada di sana mengangguk patuh. Mereka mulai menyusun makanan yang akan dibawa sebelum mengikuti langkah kaki Dean menuju ke lantai atas dimana kamar majikan mereka itu berada. Saat Dean naik, dia tak menemukan Kannaya di atas ranjang. Hal itu membuatnya mencari ke beberapa tempat dan
Kannaya masuk ke dalam mobil dan memperhatikan sekitarnya sebelum menatap suaminya. "Mas kok banyak orang?"Dean tersenyum lalu mengusap kepala istrinya dengan lembut. "Mereka hanya penasaran, soalnya aku membawa kamu pulang dengan penjagaan dan pelayanan yang ketat. Tidak usah terlalu dipikirkan," ujarnya membuat Kannaya menghela napas dan mengangguk.Anak-anak mereka sudah ada di tempatnya yang begitu nyaman. Dean sudah mempersiapkannya dengan baik dan itu membuat Kannaya tersenyum. Dia bisa memejamkan matanya dan mengistirahatkan tubuhnya sebelum nanti mereka tiba di rumah yang sedikit jauh. Dean menggenggam tangannya dan menemaninya melakukan semua itu. Dia tidak akan meninggalkan istrinya ini sendiri dan akan terus mendampinginya.Dean menyadarkan tubuhnya dan melihat jalanan di depan sana. Haris mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata dan berusaha setenang mungkin agar tidak membuat istri majikannya kenapa-napa. Dia tidak bisa bayangkan kalau istri majikannya itu meras
Kannaya menatap suster yang baru membantunya mengganti infus. Dia masih harus dirawat sampai besok baru kembali ke rumah.Dean keluar dari dalam kamar mandi dan menemukan istrinya yang sudah selesai melakukan pemeriksaan hingga dia tersenyum dan berjalan mendekati istrinya itu. Dia baru saja selesai mandi sementara Kannaya juga baru dibersihkan."Lain kali saat lukanya sudah agak membaik, aku yang akan memandikan kamu."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Dia menatap Dean yang terlihat segar dan tampan hingga akhirnya mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah anak-anaknya yang tidur dengan tenang. "Mas tidak bekerja?" tanyanya membuat Dean tersenyum dan mengambil tangannya untuk digenggam."Beberapa minggu ke depan Harris yang akan menghandlenya. Aku akan menemanimu mengurus anak-anak kita. Kalau kamu sudah tidak sakit lagi maka aku akan mulai mengurus pekerjaan." Dean berkata seraya tersenyum.Dia sudah menyiapkan semua ini dan sudah bertekad akan menemani istrinya seraya melahirka